[Story] No Game No Life, No Game No Love (3)

1K 80 92
                                        

Sloth merengut kaget. Jadi, orang yang Diligence temui itu sebetulnya adalah seorang gadis? "What?"

"Iya, serius. Aku sendiri gak yakin dia beneran cewek atau nggak, atau dia beneran 18 tahun apa cuma bohong. Tapi pas aku liat lagi, kadar kejujurannya tinggi banget. Bisa kubilang dia itu Saint dari Honesty!"

"Emang Junior bisa punya Saint atau Sinner?"

"Mungkin aja, sih. Roh Junior emang gak bakal bisa ngambil wujud mereka, tapi pasti ada manusia yang meneladani mereka sampe bisa jadi Saint atau Sinner." Sambil mengontrol karakternya di dalam game, Diligence menyambung, "Tapi, balik ke pembicaraan yang tadi, deh. Intinya, kamu itu berguna. Aku gak ngomongin Dosa Besar yang lain; Envy lah, Wrath lah, siapa lah. Aku ngomongin kamu."

Sloth berharap mukanya tidak sedang merona sekarang. "Itu... itu opini dia, kan? Bukan dari kamu sendiri?"

"Emang, sih. Asalnya itu pendapat si Vian aja. Tapi habis itu, aku mikir-mikir lagi. Mungkin dia bener. Kalo gak ada kamu, gak bakal ada yang namanya main game. Game memang bikin orang males, tapi orang-orang yang bikin game itu sendiri adalah pekerja keras yang pantang menyerah." Diligence tersenyum kecil, entah mengapa terlihat pahit di mata Sloth. "Itu aja... udah [Paradoks], ya. Ternyata kemanusiaan dibangun dari gabungan dosa dan kebajikan."

Sloth termenung. Jadi, konflik mereka selama ini itu sia-sia? Sloth tahu bahwa konflik antar Roh didalangi oleh Witchcraft, tapi setidaknya dulu mereka berpikir bahwa perjuangan mereka memiliki arti: [antara Dosa dan Kebajikan, siapa yang berkuasa?] Setidaknya dulu mereka mendapat sedikit motivasi untuk memenangkan pertempuran itu. Sekarang apa? Semua yang mereka korbankan sudah tidak ada maknanya lagi. Tidak ada gunanya memprovokasi manusia untuk memilih dosa atau kebajikan, jika manusia itu sendiri terbentuk karena persatuan antara dua kerajaan! "Jadi... gak ada gunanya kita berantem."

"Kalo berantem kecil-kecilan sih bisa dimaklumi. Tapi kalo segede ini...." Setelah sesi game berakhir, Diligence berdiri dan berjalan menghampiri kulkas. "Mau makan cokelat? Biar gak sedih lagi."

"Emang aku lagi sedih?"

"Nggak, tapi kan suasananya lagi begini."

Ternyata Diligence orang yang peka. Sloth kagum. Namun, tetap saja ia curiga dengan cokelat yang diberikan pemuda ini. Jangan-jangan ada bubuk protein dan vitamin di dalamnya. Sloth lebih baik menjadi bina rangka daripada bina raga.

Diligence kembali dengan cokelat di tangan. Ia memberikannya pada Sloth, lalu beralih untuk mengganti CD game.

Si gadis memandang punggung si pemuda dengan malas. "Matiin aja. Aku bosen nge-game."

"Ya elah, baru satu game doang." Walau begitu, Diligence menurut dan mematikan konsol game, membereskannya, dan duduk di samping Sloth sambil membuka bungkus cokelat. Isinya adalah banyak kepingan cokelat beraneka warna, bentuknya hati.

Wajah Sloth terasa panas melihatnya. Ia memalingkan muka, memeluk Verhurn kencang. "Kamu, sih. Satu game aja ampe sejam."

"Itu yang namanya [tekun], Sloth."

"Tekun main game itu [males] namanya."

"Tetep aja aku gak menyerah mainnya! Itu udah [ketekunan]!"

"Dasar gila kerja."

"Dasar tukang tidur."

"Beruang."

"Koala."

"Jingga."

"Ungu."

Hening.

Desime CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang