Bab 7 Seumpama Kita

12 2 4
                                    

Kota Bandung selalu penuh kejutan. Setiap malam minggu atraksi cosplay memenuhi alun-alun ikon bumi parahiyangan, tepatnya di jalan Asia Afrika. Berbagai kostum menarik berdasarkan tokoh-tokoh anime ditampilkan untuk menarik perhatian pengunjung.

Kanaya bersama Milla bergabung bersama euforia ratusan pengunjung yang berjejal menikmati street art.
Sudah lama Kanaya tidak menikmati suasana malam di tengah kota. Milla berhasil membujuk ninin untuk memberi izin Kanaya pergi menginap di rumah Milla yang terletak tidak jauh dari sekolahnya di Cipaganti.

Bersama kedua orang tua Milla, mereka berjalan beriringan. Kanaya tampak menikmati suasana gegap gempita pasar malam. Sesekali Milla menggodanya dengan mendorongnya ke arah peserta cosplay berkostum drakula. Gadis berambut keriting megar itu tampak puas melihat Kanaya menjerit ketakutan. Keisengannya tak sampai di situ, ia bahkan menarik Aya untuk ikut berjoget bersama mahasiswa Papua yang sedang art performing diiringi lagu khas daerah timur mirip dengan poco-poco.

Kanaya yang kaku berusaha mengikuti gerakan tarian Sajojo. Tarian pergaulan yang mencerminkan bahwa rakyat Papua suka berteman. Bersama beberapa pengunjung, Milla dan Kanaya larut dalam kegembiraan. Makin lama makin banyak yang ikut bergabung. Tua, muda, laki-laki, perempuan, anak-anak bergerak seirama alunan lagu Sajojo yang energik.

Banyaknya peserta membuat Kanaya terpisah dari Milla. Sesuatu membuat mereka seolah rapat membentuk barisan yang membuat gadis itu terperangkap di tengah. Di tengah kebingungan mencari Milla, seseorang menepuk bahunya. Kanaya berbalik dengan cepat.

"Miil ... la. Eh, ma-af saya salah orang."

Kanaya terpana. Di hadapannya berdiri sosok laki-laki setinggi 185 cm yang wajahnya tak asing lagi.

Pria bermata kelam!

Kanaya tak sanggup lagi bicara. Tenggorokkannya seolah terkunci. Waktu seakan berhenti. Suara-suara gaduh di sekitar menjauh. Hanya ada dia dan pria itu. Saling menatap. Berbicara dalam kesunyian. Cahaya berkelindan di sekitar mereka.

"Aku, Aria. Akhirnya kita bertemu." Suara bariton laki-laki itu memecah kebekuan.

Suara yang sama ketika Kanaya dalam kesulitan. Suara yang memberinya semangat.

Lagu I'll find you-nya Kunto Aji seolah bermain di kepala dua orang asing yang dipertemukan nasib.

... Crawlling like the ocean
Running to the rain fall
Crashing in the time paradox
Crawlling like the ocean
Running to the rain fall
Crashing in the time paradox

I'll find you wherever you go
I'll find you wherever you go
I'll find you wherever you go
Through the days and night
I'll find you wherever you go
I'll find you wherever you go
...

Kanaya tak sanggup menjawab. Ia hanya mengangguk sambil sekuat tenaga menahan genangan air yang hampir luruh di ujung netra.

"Aa ... ria?"

Pria itu mengangguk tanpa melepaskan pandangannya ke gadis yang membuatnya melawan takdir.

"Ka-kamu nyata?"

Aria tak mengindahkan pertanyaan Kanaya, ia hanya meraih jemari kanan gadis itu dan meletakkannya di dada.

Kanaya terkesiap. Tak siap dengan gerakan Aria yang tiba-tiba. Tangannya bergetar ketika menyentuh sebidang dada dengan jantung berdegup kencang.

Untuk sejenak mereka seperti hilang arah, hanyut dalam perasaan yang sukar dilukiskan kata-kata. Listrik ribuan watt seperti mengalir dalam darah keduanya.

DECISIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang