Bab 6

421 29 0
                                        

Setelah beberapa hari yang lalu aku berperang dengan pikiranku sendiri lalu terselesaikan lewat istikharah dan nasehat bunda. Akhirnya aku ada di sini, di depan pintu rumah calon bidadari surgaku. Salah satu dari rombongan yang aku bawa akhirnya mengetuk pintu.
Aku menenangkan diriku terlebih dahulu sebelum pintu rumah itu terbuka.

" Assalamu'alaikum ".kali ini bunda yang memberi salam,  Ketukan di pintu belum berhenti, berarti belum ada orang yang membuka pintu.

" Wa'alaikumsalam, lho ini ada apa ya kok rame-rame ". Mendengar ada jawaban jantungku langsung berdetak dengan cepat,

" Maaf sebelumnya, saya dan rombongan datang tiba-tiba. Kami di sini berniat baik kok bu",

" Masya Allah.... Ya sudah, ayo semuanya masuk dulu, biar saya panggil keluarga dulu ".

Rombongan keluarga beserta aku masuk ke dalam, keringat dingin terus keluar dari dalam tubuhku. Aku di bantu adik untuk duduk di sofa, setelah itu dia sendiri duduk di sebelahku.
Aku mendengar langkah kaki, yang ku tafsirkan bukan hanya 1 orang saja tapi ada 2-3 orang. Langkah kaki itu berhenti tepat di depan kami.

" Maaf, apakah yang di katakan istri saya itu benar, kalo panjenengan datang ke rumah saya dengan membawa niatan baik? ". Orang yang berbicara itu Mungkin adalah ayah dari calonku karena suaranya yang berwibawa dan tegas.

" Maaf pak, bu sebelumnya karena kami datang secara tiba-tiba. Perkenalan nama saya Revan, Revan Candra Irawan. Saya di sini ingin mengkhitbah putri bapak yang bernama Winny Adinda Wijaya untuk menjadi istri dan ibu bagi anak-anak saya kelak pak " Alhamdulillah dengan perjuangan aku mengatakannya... Akhirnya beban itu telah keluar. Setelah aku berkata demikian, suasana langsung menjadi hening. Dengan harap-harap cemas serta kegugupan yang semakin menjadi, aku menunggu keputusan yang ada pada beliau.

" Assalamu'alaikum umi, abi, abang. Dinda pulang " refleks semua orang yang ada di dalam rumah ini langsung menjawab salam itu. Tapi tunggu... Suara itu....

Deg

Jantungku langsung berdetak dua kali lipat dari saat aku akan masuk ke rumah ini. Aku khawatir jika semua orang akan mendengar detak jantungku.

" Sayang, sini nak ". Kini suara perempuan yang memanggilnya. Dan aku tau, pasti itu ibunya.

" Iya umi.. Ada apa ya umi?, terus mereka semua ini siapa ya umi, abi? ". Subhanallah.... Suaranya mampu untuk menggetarkan hatiku. Astagfirullah... Ingat Revan ingat, kendalikan dirimu, dia belum menjadi mahrammu.

" Begini lho sayang...., "

" Nak Revan beserta keluarga ingin mengkhitbah dirimu, jawabannya abi serahkan semuanya kepadamu. Entah kamu akan menerimanya atau tidak, karena pernikahan ini kamu yang akan menjalaninya nanti ", mungkin sengaja ayah dari Adinda untuk menyela perkataan istrinya. Keheningan pun terjadi lagi. Inilah saat-saat yang menegangkan bagiku. Tidak ada tanda untuk jantungku mereda, malah detaknya kini semakin menjadi-jadi.

" Hmm bagaimana ya.... Untuk masalah pernikahan Saya membutuhkan dua restu, karena restu pertama sudah terpenuhi, saya mau meminta restu yang kedua dulu.. Apakah Boleh? ". Aku kurang mengerti maksudnya. Karena aku penasaran, aku mengiyakan permintaannya.

" Tiga hari lagi kalian boleh kembali kesini, dan saat itu juga saya akan memberikan jawabannya ".

" Tapi kalo boleh tau, kamu akan meminta restu kedua kepada siapa? ". Setelah mengiyakan permintaannya lagi, aku mengutarakan pertanyaan yang ada di pikiranku.

" Restu kedua itu akan saya minta kepada Allah, dengan cara sholat istikharah. Alangkah baiknya jika niat baik untuk menjalankan perintah Allah itu di dasari dan di landasi dengan Ridho Allah juga ". Aku tersenyum mendengarnya. Subhanallah... Ternyata aku tidak salah pilih Ya Allah.

" Ya sudah kalo gitu, saya pamit dulu, dan tiga hari lagi saya akan kesini untuk mendengar jawabannya. Apapun jawabannya saya akan ikhlas, jika itu jawaban dari Allah. Mari semuanya kami pamit dulu Assalamu'alaikum ". Aku berdiri dan mewakili keluarga untuk pamit undur diri.

" Wa'alaikummussalam warrohmatullah, hati-hati di jalan. Dan kami ucapkan terima kasih untuk niat baiknya ".

Bunda yang menjawab perkataan itu. Aku hanya tersenyum, dan tidak sabar untuk menunggu pergantian hari. Ya Allah semoga apapun jawabannya, itulah yang terbaik bagi kami Ya Allah... Aamiin.

'°'°'°'°'°'°'°'°'°'°'°'

Jangan lupa Vote and commentnya ya

Cinta Lillah BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang