Prolog

241 35 18
                                    

***
Alvaro Dekkandra Malik, biasa dipanggil Dekka. Lelaki bermata abu- abu dengan sejuta kemisteriusan. Berwajah sempurna bak dewa yunani, kadang terlihat pucat dengan rambut acak-acakan, kadang juga terlihat cerah bak purnama penuh. Dekka yang misterius. Tak ada yang tau sisi gelap dia, siapa dia, dan bagaimana hidupnya.

****

Hari itu adalah hari pertama Dekka masuk sekolah. Ia berjalan santai menuju kelasnya, jam masih menunjukkan pukul 6:30. Masih terlalu pagi. Lelaki berpostur jakung itu memang terbiasa datang pagi-pagi, sebab ia tak mau dipusingkan dengan acara hukuman dari guru yang membuat hari tenangnya terganggu. Sekolah masih sangat sepi, lorong-lorong kelas pun seakan sebuah hutan gelap yang takut untuk disusuri. Cowok itu tersenyum miris. Keheningan tersebut selalu mengingatkannya pada bagaimana hidupnya. Entahlah! Yang ia tau, prospek hidup nya hanya berputar pada lahir, hidup, dan mati. Setelah itu? Semuanya selesai, begitu pikir nya.

Bruuukkk

Terdengar suara seperti sesuatu terjatuh dengan keras di belakang punggung cowok tersebut. Cowok ber iris abu-abu itu berbalik seraya mengangkat tudung hoddie dari kepalanya. Ia melihat seorang gadis jatuh tersungkur dengan beberapa buku yang tercecer di lantai, juga kedua lututnya yang sedikit tergores. Gadis berponi itu tersandung tali sepatunya sendiri. Tanpa berniat menolong Dekka berbalik arah, meninggalkan gadis tersebut yang terdiam mematung memandangi punggungnya yang menjauh. Gadis itu heran, ada manusia tak punya hati seperti cowok yang baru saja dilihatnya itu, yang bahkan sama sekali tidak berniat menawarkan bantuan kepadanya. Gadis itu menghela napas, ia mulai berpikir tidak karuan, apa jangan-jangan makhluk itu adalah penunggu sekolah ini? Mengapa cowok itu terlihat begitu pucat dan dingin seperti hantu?.

Gadis itu bergidik ngeri melihat punggung Dekka yang berbelok di belokan kelas. Sebelum melanjutkan langkahnya cowok berwajah pucat itu kembali melihat ke arah Tasya. Walau jarak yang terbentang cukup jauh, gadis berponi itu dapat melihat sosok sempurna dengan wajah pucat tersebut tersenyum, oh bukan! Lebih tepatnya menyeringai ke arahnya.

*****

Anastasya Algistaria. Gadis berambut kecoklatan sepinggang dengan mata bulat itu berdiri menatap cermin, membasuh wajahnya perlahan dan terus menggosok matanya supaya kantuknya hilang. Tasya kembali menatap wajah kusutnya di cermin, wajah lelah yang semalaman begadang mempersiapkan barang yang harus dibawanya besok ke sekolah. Maklum, ia begitu antusias untuk hari pertama sekolahnya dan resmi menjadi murid baru di SMA 1. Setelah melewati beberapa tahap seleksi yang terbilang cukup ketat dan lulus dengan nilai terbaik membuatnya sangat bersemangat untuk memulai kehidupan barunya di SMA. Belum lagi SMA 1 terkenal dengan cogan-cogannya yang pintar dan tajir, membuat ia tidak tidur semalaman karna memikirkan sekolah barunya tersebut.

Pagi-pagi Tasya sudah bersiap ke sekolah. Ia mengecek buku-buku dan alat tulis yang kemungkinan tertinggal. Belum lagi beberapa perlengkapan lain seperti peraut, stabilo, sticky notes, sudah lengkap ia sediakan di dalam tasnya. Gadis bermanik cokelat itu berpesan pada sang mama agar membangunkannya pagi-pagi, sekaligus membuatkan bekal untuk dirinya. Terlambat adalah hal yang tabu baginya, apalagi jika terlambat di hari pertamanya sekolah. Ia takut jika imej nya sebagai siswi peraih nilai seleksi tertinggi hilang akibat keterlambatannya di hari pertama sekolah.

Tasya buru-buru mengambil bekal dan menyalami sang mama, terus menghampiri mang Ujo supir pribadinya dan meminta agar segera tancap gas mengantarkannya ke sekolah.

Sesampainya di depan gerbang Tasya langsung berlari masuk ke dalam halaman sekolah dengan terburu-buru. Ia bahkan tidak sempat memperhatikan bahwa tali sepatunya belum terikat dengan benar. Alhasil, saat memasuki lorong kelas ia tersandung tali sepatunya sendiri. Lutut gadis itu tergores dan beberapa buku yang di pegangnya pun jatuh berceceran.

DekkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang