Tasya pov:
Aku memandangi wajah Dekka yang kembali tertidur pulas setelah minum obat penurun panas yang tadi ku berikan. Aku merasa sedikit kasihan padanya. Kalaupun dia sakit, seharusnya ia tidak datang ke sekolah bukan?. Lebih tepatnya berbaring di kasur kamar sambil minum susu coklat hangat yang di berikan mamanya. Akh!...mama, aku jadi kangen mama di rumah dan ingin cepat-cepat pulang. Tapi cowok ini belum bangun juga. Ini sudah sangat sore. Aku memandang keluar jendela, yan menampakkan langit yang sudah memunculkan semburat jingga. Pertanda malam akan segera datang, sekolah juga sudah sangat sepi.Sebenarnya dari tadi aku ingin pulang saja meninggalkan cowok itu sendirian disini. Toh! dia bisa jaga diri. Tetapi rasa tidak enak merasup kedalam sukmaku. Bagaimana jika terjadi apa-apa dengan Dekka? Se misterius apapun dia, dia tetap temanku. Walau hanya sebatas berkenalan di depan kelas, atau walaupun cowok itu begitu misterius, tetap saja aku merasa bersalah jika harus meninggalkannya sendirian disini.
Perlahan kelopak mata beriris abu-abu itu terbuka. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan segera duduk, sambil memijit ringan pelipisnya. Kemudian iris abu-abu itu melemparkan pandangannya ke arah ku. Suasana yang begitu awkward tersebut mengingatkanku saat pertama kali kami bertemu. Aku juga mengingat seringai misterius yang ditunjukkan pada ku tadi pagi. Ingin rasanya kutanyakan apa maksud seringaiannya tersebut dan darimana dia tau nama ku, tapi urung aku katakan karna kurasa ini bukan saat yang tepat.
Perlahan aku mendekatinya. Cowok itu masih menatap kearah ku dengan sorot mata yang.....tak bisa ku definisikan. Sebenarnya aku agak takut berduaan bersamanya yang bagiku masih menjadi orang asing. Suasana yang mendukung dengan keadaan sepi bisa sajakan mengundang Dekka melakukan hal yang buruk padaku. Buru-buru aku menepis pemikiran buruk tersebut dan memberanikan diri melangkah mendekatinya.
"Lo gak apa-apa?" Tanyaku sekedar basa-basi.
Dia menatap ke arahku, mata abu-abunya sangat cantik ditimpa sinar sore yang masuk lewat jendela, membuatku kagum untuk yang kesekian kalinya.
"Thanks." ucap Dekka .
"Urwell!!" balas ku mengendikkan bahu.
Aku kemudian melangkahkan kaki ku menuju meja dekat nakas dan mengambil tasku.
"Lo mau kemana?" Tanyanya pada ku.
"Mau pulang!" balas ku singkat.
"Ini udah sore,lo mau pulang sendirian?"
"Tadinya sih gue pengen cepet-cepet pulang. Tapi yah ga mungkin kan, gue ninggalin lo sendirian disini?" Jelasku pada cowok misterius itu.
"Gue anterin!"
"Gak usah!" tolakku langsung. Bagiku ia hanya orang asing, dan menerima bantuan darinya sama saja menceburkan diri ke lubang bahaya. Jadi aku cari aman saja. Walaupun Dekka teman sekelasku aku tidak akan bisa percaya padanya, apalagi kami baru saling mengenal.
"Gak usah nolak, anggap aja balasan karna lo udah nolong gue, impas kan? Lagian gue janji gak akan ngapa-ngapain lo." Jelasnya padaku.
Aku kembali memandangi bola mata cowok itu, mencari jejak-jejak kebohongan di sana. Tapi tidak kutemukan, yang ada hanya sorot mata berterima kasih.
"Yaudah deh!" aku akhirnya pasrah dan memutuskan menerima tawarannyan, aku juga takut jika harus pulang sendirian.
"Lagian, gue gak nafsu sama yang tepos kayak lo." ujar cowok itu datar dan setengah berbisik, lalu berjalan melewatiku begitu saja.
"Apa lo bilang?" Teriakku penuh amarah.
*****
Akhirnya kami sampai di depan rumah ku. Aku bersumpah bahwa ini terakhir kalinya aku naik motor bersama Dekka. Ia seperti orang kesetanan ketika mengendarai motornya tersebut. Walau sudah kucegat dengan berbagai cara mulai dari mencubit lengannya, menggigit tangannya, ia tak bereaksi. Belum lagi motor besarnya yang seakan tak mengizinkanku duduk karna sadel boncengannya terlalu sempit. Alhasil, karna takut jatuh, aku mencengkeram erat jaket cowok itu.
Aku turun dari motor besar tersebut. Aku menendang ban motornya penuh kekesalan. Meluapkan semua amarahku atas apa yang dikatakannya di UKS, juga akibat kejadian di motor tadi yang hampir membuatku mati jantungan. Aku langsung berbalik untuk memasuki halaman rumah ku. Belum genap dua langkah suara menyebalkan itu kembali mengusikku. Aku bersumpah akan memasukkannya kedalam daftar manusia yang akan ku blacklist.
"Eh! cewek bar-bar. Bukannya ngucapin makasih malah nyelonong aja." Seru Dekka sambil melepas helm full facenya.
"Makasih? Bukannya impas yah? Gue nolongin lo, lo nganter gue pulang, right?" Jawabku kesal.
"Tau gini gue gak usah nolongin lo tadi." Sambungku lagi. Aku tak peduli bila sisi cerewet ku keluar, amarah ku meluap-luap seolah naik ke ubun-ubun.
Dekka terkekeh pelan. cih! Apa ada yang lucu? Menurutku tidak sama sekali.
"Benar benar mirip!" ucapnya tersenyum miris kearahku, kulihat wajahnya memperlihatkan kesedihan yang mendalam.
Aku membalikkan badan, bermaksud memasuki rumah.
"Tunggu!" Panggil cowok menyebalkan itu lagi.
Aku berbalik badan, bermaksud menanggapi dan menyemprot cowok itu habis-habisan. Tapi kemudian aku terkejut setengah mati saat dia sudah berdiri di depanku, mempersempit jarak di antara kami berdua. Aku bahkan bisa merasakan deru napasnya, juga aroma maskulinnya yang membuatku terbuai. Aku tidak ingin munafik dengan mengatakan aku tidak deg-degan, jantungku rasanya seperti di pompa lebih cepat. Aku butuh pasokan oksigen lebih banyak. Lagipula siapa yang tidak deg -degan dengan jarak yang tidak aman seperti ini, bersama cowok yang bisa dikatakan tampan, atau mungkin super tampan. Kalau aku Amel mungkin aku sudah pingsan dari tadi.
Aku mengatur deru napasku. Berusaha menetralisir suara degup jantungku. Cowok itu malah perlahan mendekat ke arahku, tambah dekat..... dekat....dekat.....dan.....
Aku menutup mata, tak sanggup melihat apa yang akan terjadi. Tetapi setelah beberapa detik terlewat tidak terjadi apa-apa. Perlahan aku membuka mataku
Dan.....Ya tuhan......
Mata abu-abu itu sedang fokus menatap ke arahku. oh, bukan! lebih tepatnya kearah helm yang kugunakan. Berusaha melepaskan pengait helm yang masih nangkring indah diatas kepalaku. Wajahnya hanya terpaut beberapa sentimeter di depanku. Dengan jarak seminim ini otot-otot wajahku mati rasa, mata ku melotot syok dan rasanya aku ingin mati di tempat. Aku tak sanggup berlama-lama dalam posisi sepert ini, bisa-bisa aku terkena serangan jantung mendadak. Posturnya yang jauh lebih tinggi dariku membuatnya sedikit membungkukkan badannya. Setelah beberapa saat, pengait helm pun terlepas, aku jadi bisa bernapas lega, walau kenyataannya aku mengutuk udara di sekitar ku yang seakan melarikan diri.
Dekka perlahan menjauhkan wajahnya, terlihat sedikit kikuk atas apa yg dilakukannya tadi. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Makanya, helm gue balikin dulu, ribet kan, jadinya!" ucapnya sarkas kearahku.
Aku pun tidak menyahut ucapan cowok tersebut dan berlari masuk kedalam rumah, sambil berusaha menetralkan jantungku. Sebelum aku benar-benar memasuki rumah aku berbalik. Dekka tersenyum misterius ke arahku. Ditengah temaram lampu jalan kulihat wajah tampan itu mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku bergidik.
"Akhirnya, lo kembali Sya....Anastasya!!"
******
Hay hay😂thotor kembali lagi nih,totor hebat deh sekali publish langsung tiga,maklum nebeng wifi gays :v kuota thotor sekarat,maklum jones😅,coba ada do'i deh yang isiin kuota kan enak😂Udah ih,thotor capek mau belajar doeloe buat un muachhh😘 see you soon😇
Pleas comment and vote gays😘❤
Karimah_put❤❤selingkuhan nya mas shawn
Salam saiyaaaang😘 dekkanteng
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekka
Mystery / ThrillerBagaimana jika sebuah permulaan yang menjadi bagian penting dari alur sebuah kehidupan rumit kamu lupakan?. Bagaimana jika jiwamu didalam ragamu sendiri tidak kamu kenali?. Begitulah yang dirasakan oleh seorang Anastasya Algistaria biasa dipanggil T...