Percayalah, jika kalian mengenal dia... kalian akan tahu sebercanda itu cinta.
——
"Should i love you?"Satu kalimat itu membuat senyum Agatha membeku, wajahnya pias menahan malu.
"Then go."
"Hey! Kita kan temen sampe maut memisahkan." Lelaki itu merangkul Agatha sambil menjitak keras kepalanya.
"Kurang ajar."
——
Disini Agatha sekarang, dibawah pohon besar sambil naik ayunan yang sering ia naiki sedari kecil, dia sedang memikirkan perasaannya kepada sahabatnya, apa dia akhirnya masuk dalam lingkaran Friendzone, oh no. PATHETIC."Woi!! Kesurupan nanti gue juga yang susah, awas gue mau naek." Ujar lelaki itu tanpa memperhatikan wajah Agatha yang terkejut terheran-heran dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Awas dulu, nah ini baru bener! Masa lo yang mangku gue." Ujar lelaki itu sambil menarik Agatha kepangkuannya dan menaruh tongkat perempuan itu, tangannya sebelah memeluk tubuh Agatha, sedangkan yang sebelah lagi berpegangan pada tali ayunan agar mereka berdua tidak jatuh.
"Gila lo ya!!!"
"we will go to Saturn Miss and settle there, I will be king and you are the maid." Ujar Lelaki itu kemudian mulai mengayunkan ayunannya kencang.
Agatha tersenyum lebar, dia sudah tahu.
——
"Langit...""Eh kenapa tha?"
"Gue mau ngomong."
"Yaudah sok atuh."
"Gak mau disini."
"Jadi maunya dimana Agatha?"
"Gudang belakang."
"Dih ngapain?? Mau ngegrepe gue ya lo!"
"Najis, ayo cepet." Jawab Agatha kemudian menarik Langit dari kelas mereka.
——
"Kenapa—""Besok gue pindah."
Langit terdiam dan menatap Agatha datar.
"Kenapa? Sama siapa?"
"Apanya yang kenapa tolol! Ya gue mau pindah suka-suka idup gue lah, sama om yang di jerman kalo lo tau." Jawab Agatha sambil memukul lengan Langit.
"Soal hari itu—"
"Iya, gue juga pindah karena itu, gue rasa gue gak akan sanggup terus-terusan ada dideket lo sementara gue punya perasaan lebih."
"Lo sih pake baperan segala!"
"Si anying, gini tuh biasanya di film-film cowoknya itu biasanya sadar dan ngelarang ceweknya pergi, lo mah apaan."
"Kan lo bukan cewek gue tha."
Deg.
"Kurang ajar."
——
Langit menatap kursi sebelahnya, kini sang empunya sudah tidak ada lagi disitu buat sang kursi keberatan dan pengap."Sorry tha." Gumam Langit pelan kemudian lanjut mencatat apa yang ditulis dipapan tulis.
——
Agatha menatap keluar jendela pesawat, dia menghela napasnya pelan, sangat susah meninggalkan semua yang telah dijalaninya sedari dilahirkan, kota kecil itu menyimpan seluruh memorinya, tapi kalau sudah berbicara cinta, semua memang menjadi rumit bukan?——
Keduanya menjalani hidup seperti biasanya, tentu tidak terlalu seperti biasa. Tidak ada lagi Agatha yang rambutnya kusut karena ulah Langit, tidak ada lagi Langit yang lengannya membiru terkena tonjokan Agatha. Banyak yang berubah bukan? Tapi waktu selalu bisa menyembuhkan, sekaligus membantu untuk melupakan.——
Disini mereka sekarang, 10 tahun berpisah membuat mereka sangat berubah. Tapi tentu Langit masih tetap dengan senyum Jahilnya, disini yang sangat berubah adalah Agatha, dia semakin cantik dan ada aura yang berbeda dari Agatha, apapun itu membuat Langit rindu."Langit, ini beneran lo?"
Langit heran, tidak seperti biasanya Agatha tidak menyentuh wajahnya dahulu.
"Agatha?"
"Iya Langit?"
"Lo udah bisa ngeliat?"
Agatha tersenyum kemudian memeluk erat Langit dan menangis dibahu lelaki itu.
"Seneng bisa ngeliat lo Langit, ternyata lo gak kayak apa yang gue pikirin."
"Kenapa? Nyesel karena gue ternyata jelek?"
"Kalo lo bilang lo jelek gue gak tau lo akan bilang apa pikiran gue itu tentang lo."
"Berarti gue ganteng kan!"
"Kurang ajar." Jawab Agatha sambil tertawa karena baru saja mengucapkan kata keramatnya.
——
"Lo udah berat banget, gue gak bisa lagi mangku lo.""Yeh! Siapa juga yang mau dipangku, ini gue bawa ayunan sendiri, gue bikin sendiri dong hehehe! Pasangin!"
——
"Siapa pendonornya?""Gue gak begitu kenal sama pendonornya, namanya Ira."
"Berarti dia udah gaada?"
"Dia kecelakaan, tapi matanya masih sehat."
"Siapapun dia gue mau terimakasih karena udah ngasih sahabat gue penglihatan, apa yang lebih dari ini lagi kan?".
"Iya." Agatha hanya tersenyum.
——
"Pecinya mereng!""Benerin!!"
"Dih nyusahin mulu kerjaannya." Jawab Agatha kesal.
"Nak Langit udah selesai? Penghulunya sudah datang."
Langit tersenyum pada Agatha, Agatha balas mengangguk.
——
Agatha tidak bisa mendengar apapun yang sedang dikatakan orang-orang didepannya, yang dia tahu bahwa yang disamping Langit itu bukan dirinya dan tidak akan pernah.Saat Langit memasukkan cincin ke jari manis wanitanya, saat itu pula Agatha melepaskan sepenuhnya seluruh perasaan itu.
Dia hanya ingin melihat untuk Langit, sejak kecil saat di panti asuhan hanya Langit yang mau menjadi temannya, hanya Langit yang mau dia mintai pertolongan, hanya Langit, yang mau menjadi matanya.
Saat masih kecil Agatha sangat yakin bahwa Langit yang akan menjadi jodohnya kelak, tapi semakin bertumbuh besar impian itu memudar, dan bahwa ternyata, cinta pertamanya itu hanya memandangnya gadis yang baik hati yang harus ia jaga, tidak lebih.
Agatha mencoba melukai matanya, dia berharap bahwa saat sudah dapat melihat, saat dia kembali pada Langit semuanya akan baik-baik saja.
"Untuk apa aku punya alat ini kalau aku tidak punya siapa-siapa lagi." Tusukan terakhir membuat suara memilukan keluar dari mulut Agatha.
———
Terimakasih sudah membaca 🌻19 januari 2019
01.16

KAMU SEDANG MEMBACA
pathetic [HIATUS]
Cerita PendekKumpulan one shoot story, all of these stories make my day, I'm happy if that also happens to you🌈 Baca aja dulu, suka belakangan. Highest rank : #1 pathetic (160619)