[Story] No Game No Life, No Game No Love (1)

1.4K 102 158
                                        

Warning: Ada kiss scene. Saya gak yakin kiss scene cocok dimasukin warning apa nggak, tapi bodo amat. Just in case.

EDIT: Karena saya rasa memang terlalu panjang kalo jadi one-shot, saya pecah jadi beberapa bagian, ya. :D

*

*

*

*

*

Hari Valentine adalah hari yang pentingnya tidak penting bagi Sloth, namun merayakannya bersama Kebajikan adalah hal yang lain lagi.

Mereka sudah melakukannya dari lama; Sloth sendiri hampir lupa kapan pertama kali tradisi ini diadakan. Setiap 14 Februari, para Dosa dan Kebajikan akan melakukan gencatan senjata dan memberi satu sama lain cokelat atau benda lain yang berhubungan dengan hari Valentine. Awalnya, hanya pihak Kebajikan yang memberikan cokelat, namun belakangan Dosa juga mulai membalas pemberian mereka.

Hanya untuk hari itu, mereka diperbolehkan bersama tanpa harus bertarung sampai mati. Bukan berarti mereka bisa mati, karena mereka adalah Roh. Suatu mukjizat haruslah terjadi bila seseorang menginginkan mereka untuk hilang selamanya.

Walau begitu, kalau harus ada yang mati, bagaimana dengan yang lain? Sloth tidak peduli. Namun, ia penasaran apa yang akan terjadi jika ia berpulang. Ia malas memikirkannya, tapi ia yakin Diligence akan bereaksi kuat terhadap kepergiannya. Mereka rival, bukan?

Apakah ia bisa menyebutnya demikian?

Ambil Envy dan Kindness sebagai contoh. Walau menjadi musuh bebuyutan, sang Iri Hati memiliki ikatan unik dengan sang Kebaikan Hati. Kindness jelas peduli terhadapnya, dan Envy mengapresiasi tindakan gadis tersebut; sekalipun Envy menyembunyikan perasaannya di balik tingkahnya yang dingin dan keras kepala. Murder menyebutnya [kasih sayang], dan itu mungkin benar atau salah. Sloth tidak peduli.

Dia juga ingat Gluttony dan rival-coret-rekannya Temperance. Kendati sering merasa terusik dengan tabiat aneh dari sang Kerakusan, sang Kesederhanaan tetap menghormatinya sebagai Roh yang setara. Hal yang sama juga dilakukan Gluttony, walau Sloth curiga dengan sikap adiknya yang usil dan senang menggoda si gadis kuil.

Adapun Wrath dan Patience. Sekalipun hubungan mereka cukup mendekati embel-embel [musuh], mereka masih menolong satu sama lain. Buktinya, sang Kemurkaan membiarkan kekuatannya disimpan sang Kesabaran di dalam lira yang Wrath buat dari sisik Daemonium miliknya sendiri. Hubungan itu bagaikan simbiosis mutualisme: Patience tidak perlu kesakitan menahan amarah Wrath dari dalam, dan Wrath tidak perlu cemas kekuatannya akan menghancurkan dirinya sendiri.

Kemudian... ada Diligence dan Sloth.

Sesungguhnya, sang Kemalasan tidak tahu hubungan apa yang ia miliki dengan sang Ketekunan. Ya, mereka dulu suka bermain game, sampai Perang terjadi dan para Dosa Besar menguasai Dunia Roh. Tentu saja rivalnya tersebut akan merasa getir, walaupun konflik utama antara kedua kubu sudah bisa dibilang terselesaikan. Bukannya Sloth peduli, karena konsol game barunya diubah menjadi kalkulator oleh Diligence.

Jadi... hubungan mereka negatif, bukan? Mereka memiliki rasa tidak suka terhadap pihak lain, dan hanya itu yang diperlukan untuk menyebut hubungan mereka [buruk].

Atau seperti itu yang ia pikirkan.

Sloth mulai menyadari sesuatu. Setiap kali mengobrol, Diligence sering membuat analogi-analogi berhubungan dengan video game. Tidak hanya ketika berbicara dengannya, namun juga dengan Rion, para Junior, saudara-saudarinya, dan bahkan para Dosa Besar lain. Memang, Sloth-lah yang memperkenalkan Diligence pada dunia game, namun ia tidak pernah menyangka rivalnya itu akan tertarik sebegitunya.

Desime CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang