Mengarungi separuh bumi bukanlah hal sulit bagi makhluk empat dimensi seperti Aria. Kemampuan transporternya tak perlu diragukan lagi. Bagi makhluk lapis dasar, kemampuan seperti ini bisa saja dimiliki oleh Waliyullah-atas seizin Allah- yaitu mereka yang terjaga dari penyakit batin dan selalu menjaga adab kepada Allah. Disebut juga dengan ilmu melipat bumi.
Langit Bandung masih sama keadaannya ketika terakhir kali Aria tinggalkan. Lapisan awan menggelap dengan tabuhan pekak petir yang bersahutan di kejauhan. Aria tak lagi dapat merasakan vibrasi yang Kanaya kirimkan. Namun, ia yakin ada sesuatu yang membuat Kanaya tak mampu mengirimkan sinyal itu. Sesuatu yang membuatnya tak berdaya.
Tujuan pertama Aria menuju ke rumah vila. Semoga saja kedatangannya kali ini tak terendus Pasukan Adhyaksa. Dalam mode kamuflase ia memasuki rumah yang tampak sepi. Di ruang tamu masih terlihat sisa-sia keriaan. Karpet masih terhampar. Meja persegi yang sedianya untuk acara ijab kabul masih berada di tengah-tengah ruang tamu. Ia mengedarkan pandangan. Tak terlihat ada orang. Kemana Ninin? Dan ... Aya?
Dalam sekejap tubuhnya melayang ke kamar atas. Menengok ke dalam kamar Kanaya. Hati kecilnya berharap Aya ada di situ, tetapi ia hanya melihat tempat tidur yang awut-awutan penuh dengan pernak-pernik perangkat pesta.
"Aya, kamu di mana?" Matanya nanar menatap air yang tercurah dari langit di balkon depan kamar.
***
Dalam kebingungan, Kanaya berusaha untuk berpikir jernih. Semua ini terasa janggal bagi gadis itu. Pertemuan dengan Aria menyeretnya dalam pusaran masalah yang bersumber pada nafsu menguasai harta.
Aria ...
Aria ...
Kanaya berulang kali menguatkan vibrasinya. Menyambung koneksinya yang terputus. Namun, tembok ruang ini begitu tebal. Seakan menelan dan menyerap semuanya. Termasuk energinya.
Terdengar suara pintu diketuk. Kanaya sampai berjengit mendengarnya. Setengah berlari, ia merangsek ke pintu. Berharap dengan sangat seseorang datang dan membantunya. Handle pintu diputar dari luar. Kanaya menatap nanar pegangan pintu yang bergerak ke bawah. Waktu seakan berhenti. Handle terbuka dan tertutup dalam hitungan detik. Nampan yang berisi makanan dan minuman, tanpa disadari telah berada dalam genggamannya.
Seperti menemukan harta karun, Kanaya makan dan minum dengan lahap. Untuk sesaat pikirannya teralihkan dari kenyataan bahwa ia terpenjara.
***
Tanpa Aria sadari, Pasukan Adhyaksa mengintai di kegelapan. Pemimpinnya mengulum senyum, umpan kecilnya berhasil mendatangkan paus.
Sesuatu berkelebat cepat menekan tengkuk, memiting lehernya, dan merampas kalung pendant balung. Ujung benda tajam menyentuh kulit, dinginnya sampai ke ulu hati. Aria hampir tak mampu bergerak, pasukan kasatmata mengepungnya. Pemimpinnya sendiri yang menghunus tombak beracun dekat dengan dadanya.
Aria pasrah, pikirannya tumpul, Di sinilah akhir hidupku. Ia terlambat mengaktifkan tameng sinar biru.
Tubuhnya diseret tanpa ampun dengan tangan terikat dua di punggung. Matanya ditutup dengan kain. Tak ada jalan keluar. Pasukan mereka terlalu banyak.
Maaf Ayah, aku mengacaukan semuanya karena cinta. Tak sanggup menanggung amanah yang engkau berikan, untuk kesekian kali Aria merasa kalah, merasa hidupnya sia-sia. Tanpa kalung pendant balung, ia hanyalah jin biasa tanpa kekuatan. Satu-satunya yang menjadi kunci kebebasannya adalah password untuk menjinakkan raptor penunggu gudang harta.
Pemimpin Pasukan Adhyaksa selalu berjalan di depan. Dengan kecepatan cahaya mereka menuju ke suatu tempat di antara dimensi. Aria diajak berputar-putar agar merasa disorientasi. Perjalanan mereka berakhir pada ruang kedap suara dengan peralatan canggih di dalamnya. Dalam ruangan itu terdapat ratusan kamera virtual yang memuat ratusan angle Aria di berbagai tempat di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
DECISION
Mystery / ThrillerDECISION by Happy Dee Kehidupan Aria Daniswara Budipaksa tak lagi sama sejak menerobos dimensi lain untuk menyelamatkan kekayaan kerajaan jin ayahnya. Dalam pelariannya, secara tak terduga ia bertemu dengan Kanaya Tsabita. Gadis yang membawanya da...