Langkah Awal

74 23 3
                                    

Bel istirahat jam kedua telah berbunyi. Cepat-cepat Tasya membereskan buku catatannya. Tujuannya setelah ini adalah perpustakaan sekolah. Mungkin langkah awal dia mencari tau tentang identitas gadis misterius yang di temuinya kemarin di pohon beringin bisa dimulai dari sana. Ia berjalan keluar kelas dengan terburu-buru. Tetapi suara Amel menahan langkahnya kemudian mencengkeram erat tangan Tasya meminta penjelasan dari gadis itu mengapa terburu-buru keluar kelas.

"Lo mau kemana?" Selidik Amel penuh tanda tanya, masih mencengkeram erat tangan gadis itu.

"Gue mau ke perpus Mel, mau cari buku!" ucapnya meyakinkan Amel. Ia tidak boleh membuang waktu, sebentar lagi bel jam istirahat akan berakhir.

"Lo kenapa sih, Syaaaa, biasanya kalo ada apa-apa lo selalu ngajak gue, cerita ke gue, semuanya selalu sama sama. Tapi akhir-akhir ini gue ngerasa lo udah mau sendirian terus? apa lo masih nganggep gue sahabat?" Ucap Amel pura-pura sedih, perlahan melepaskan tangan Tasya lagi. Kemudian menunduk dengan raut wajah sok sedih.

Tasya yang melihat itu pun merasa tercekat, ia akui bahwa ia sering ketus dan cuek terhadap Amel. Tapi jauh di dalam lubuk hatinya ia begitu menyayangi sahabat satu satunya itu.

"Bukan gitu, Mel, gue buru-buru sumpah! gue gak bisa cerita sekarang mel, maaf yah gue harus ke perpus!" ucap tasya lagi, tanpa berbalik arah gadis bermata cokelat itu terus berjalan keluar.

"Syaaa.... Tunggu!" Panggil Amel berlari menyusul Anastasya yang sudah berada di pintu kelas mereka, Amel lupa memberi tahukan sesuatu yang penting kepada gadis itu.

"Apalagi sih Mel?" Tanya Tasya lelah. Ia benar-benar tak punya waktu, masih ada beberapa menit sebelum bel istirahat berakhir.

"Syaaa, becanda kali elah. Tapi jujur ini penting, kemarin ada unknown number ngirim chat ke gue, gue rasa itu dari dia! " peringat gadis berikat satu itu memelankan suaranya, memandang serius kearah Tasya. Ia takut terjadi apa-apa terhadap sahabatnya itu.

"Makasih Mel, gue udah siap ketemu dia apapun resikonya, gue sayang lo Mel" balas Tasya segera berlari meninggalkan Amel.

~~~~~~

Tasya pun sampai di perpustakaan sekolah. Walau perpustakaan ini terbilang cukup bagus dengan buku-buku yang terbilang cukup lengkap, tetap saja pengunjung perpustakaan masih kalah ramai dengan pengunjung kantin. Hanya terlihat beberapa murid yang mengunjungi perpustakaan di jam istirahat seperti ini, mencerminkan mie ayam Bu Siti lebih menarik perhatian di banding buku di perpus.

Ia melangkahkan kakinya menuju rak rak besar perpustakaan, berjalan menyusuri rak buku yang tinggi nya dua kali lipat lebih tinggi darinya. Awalnya ia melangkah kan kakinya menuju rak buku biologi, kemudian memutari rak buku fisika, kimia, astronomi, dan akhirnya insting nya mengatakan bahwa ia perlu mengunjungi rak buku geografi.

Ia berjinjit mengambil salah satu ensiklopedia geografi yang tebalnya setebal dua batu bata yang di tumpuk. Mungkin jika buku ini di gunakan untuk menimpuk Dekka atau amel atau Saipul misalnya, mereka semua bisa terkena geger otak.

Ia membuka satu persatu halaman ensiklopedia tersebut. Entah mengapa buku tersebut menarik hati nya, mungkin karena sampul bukunya terlihat bagus. Ia membuka halaman per halaman dari buku tersebut. Hingga sampai pada bagian yang setengah terlipat, Tasya melihat halaman buku tersebut, tertera halaman 112.

Ia kemudian memperhatikan lebih detail halaman tersebut . Lipatan segitiga di halaman buku tersebut mungkin sebagai penanda sampai mana si pembaca telah menyelesaikan bacaannya. Tapi ia heran, kan sudah ada pita yang membantu pembaca untuk menandai halaman yang telah di baca? Tidak perlu repot-repot melipat seperti ini.

DekkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang