🐥Fase.7🐥

122 7 0
                                    

     Alana terus menatap ke arah Vano yang sedang berusaha merebut bola dari tim lawan. Kedua bola mata Vano sesekali melihat ke arah Alana yang sedang memperhatikannya. Alana menyatukan kedua tangannya, ia takut Vano akan gagal kali ini. Jika Vano gagal mungkin Vano akan menyalahkannya karena tidak berteriak atau mendukung sama sekali.

     "Gooolllll ... " triak suporter tim Vano saat melihat Vano berhasil memasukan bola ke gawang, spontan membuat Alana tersenyum lebar sambil melompat kegirangan.Vano spontan menatap ke arah Alana, baru kali ini ia melihat Alana melompat lompat seperti anak kecil.

     Vano berlari ke arah Alana yang tengah tersenyum sambil memegang tas milik Vano,

     "Nih, minum dulu" Alana mengambil sebotol air mineral di tasnya, entah dorongan dari mana yang membuatnya melakukan itu.

     Vano tersenyum saat menerimanya, "thanks, gue ganti dulu. Lo jangan kemana mana" Vano pergi meninggalkan Alana yang masih tersenyum senang. Beberapa teman Vano mulai berbicara tentang Alana.

     "Eh, lo pacarnya Vano?" Tanya salah satu teman Vano yang sedang berjalan ke arah Alana.

     Alana tersenyum, "Bukan, cuma temen kak" Jawab Alana,

     Dddrrrttt ....
     Alana merasakan ponselnya bergetar di dalam saku celananya. Dilihatnya layar ponsel yang menampilkan nama Natha. Dengan cepat Alana menerima sambungan telfon dari sahabatnya itu.

     "Apa?"

     "Lo buruan dateng ke blue cafe" terdengar suara Natha yang seperti orang takut ketahuan.

     "Ada apa sih?"

     "Lo ngga akan percaya kalo lo ngga liat sendiri"

     "Ya udah, gue ke sana"

     "Oke, gue share lokasinya"

     Alana memutuskan sambungan telfonnya, dalam benaknya berbagai macam pertanyaan mulai muncul. Tak lama setelab Alana menaruh ponselnya di dalam tas, Vano datang sambil menggendong tas hitamnya.

     "Ayo, kita jalan"

     Alana terdiam sesaat, ia masih belum menemukan alasan yang tepat jika tiba tiba Vano bertanya padanya.

     "Van, bisa anterin gue ke blue Cafe sekarang?" Tanya Alana,

     Vano mengerutkan dahinya, ada yang aneh dengan Alana, tak mau membuat Alana pusing, Vano langsung mengangguk.

     "Oke"

     Mereka berdua berpamitan kepada semua teman Vano, sebelum akhirnya pergi meninggalkan stadion futsal.

***

     Sesampainya Alana dan Vano di Blue cafe, mereka langsung di sambut dengan pemandangan Daniel yang sedang bermesraan dengan dua perempuan yang sama sekali tidak Alana kenal.

     "Kampret, cowo Berengsek" maki Alana saat melangkah masuk ke dalam cafe, dengan cepat Vano mengikutinya dari belakang, ia tidak ingin terjadi hal buruk pada Alana.

     Byurrr...
     Alana menyiram segelas jus di hadapannya kepada Daniel, puncak amarahnya sudah ada di ujung tanduk. Ia tidak bisa menahan lagi.

      "apa apaan ini?"

      "Aku minta putus" Ucap Alana dengan cengiran yang menutup air matanya yang sebentar lagi akan jatuh,

     "Na, dengerin aku dulu ya. Mereka ini cuma temen ngobrol aja"

     Vano duduk di samping Daniel, beberapa kali ia sengaja menepuk bahu Daniel.

     "Kamu bilang temen ngobrol? emang temen ngobrol itu suap suapan? Okelah aku bisa terima kalo cuma duduk deket, tapi ini. Pegangan tangan iya, di tambah kalian suap suapan"

     Alana mencoba menatap ke atas agar air matanya tidak jatuh ke bawah. Ia akan terlihat bodoh jika menangisi seorang Daniel.

     "Oke aku emang salah, tapi tolong kasih aku kesempatan kedua"

     Alana tersenyum mendengar dua kata terakhir yang Daniel ucapkan, "gue minta udah dramanya, selama ini gue dah kasih kesempatan. Bahkan gue dah kasih lo lebih dari kesempatan kedua. Tapi kali ini maaf, gue ngga bisa. Gue dah cape Nil, gue dah cape nanggepin lo yang selalu minta duit sama gue" jeda Alana,

     "Kita udahan aja, ini bukan cuma buat gue. Tapi ini juga buat kebaikan lo sendiri" Ucap Alana sebelum akhirnya pergi meninggalkan Daniel yang sudah diam mematung, terlihat wajahnya yang mulai kesal.

     Alana menarik tangan Vano keluar cafe, kali ini ia benar benar merasa oksigen di dalam cafe mulai menipis.

     "Gue anterin pulang ya?"

     "Iya" suara Alana membuat Vano langsung menatap ke arahnya. Alana mengeluarkan suara datar dan dingin yang jarang ia lakukan.

________________________

To be continued

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang