Aku Mencintaimu, Ibu....

44 3 0
                                    

Sengaja aku menyimpan sekeranjang buah berry. Kau tahu kenapa? Bukan, bukan untuk menjamu tamu. Buah berry itu sudah kuracun. Kuberi bisa kobra di setiap butirnya. Kau harus tahu, racun tak hanya sekedar tentang bisa. Tapi bagaimana ia sekarat dan kesakitan, proses ia akan mati butuh waktu. Dan dalam waktu itu ia akan menikmati siksaan dan penderitaan.

Dekka terbangun. Suara itu...suara yang selalu hadir dalam mimpinya setiap malam purnama kedua belas. Ia terbangun. Nafasnya ngos-ngosan. Ia lalu bangkit dari tempat tidurnya, membuka jendela, lantas mengamati bahwa ia tidak salah duga. Benar. Malam ini terjadi purnama kedua belas. Ia memandang bola kuning hijau tak sempurna tersebut. Entah karena apa, purnama baginya sudah tak indah lagi. Apalagi mimpi-mimpinya yang selalu hadir di malam purnama kedua belas. Ia seakan sudah mengidap fobia terhadap purnama kedua belas.

Kriiiit

Derit pintu berbunyi. Dekka lantas berbalik, melihat ke asal suara. Ia tahu, itu bukan dari penghuni apartemen ini, baik orang tuanya, kakek, maupun nenek. Tidak ada seorangpun di sini selain dia dan bayangannya. Bunyi tersebut semakin keras, kemudian makin lama terdengar seperti didobrak dari luar.

Cowok itu perlahan mendekati pintu. Memasang kuda-kuda untuk berjaga dengan bahaya yang kemungkinan berada di luar sana.

Tik...tik...tik

Drap....drap...drap

Suara bagai air keran yang bocor terdengar. Ditambah dengan derap langkah seseorang di luar sana. Napas Dekka memburu. Ia tak tau siapa di luar sana yang berani mengacaukan apartemennya dini hari ini. Keringat dingin meluncur dari pelipisnya, dia merasa ketakutan...bingung...dan was-was.

Tik...tok....tik...tok

Sepuluh menit Dekka menunggu. Tak ada lagi suara. Yang terdengar hanya suara jam dinding yang memecah keheningan. Seolah bergema dan berdengung menambah kekacauan suasana.

Dekka berbalik, bersandar pada pintu. Ia kemudian menggelengkan kepalanya, berusaha membuang semua pikiran negatifnya tentang apa yang terjadi di luar sana, di lorong apartemen. Kepalanya pusing, kemarin-kemarin ia tak tidur, entah mengapa pikiran dan perasaannya kacau. Lalu sekarang, tepat saat pukul 12 malam, tepat saat purnama kedua belas, juga tepat saat ia bisa tertidur, ia bermimpi buruk lagi. Mimpi yang terus-terusan menyakitinya dengan kebingungan saat purnama kedua belas.

Ia memukul-mukul kepalanya. Frustasi. Benar, ia frustasi. Ia merasa telah kehilangan arah dan tujuan hidup.

"Keluaaaaar!!!!!"

Sebuah jeritan di balik pintu mengagetkannya. Seperti jeritan seorang wanita yang putus asa. Jeritan yang menyeramkan. Jeritan melengking yang membuat telinga Dekka penging.

Lalu, tanpa Dekka tau, sebuah jari tangan dengan kuku yang panjang seakan menusuk pintu, menembus memperlihatkan kuku hitam yang panjang dan legam. Tangan berwarna hitam yang juga telah terkelupas kulitnya.

"Toloooooong! Tolong aku.....keluaaar!" Jeritan tersebut berubah menjadi rintihan. Entah sesakit apa seseorang di luar sana. Bagai seorang yang baru saja dipenggal kepalanya. Rintihannya menyayat hati, sekaligus membuat seluruh bulu roma berdiri.

Yang pasti, Dekka tak akan pernah membuka pintu. Ia tahu, di luar sana, lorong apartemennya, sebuah kejutan menunggunya. Tidak tahu apa. Kejutan yang kemungkinan akan membuatnya hilang dari bumi, hilang dari peradaban. Kejutan yang indah.

Kretek...kreteekkkk

Suara lain bermunculan. Seperti suara leher yang sengaja dipatahkan..

Sreekkkk...sreekkk

Lalu suara lain lagi. Kali ini seperti seseorang sedang menyeret sesuatu. Suasana seperti ini membuat Dekka merasa seperti diteror. Suara-suara menyeramkan di luar sana membuat kepalanya pusing, sedikit mual.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DekkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang