Chapter 10

41 11 2
                                    

-OktaNova-

Sholat aja yang wajib masih
selang-seling. Udah berani ngomong cinta-cintaan, ingat azab itu perih!
   -Nova ascrilia Agatha

***

Pagi hari tiba. Saat di mana semuanya terasa menjengkelkan akan terjadi di pagi hari ini, yaitu hari senin. Begitupun yang dirasakan oleh kedua gadis kembar ini. Riuh di dalam rumah keluarga satu ini mungkin akan terdengar hingga keluar gerbang.

Witomo sudah siap dengan setelan seragam kerjanya duduk tenang di depan meja makan menunggu sang istri yang sibuk berkutat di dapur. Okta masih sibuk dengan daftar pelajarannya, semalam ia lupa memeriksa roster pelajarannya itu hingga membuatnya kewalahan sekarang, tugas rumah belum dikerjakan, dan lain lagi. Banyak keluhan yang keluar dari mulutnya.

Berbeda dengan kakaknya, Nova dengan handpone nya. Banyak sekali notif yang terabaikan sejak semalam. Termasuk notif pesan dari kekasihnya, Gio. Ada pula tawaran undorse barang, yang harus segera di balas bila tak mau ditarik kembali tawarannya.

Jauh dari kesibukan, Dito duduk santai di atas sofi empuk di ruang keluarga sembari menonton acara televisi. Sebenarnya lelaki itu pun ingin memakai seragam dan bersekolah hari ini. Namun, Witomo telah melarangnya dan tidak ada lagi alasan untuknya membantah. Sifat Witomo yang tegas, dan selalu tenang itu memang terkadang membuat orang lain kicep. Sifat yang pantas untuk seorang polri.

"Kakak, adek, ayo sarapan. Kalian bisa telat, ini lho." Itu suara Nia.

Dari kamarnya, Okta keluar dengan sragam acak-acakan menuju ke arah Dito. "Dit, bantuin selesain pr gue. Ini dua buah lagi, gue bisa di kasih nilai merah ini kalau gak selesai!" ujar gadis dengan rambut seperti biasa, terkuncir kuda. Gadis itu menyerahkan buku latihan miliknya pada Dito di hadapannya.

"Kerjain, yah? Selesai gue makan harus siap pokonya," sambung gadis itu lagi dan akhirnya pergi menuju raung makan setelah Dito mengangguk.

Dengan gerakan cepat, lelaki bermata sipit itu mulai menulis hitungan duit jngan fisika tersebut. Soal seperti ini terbilang mudah untuk seorang anak kebanggaan dari IPA. Namun, Okta mungkin terlalu panik hingga meminta bantuannya.

Beberapa lama berkutat dengan dua buah soal, Dito di kejutkan oleh kehadiran Nova. "Sipit, ayok makan tuh."

"Iya, ntar gue nyusul. Lu berangkat aja sono."

"Dih, sok iya gitu. Malesin banget ngomong sama lo!"

"Jangan ngomong, apa susah sih! Dasar Nenek bawel!" tukas Dito tanpa meloleh lelaki itu masih sibuk dengan buku di hadapannya. Sedangkan Nova telah berlalu dengan kesal.

"Udah belum, Dit?" tanya Okta begitu menghampiri lelaki tersebut. Lama Dito diam masih fokus dengan tulisannya. Hingga akhirnya lelaki itu menjawa, "Ini akhirnya selesai, Ta." Dito menyerahkan buku tersebut pada Okta pemiliknya.

Di belakang gadis itu telah berdiri sosok Witomo yang tengah menatapnya. Okta mungkin tak menyadarinya.

"Okta cepetan ke mobil," ucap Witomo terdengar dingin. Okta pun hanya menuruti saja setelah memasukkan bukunya ke dalam tas ranselnya.

"Kamu gak udah sekolah hari ini, istirahat! Ingat jangan nyusahin istri saya," ujar Witomo diperoleh anggukan dari lelaki di hadapannya.

"Saya titip istri saya sama kamu, jaga istri saya itu!" Kali ini suara Witomo yang dingin telah terganti dengan suara datar namun seperti mengajak bercanda. "Yang ada bunda yang jagain saya, Om." kekeh Dito pelan dibalas senyuman tipis dari lelaki tersebut.

***

Di perkarangan sekolah yang terasa sepi. Nova berjalan menyusuri koridor sendiri. Ia hendak menuju ke perpustakaan untuk mengambil beberapa buku sesuia ajuran sang guru bahasa Inggris tadi. Sebenarnya ia sangat kesal atas perintah sang guru. Namun, apa boleh buat. Ia kesal harus disuruh ke sini, apa lagi seorang diri. Karena menuju perpustakaan otomatis akan melintas depan perkarangan kelas ips. Dan sekarang sedang terjadi.

"Heii, yang beb Nov! Pagi-pagi udah lewat sini aja, mau cari babang, yah?" Suara itu, Nove bahkan telah muak mendengarnya.

Gadis itu memilih mengabaikan suara lelaki barusan, dan melangkah lebih cepat. Namun usahanya mungkin kembali gagal. Si Faruq -lelaki setengah gila- telah berada di hadapannya. "Minggir gak, lo!" hardik Nova pada lelaki yang berada setahun lebih tua dari Nova.

"Apa sih, beb. Jangan bentak dong, kita ngomong bentar yuk!" Satu tangan Faruq mengulur seakan ingin membelai pundak Nova. Tetapi gadis itu langsung menepis.

"Lo gila, yah? Gue tuh udah muak tahu, sih liat tingkah lo yang kampungan atau disebut gila ini!"

"Duh, jangan marah-marah dong, beb. Babang kan cuma cinta sama Nov. Makanya gini!"

"Huak, bodohlah. Sholat aja masih selang-seling udah berani ngomong cinta-cintaan. Ingat azab itu perih! Minggir, lo!" ketus Nova tajam. Ia mendorong kuat tubuh kurus lelaki tak tahu malu itu. Sudah penampilan urakan, otak pun macam tak berisi, jelas mirip berandalan. Itulah lelaki jaman sekarang!

-

OktaNova-









OktanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang