Bab 9

420 27 5
                                    

ADINDA POV

Aku gak nyangka, bisa berada di atas kursi pelaminan, bersama seseorang yang kini telah sah menjadi suamiku. Rasa-rasanya baru kemaren aku lulus SMA dan masuk kuliah. Tapi, sekarang aku sudah punya seorang kekasih halal yang siap menuntunku ke surga-Nya.

Kalian pasti bertanya-tanya bukan, kenapa aku mau menikahi seorang tuna netra yang bahkan baru sekali bertemu. Jawabannya adalah bukan karena wajah tampannya, bukan juga karena kekayaannya. Tapi, Aku menikahinya karena kesungguhan yang ada pada dirinya saat menjawab pertanyaan dari Abi pada saat itu.

*Flashback on

" Kenapa anda ingin menikahi putri saya," Abi memulai pertanyaan untuk Mas Revan.

" Karena, saya ingin menjadikan dia ibu dari anak-anak saya dan saya juga ingin menjadi Imamnya serta menjadikan dia makmum saya," Subhanallah.. Pipiku rasanya langsung memerah mendengar jawabannya.

" Jika nanti kalian sudah sah menjadi suami istri, apa yang akan anda berikan untuk putri saya nanti?,"

Abi memberikan pertanyaan lagi pada Mas Revan, rasa-rasanya Abi telah bertransformasi dari seorang Abi menjadi polisi yang sedang menginterogasi tersangka tangkapannya, hehe.

" Saya akan memberikan apa saja yang akan di butuhkannya, dan saya akan berusaha untuk membahagiakannya," Mas Revan menjawab pertanyaan Abi dengan tenang.

" Hanya yang dia butuhkan?, bukan semua yang anda miliki?," Tanya Abi dengan nada sedikit meremehkan, Umi pun langsung menyenggol lengan Abi. Tapi Abi tetap bergeming dan tidak bereaksi atas senggolan umi tadi, Abi tetap diam menunggu jawaban dari Mas Revan.

" Iya pak, karena jika memang Adinda membutuhkan nyawa saya sekalipun, saya akan bersedia untuk memberikannya,"
Keadaan di ruangan ini menjadi hening seketika, karena kami merasa terkejut dengan apa yang telah di ucapkan oleh Mas Revan tadi. Tapi itu tidak berlangsung lama, saat beberapa menit kemudian Abi memecahkan keheningan, dan kembali memberikan pertanyaan untuk Mas Revan.

" Apa anda sanggup mengemban tugas saya untuk menjaga Adinda. Dan menjadi seorang suami sekaligus seorang ayah untuk putri saya?,"

" Bismillahirrohmannirrohim, Inshaa Allah saya sanggup pak. Saya sanggup menjadi apapun untuk Adinda. Baik itu seorang suami, ayah, kakak, adik, dan bahkan guru pun. Inshaa Allah saya sanggup pak,"

Aku melihat keyakinan dari dalam dirinya yang sukses membuatku kagum padanya. Bahkan Ibunya pun sampai meneteskan air mata mendengar keyakinan yang di ucapkan oleh Mas Revan tadi. Umi, Abang, dan kakaknya pun sama terkejutnya sekaligus kagum pada sosok yang telah mengkhitbahku ini. Tapi tidak dengan Abi, beliau malah tersenyum, ada pancaran kebanggaan dari tatapan matanya.

" Baiklah nak Revan, saya merestuimu, tapi tetap saja keputusan ada di tangan putriku. Dan untuk itu kamu harus menunggu keputusan putriku dalam 3 hari ke depan,"

Kulihat Abi tersenyum saat mengatakan hal itu, tentu saja senyuman Abi mencairkan suasana tegang yang tercipta tadi.

*Flashback off

Aku terus saja memandangi wajah suamiku yang tersenyum, kebahagiaan memancar begitu terang di wajahnya. Betapa beruntungnya aku memiliki pendamping hidup seperti dia, tidak hanya wajahnya yang tampan, tapi hati serta kepribadiannya pun tampan. Sampai suaranya memecahkan lamunanku.

" Kamu melamun?," Tanyanya, langsung saja aku jawab tidak. Karena aku tidak melamun hanya sedikit mengenang saja hehe.

" Nanti kalo kita sedang menerima ucapan selamat dari tamu, beritahu saya ya," Mashaa Allah..... Suaranya, lembut seperti kapas.

" Dek,"

" Eh, iya mas," Tuh kan aku jadi benar-benar melamun.

" Nanti beritahu saya juga ya, tamunya itu pria atau wanita, supaya saya bisa memposisikan diri,"

" Memposisikan diri untuk apa mas?," tanyaku sekali lagi.

" Untuk bisa menjabat tangannya atau tidak," jawabnya.

" Ohh.. Iya mas, nanti saya akan beritahu mas ya,"

" Iya istriku sayang," jawabnya dengan senyuman.

Eh tapi, tunggu deh. Tadi dia bilang apa?, Istriku?, sayang?. Ya Allah..... Tolong selamatkan jantung hamba, haduh.. Rasanya pipiku langsung merona mendengarnya. Sadar Din sadar, banyak tamu disini.

Sesi pemberian ucapan selamat pun akhirnya datang juga. Satu persatu tamu langsung naik ke atas panggung untuk memberikan ucapan selamat pada kami. Tapi Alhamdulillah saat aku lihat, barisan tamu yang pertama banyak laki-lakinya daripada wanita. Jadi aku langsung saja beritahu Mas Revan.

" Mas, tamunya banyak yang pria mas, mas boleh jabat tangannya. Nanti kalo ada tamu wanita saya beritahu ya mas,"

" Iya dek, makasih," jawab Mas Revan, masih dengan senyuman yang melekat.

" Mas setelah ini ada tamu wanita mas,"

Aku berbisik di telinga Mas Revan. Dan Mas Revan pun langsung menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Subhanallah...
Begitupun seterusnya sampai tamu yang ada di panggung turun semua, dan dilanjutkan dengan acara makan-makan. Aku tersenyum saat melihat para tamuku yang duduk di tempatnya dan memakan hidangan masing-masing. Sungguh ini adalah hari yang melelahkan sekaligus membahagiakan. Terima kasih Ya Allah....

'°'°'°'°'°'°'°'°'°'°'

Jangan lupa vote and comment nya ya

Cinta Lillah BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang