Bab 13 Suriken

5 1 0
                                    

Kunjungan ke rumah singgah kemarin membuat mata Kanaya terbuka. Di sekelilingnya banyak orang yang berjuang untuk hidup. Maka mulai hari ini, ia bertekad untuk lebih menghargai apa pun yang diberikan Sang Pemilik Hidup. Semangat belajarnya kembali bangkit. Ia mulai mengejar kembali apa yang tertinggal beberapa minggu terakhir sejak kepergian Aria.

Jauh di dasar hatinya, koneksi yang ia bangun dengan Aria akan tetap terhubung kuat. Berapa pun jauhnya. Ia masih dapat mendengar detak jantung kekasihnya berbunyi dari konektor maya yang Aria sematkan di telinganya dan itu sudah lebih dari cukup.

Waktu terus berjalan tanpa kompromi. Surat keterangan lulus sudah di tangan. Pendaftaran online untuk mengikuti ujian masuk PTN berbasis komputer sudah dilakukan. Tinggal menunggu pelaksanaan ujian yang tinggal menghitung hari. Mila tak henti-hentinya mengingatkan Aya untuk jaga kondisi kesehatan. Terlalu banyak begadang membuat tubuh letih sehingga daya konsentrasi menurun. Si rambut keriting itu kadangkala benar juga. Kanaya tersenyum membayangkan ekspresi Mila yang sok serius.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, nilai tes kali ini akan diberitahukan kepada peserta. Hasil inilah yang akan menentukan apakah peserta diterima di PTN yang diinginkan atau tidak. Meskipun ada kesempatan mengulang, tetapi Kanaya berusaha keras agar lolos pada saringan pertama.

Ninin tampaknya tak begitu peduli dengan apa yang cucunya perjuangkan. Sebagai produk orde lama, sistem tes berbasis komputer tak masuk di nalarnya. Jaman dulu ujian, ya menulis di kertas. Lagipula rencana menjodohkan cucunya dengan juragan sapi tetap akan berjalan, suka atau tidak.

***

Tes SMBPTN telah berlangsung selama empat puluh menit. Kanaya berusaha keras menyelesaikan soal-soal Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompetensi Akademik (TPA) yang diujikan. Ia baca perlahan-lahan setiap soal sebelum menjawab. Tipe soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) membutuhkan ketelitian dan kejelian dalam menjawabnya.

Tes yang berlangsung dari jam 07.00 sampai 15.30 benar-benar menguras pikiran dan tenaga. Mengingat banyaknya peminat serta rendahnya tingkat penerimaan PTN membuat hati gadis itu menjadi bimbang.

Bagaimana kalau gagal lagi?
Apakah ia harus cuti setahun untuk mengambil tes ujian masuk PTN tahun berikutnya? Sedangkan Ninin pasti akan terus memaksanya untuk menerima perjodohan dengan Pak Adang.

Sambil berjalan keluar gedung Kampus Jatinangor Unpad, berbagai pikiran berkecamuk di benak gadis itu, sehingga tak sadar kalau sebuah motor melaju kencang ke arahnya.

Ciiit, BRAAAK! Suara rem mendecit ditambah dengan body motor yang menyerempet tubuh semampainya hingga mencium aspal.

Pengemudi motor yang menggunakan helm full face bergegas turun. Orang-orang berkerumun ingin tahu apa yang terjadi. Ramainya massa membuat ruang gerak menjadi sempit. Kanaya berusaha keras untuk tetap sadar, tapi ada sesuatu yang meleleh dari dahinya, darah. Banyaknya orang yang berkerumun membuat gadis itu lemas karena udara yang pengap. Lama-kelamaan pandangannya kabur dan semuanya menjadi gelap.

Pemuda itu tampak panik, melepas helmnya kemudian meminta bantuan orang-orang disekitar untuk menunjukkan klinik terdekat. Sementara ia merelakan scarf-nya digunakan untuk menekan luka agar darah tidak terus keluar.

***

Ruangan berbau karbol dan bertirai putih seakan memberitahu Kanaya keberadaan dirinya. Setelah pingsan dalam perjalanan, Kanaya bersyukur dapat tiba di Klinik Padjajaran Jatinangor tepat waktu. Pertolongan pertama segera dilakukan, memasang oksigen serta membersihkan luka terbuka.

Setelah dilakukan tindakan, barulah
pemuda yang menyerempet Kanaya duduk di samping bangsal. Matanya terpejam, tangannya terlipat di dada. Tanpa laki-laki itu sadari, Kanaya mulai siuman. Ia melihat sekeliling ruangan, jarum infus tertusuk di tangannya.

DECISIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang