Bab 3 Ninin Curiga

22 8 1
                                    

"Maksud Ibu?"

"Iya, kamu siapa? Orang baru di sini?"

Aria memandang lekat-lekat wajah orang yang mengajaknya bicara. Berharap mendapat jawaban dari situ. Namun, wajah itu tanpa ekspresi.

Darimana dia tahu bahwa aku 'ada'? Bukankah mode kamuflase sudah aku aktifkan?

"Aa-ku ... eh." Aria bingung hendak menjawab apa.

"Saya ada perlu dengan Ninin, permisi dulu anak muda."

Wanita setengah baya itu berlalu dari hadapannya dengan memakai tongkat.

Aria baru menyadari bahwa wanita paruh baya itu tidak benar-benar 'tahu'. Ia hanya dapat 'merasakannya'.

Aria mengutuki kebodohannya.

Bagaimana kalau wanita itu bertanya dengan Ninin perihal keberadaannya di teras?

Aah, Kanaya pasti kecewa kalau sampai Ninin mengira Kanaya memiliki teman pria yang mampir ke rumah.

Aria melesat menuju kamar Kanaya dan merubah fisiknya kembali ke bentuk kucing.

***

14.30

"Mpuuus ... Belang. Di mana kamu?" Kanaya yang baru pulang sekolah segera mencari kucingnya.

"Miaawww."

Si Belang muncul dari bawah tempat tidur.

"Good Boy ... jalan-jalan ke taman yuk. Nanti ya tunggu abis asar biar gak panas." Kanaya tampak antusias ingin mengajak kucingnya jalan-jalan.

"Miaawww." Belang menjawab tak bersemangat. Ia khawatir Ninin memarahi Kanaya.

Sore hari selepas asar, Kanaya sudah siap dengan celana training serta tas ransel untuk membawa belang ke taman.

"Ayo belang, kita jalan-jalan."

Dimasukkannya kucing itu ke dalam tas ranselnya. Tidak lupa diberi celah untuk masuknya udara.

Turun dari kamar, Kanaya bertemu Ninin yang sedang menyiram bunga.

"Bade kamana, Neng?" tanya Ninin dengan dialek Sunda yang kental.

"Bade ka taman, olah raga sore, Nin," sahut Kanaya sambil mencium tangan Ninin takzim.

"Nanaonan ieu bawa tas?"

"Eh, ini mah cuma tempat buat bawa baju ganti Nin."

"Jangan coba-coba ngabohongin Ninin ya, kamu mau janjian sama cowok ya ke taman? Itu tadi, Bu Endah tukang urut kasih tau Ninin ada cowok nungguin kamu di teras. Pake segala alasan mau olah raga. Udah sana masuk. Gak boleh keluar kecuali ke sekolah. Harusnya mah kamu tuh udah gak usah mikirin cowok lagi. Kan jodohnya udah nungguin. Dasar gak tau terima kasih!"

"Cowok yang mana Nin? Aku gak ngerti."

"Tah, barudak gak bisa dikasih tau sama yang tua. Masuk!"

Kalau Ninin sudah bertitah, Kanaya milih bungkam walau hatinya sakit.

Tuduhan yang sama sekali gak berdasar!

Kanaya menahan sekuat tenaga air mata yang menggenang di pelupuk. Hatinya teramat sakit. Ia memilih menuju ke gudang bawah tanah. Tempat di mana kenangan akan kedua orang tuanya hidup.

Aria yang mendengar semuanya, ikut menitikkan air mata. Ia gak rela sahabatnya diperlakukan seperti itu.

***

DECISIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang