Kini Chun-lui maupun Seong-deok sedang dalam mode kebisuan seribu kata. Keduanya saling sama-sama canggung untuk membuka suara. Hanya suara jangkrik dan suara katak, yang menemani kesunyian malam.
"Ekhem." Batuk Seong-deok yang membuat Chun-lui menatapnya, "Eum, apa kau tidak pulang ini sudah malam?"
"Ah i-iya ini aku akan pulang, kau sendiri?" tanya balik Chun-lui.
"Aku juga akan kembali."
"Di mana kau tinggal? Maksudku, selama ini aku tidak pernah tau siapa kau dan di mana kau tidur."
"Aku, aku manusia namaku Seong-deok, aku tidur di manapun yang menurutku itu tempat yang nyaman." Jawab Seong-deok.
"Ya, aku tahu kau manusia dan aku tahu namamu Sendok... Berarti kau pernah tidur di sini juga?"
"Hem, seperti yang aku bilang, jika tempat itu membuatku nyaman, maka aku akan bersandar padanya." Ungkap Seong-deok.
Chun-lui menaikan alisnya tidak mengerti. "Aku tidak mengerti."
"Sudahlah lupakan, kau pulang saja, hari mulai semakin larut dan cuaca juga sangat dingin, tidak baik bagi tubuh wanita tua ringkih sepertimu." Kata Seong-deok.
"Hey! Tarik kata-katamu itu tuan Sendok! Aku ini tidak tua!" protes Chun-lui merasa tidak menerima dikatakan tua. Ya, Chun-lui tau, semenjak ia keluar dari istana, ia tidak pernah sama sekali merawat dirinya sendiri. Lagi pula Chun-lui tidak terlalu memperdulikan ataupun memperhatikan wajah maupun penampilannya, yang terpenting saat ini ia masih diberikan kehidupan.
"Heh, kau berkata dirimu tidak tua? Tidakkah kau sadar? Lihatlah mata berkantung mu itu yang menghitam, kulit wajah yang kering mengeriput. Sebenernya kau ini nona muda atau... Ah jangan-jangan kau seorang penyihir yang sudah ratusan tahun menjelma menjadi gadis muda, karena kau tidak mendapatkan mangsamu, makanya kulitmu itu mulai mengeriput!"
"Cih, murahan sekali. Cerita mu seperti dongeng anak yang kau ceritakan kepadaku... Kau memang paling pandai bercerita, apa lagi mengarang kejadian palsu."
"Seperti yang kau katakan saja," senyum tipis Seong-deok.
"Terserah kau saja, aku benar-benar bosan bila berada disisimu, mulutku rasanya sangat gatal, ingin menyumapah serapahimu," kata Chun-lui yang beranjak dari duduknya.
Saat Chun-lui sudah melangkah pergi, Seong-deok menghentikan langkahnya, seperti mengulur-ulur waktu untuk Chun-lui kembali pulang.
"Kau sendiri? Siapa kau sebenarnya?" tanya Seong-deok.
Chun-lui membalikan tubuhnya melihat Seong-deok yang masih bersandar di pohon, "Seperti yang kau ketahui, aku adalah manusia, namaku Chu... Ah Hyun-hee." Kata Chun-lui yang hampir saja mengungkapkan nama aslinya.
"Aku tahu itu, dasar bodoh... Ada sesuatu yang kau sembunyikan. Sepertinya kau banyak menjadi target incaran para penjahat," kata Seong bersedekap dada.
"Hey, tuan Sendok, kau menjawab pertanyaanku seperti itu juga kan!?... Dan untuk aku di incar, memang benar aku punya banyak musuh."
"Apa penyebabnya? Jika tidak ada penyebabnya pasti kau tidak akan banyak di incar oleh musuhmu kan?"
"Itu bukan urusanmu," kata Chun-lui singkat.
"Memang bukan urusanku, aku seorang pria dan kau seorang wanita... Jika kau membutuhkan pertolongan, aku akan selalu di sekitarmu." Kata Seong-deok.
"Heh, memangnya siapa kau? Aku tidak butuh pertolongan dari siapapun. Aku bisa hidup dengan caraku sendiri." Sinis Chun-lui yang langsung beranjak pergi meninggal Seong-deok dengan tatapan penuh tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heir To The Throne
Fantasy04-11-2018... Happy Reading... ^^ Di tahun 2030, seorang wanita pembunuh bernama Kim Hyun-hee. Ia terkenal paling di takuti seluruh dunia dengan kekejamannya bak malaikat maut, yang siap datang kapan saja, sehingga tanpa sepengetahuan orang lain, H...