Chapter 19

28 4 0
                                    

-OktaNova-

Okta mengedar pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Hari ini dikhususkan untuk kelas 12 tidak ada jam belajar-mengajar, karena para guru sedang mempersiapkan persiapan untuk besok mereka try out, dan Okta merasakan kepalanya hampir pecah hari ini. Ia baru saja mendapatkan kartunya dan juga Dito untuk kepentingan ujiannya besok, setelah mengantri cukup lama di ruangan TU barusan.

Saat-saat seperti ini, kantin sekolah memang akan ramai dan berdesak-desakan. Lihat saja, sekarang tak ada lagi meja kosong yang tersisa. Namun gadis itu kini melangkahkan kakinya menuju salah satu meja di sisi kiri kantin. Di sana sudah ada kembarannya, Adara, dan juga siswa kelas 11 yang ia lupa namanya itu.

"Eh, Kak Okta," sapa Dirgam ketika Okta sudah berdiri di sisi meja mereka. Okta hanya membalasnya dengan senyum tipis. "Gue nebeng duduk di sini, yah?" pinta Okta, ketiga-tiganya mengangguk.

Okta menarik kursi dan duduk di sebelah Dirgam, sejak tadi adik kelas satu itu terus saja memperhatikannya. "Kenapa lo? Terpesona sama gue?" tutur Okta dengan dingin. Dirgam yang sadar akan maksud penuturan Okta barusan segera mengalihkan pandangannya, dan menyeruput minuman di hadapannya.

"Gak ada, Kak. Jangan judes gitu lah, aura lo kuat banget," kata Dirgam seusai menghabiskan minuman berwarna kuning itu. Adara yang ikut menyaksikannya itu hanya menggeleng.

"Eh, lo kalau sama kak Okta aja manggilnya pakek embel-embel 'kak',  lah sama, Nov kok enggak!" Kini giliran Nova yang ikut membuka suara. Gadis dengan rambut terurai itu kini memasang wajah kesal. "Ye, suka-suka gue, dong. Mulut-mulut gue," balas Dirgam yang semakin membuat Nova kesal.

"Nama lo siapa?" tanya Okta singkat. Dirgam dan Adara yang tadinya ingin tertawa langsung tertahan. Memang Okta mempunyai aura yang cukup menakutkan jika sedang seperti ini. "Dir-Dirgam, Kak."

"Kelas 11 kan? Terus ngapain udah ke kantin aja?" Okta datar menatap lelaki dengan tampang acakan di sampingnya. "Hehe, biasa Kak. Jamkos," alibi Dirgam karena sebenarnya tak demikian.

Okta mendengkus, kemudian  tatapannya beralih pada kembaran di hadapannya. "Kenapa?" tanya Okta pada Nova yang terlihat menatapnya begitu lekat. Yang ditanya langsung membuka suara, "Dirgam boong, Kak. Dia mah emang biang onar di kelas, sok mau jadi badboy gitu, biar terkenal namanya." Nova kemudian menjulurkan lidahnya pada lelaki itu. Sedangkan di sebelahnya, Adara sudah tak tahan untuk tidak tertawa.

"Mulut lo ember amat," tukas Dirgam.

"Eh, gak sopan kan. Baru aja dibilangin,inget yah, gue sama kak Okta itu kembar, jadi umur kan sama, lo tetap harus hormatin gue juga," Okta yang sudah geram mendengarnya lagi-lagi hanya bisa mendengkus kesal. Mempunyai kembaran sejenis ini, memang dapat membuanya selalu diuji kesabaran.

"Eh, Dirgam, pesenin gue makan gih!" titah Okta menengahi adu mulut mereka. Dirgam yang merasa namanya disebutkan segera menoleh dengan wajah bingung. "Maksudnya, Kak?" tanya Dirgam.

"Yah, pesenin gue bakso pakai ayam, terus minumnya air soda dingin aja, lo mau 'kan?" Dirgam hanya bisa mengangguk pasrah daripada ia berurusan dengan sosok Okta nantinya. Walau bagaimanapun juga, meski ia badboy, tetap saja Okta dengan sifat dinginnya dan kemampuan bela dirinya berada satu tingkat di atasnya. Dirgam pun beranjak menuju stand penjual bakso.  Di kantin SMA Sanjay yang memang berada di bagian kiri gedung utama sekolah, memiliki luas yang mampu menampung seluruh isi penghuni sekolah, namun masih saja akan terlihat berdesakan jika waktu seperti ini.

***

Nova menghentikan sebuah taksi yang baru saja melintas di depannya. Okta, kembarannya sudah terlebih dahulu pulang dengan Mang Akos barusan, sedangkan ia harus pergi menemui Mami Esyi-ibu Dirgam dahulu di butiknya yang berada berlawanan arah dengan rumahnya. Setelah menyebutkan alamat yang ia tuju tadi,  Nova meronggoh sakunya mengeluarkan handpone miliknya.

Semalam Gio memberitahu padanya bahwa lelaki itu juga tak bisa menemaninya di butik karena ia ada jadwal mata kuliah hari ini, jadi Gio hanya berjanji hendak menjemputnya sepulang nanti.

"Udah sampai di sini 'kan, Neng?" Nova yang keasyikan bermain handphone sampai tak sadar jika sudah sampai. Lalu mengangguk, menyerahkan ongkos yang ia keluarkan dari saku roknya. Setelah keluar dari taksi, ia langsung masuk ke dalam bagunan bernuansa putih dan merah muda itu.

Gadis dengan rambut terurai, dilengkapin dengan seragam sekolah yang masih melekat ditubuhnya, ia dapat menangkap keadaan ramai dari balik jendela kaca bangunan itu. Ketika Nova masuk dari balik pintu, langsung saja seorang perempuan yang memiliki umur 20 tahun itu, berjalan menyapa Nova.

"Nov-Nov, apa kabar kamu? Akhirnya sampe juga, kamu. Itu mami baru aja bahas kamu," ujar Arshila, ia adalah anak dari pemilik butik ini, sekaligus kakak dari Dirgam. Dan ia seorang yang cukup ramah menurut Nova.

Sembari tersenyum Nova membalas penuturan Arshila barusan, "baik kok, kak. Mami di mana, nih? Rame banget, yah."

"Itu tu, mami lagi sama tante Wulan, ngecek barang tuh," sahut Arshila yang tengah menata ruangan ini berserta dua karyawan lainnya. "Yaudah, kak Ila, Nov langsung ke sana aja, yah."

Nova langsung melenggang pergi menuju mami Esyi berada. Mengabaikan beberapa banyak orang yang berada di sana. Semua orang terlihat begitu serius saat-saat seperti ini. Belum sampai Nova berjalan menemui mami Esyi, gadis itu malah ditabrak oleh seseorang yang membuatnya tersungkur jatuh.

"Aduh," lirih Nova pelan sembari memegangi bahunya yang terasa sakit akibat ditabrak badan seseorang.

***

Salam hangat,
~Molysa

OktanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang