Bab 10

514 30 7
                                    

" Umi, Dinda sama Mas Revan ke kamar dulu ya Umi," Aku pamit kepada umi karena hanya ada Umi disini.

" Iya, hati-hati naik tangganya," jawab Umi, yang ku tanggapi dengan anggukan kepala.

Setelah pamit kepada Umi, aku memegang tangan dan punggung Mas Revan untuk membantu mengarahkan jalannya. Baru pertama kalinya aku bisa sedekat ini dengan seorang lelaki. Kalian tau apa yang sedang aku rasakan sekarang, rasanya itu ada ribuan kupu-kupu yang terbang di dalam perutku, serta ada kembang api juga yang meledak di dadaku.

" Hati-hati mas, habis ini ada tangga," Dia hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Alhamdulillah untung aku masih bisa mengendalikan suaraku. Kalo tidak, waduh betapa malunya diriku hehe.

" Ayo mas, kita naik pelan-pelan," Sekali lagi dia hanya mengangguk dan menuruti semua yang aku katakan kepadanya.

Akhirnya kita berhasil melewati tangga dengan selamat. Aku membuka pintu dan menuntun Mas Revan untuk masuk dan mendudukkan dia di tepi ranjang.

Saat aku akan beranjak dari duduk ku, tiba-tiba Mas Revan memegang tangan ku dan menariknya dengan pelan agar aku duduk kembali.

" Apa kamu bahagia dan ridho jika aku yang menikahimu dek?,"

Aku sempat terkejut beberapa detik, saat mendengar pertanyaan dari Mas Revan, tapi aku langsung berusaha menguasai diriku kembali.

" Iya Mas, saya ikhlas, ridho, dan bahagia bisa menikah dengan Mas Revan," Jawabku dengan yakin.

" Kalo begitu apakah kamu ikhlas jika saya akan meminta hak saya sebagai suami dek?," Pertanyaan yang di lontarkan Mas Revan, lagi-lagi membuatku terkejut. Dan kurasa pipiku sudah jadi seperti tomat.

" Saya ikhlas Mas. Saya sudah siap untuk menyerahkan jiwa
dan raga. Saya siap untuk memberikan hak yang Mas minta sebagai seorang Suami." Mungkin ucapanku terdengar seperti cicitan yang berusaha tegas.

Aku melihat ada setitik air mata yang ada di ujung kelopak matanya, maka dengan segera aku langsung menyeka air mata itu. Dan Mas Revan langsung menangkap telapak tanganku lalu mendekapnya di depan dada.

" Alhamdulillah... Kalo gitu ayo kita shalat dua rakaat dulu. Kita bersihkan jiwa dan raga
kita dari segala kotoran. Agar apa yang kita lakukan mulai saat ini
sebagai suami istri bersih, ikhlas semata-mata karena Allah. Bukan
karena syahwat atau pun birahi."

Subhanallah... Apakah Mas Revan yang menjadi jawaban di setiap doa yang kuselipkan di dalam sujudku?, kalo iya. Terima kasih Ya Allah, Engkau telah bersedia untuk mengabulkan doa dari hambahmu yang lemah ini.

" Iya Mas, Masnya butuh bantuan kah?,"

" Iya, kalo boleh. Saya minta tolong diantarkan ke kamar mandi untuk berwudhu dek," Mas Revan pun berdiri dari duduknya.

Langsung saja, aku membantunya untuk wudhu di kamar mandi. Saat Mas Revan sedang berwudhu, aku menggelar sajadah dan menyiapkan keperluan kami untuk shalat. Tepat setelah aku selesai menyiapkannya, Mas Revan keluar dari kamar mandi. Dengan sigap aku langsung mengarahkannya ke tempat sajadah yang sudah ku gelar dan menyuruhnya duduk terlebih dahulu selagi menunggu aku berwudhu.

Selesai berwudhu, aku langsung memakai mukenahku.

" Ayo Mas, saya sudah siap," kataku.

Mas Revan berdiri dari duduknya dan bersiap untuk menjadi imam diriku. Selesai kita melakukan gerakan salam, Dia mulai membacakan doa untuk pengantin baru.

"Allahumma Barik Lii fii Ahlii dan Barik Lahum fii. Allahummajma' Bainanaa Ma Jama'ta bi Khoirin wa Farriq Bainana idza Farroqta bi Khoirin (Wahai Allah berkahilah aku didalam keluargaku dan berkahilah mereka didalam diriku. Wahai Allah satukanlah kami dengan kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau menghendaki (kami) berpisah dengan kebaikan pula)."

" Aamiin.."

Aku mencium tangan Mas Revan, begitu juga dia yang langsung mencium keningku.

" Mas, sebentar ya Mas. Dinda mau minum dulu, gaapa kan mas?,"

" Iya, Mas tunggu,"

Setelah mendengar jawabannya, aku langsung menuju ke dapur dengan jantung yang berdetak dengan cepat. Dan tak lupa Aku juga membuatkan air madu untuk Suamiku.

" Ini Mas diminum dulu air madunya,"

Aku meletakan gelas itu ke tangannya. Dia meminum habis air madu yang telah aku buatkan.

Aku menuntunnya untuk duduk di tepi ranjang, sedangkan aku merapikan perlengkapan shalat kami terlebih dahulu. Aku mendudukkan diriku berdampingan dengan Dirinya.

Dia mengarahkan tangannya untuk menyentuh lenganku dan itu membuatku seperti merasakan sengatan listrik. Belum reda keterkejutanku, tiba-tiba tangannya sudah sampai ke bahuku dan dia langsung merebahkan diriku dan dirinya sendiri di atas ranjang.

Kami melaksanakan ibadah yang di sunnahkan oleh Rasul. Merasakan betapa besarnya nikmat yang kami rengkuh bersama ridho dari-Nya beserta Rasul-Nya.

'°'°'°'°'°'°'°'°'°'

Jangan lupa vote and commentnya ya

Cinta Lillah BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang