🐥Fase.13🐥

108 5 4
                                    

     "Oh ya, tadi kalimat lo kepotong sama bunda. Tadi lo mau bilang apa?" Tanya Alana,

     Vano menaikan kedua alisnya, "oh iya, sebenernya gue kesini mau minta pendapat lo. Rencananya gue mau nembak dia"

     Perkataan Vano berhasil membuat Alana tersedak sup yang sedang ia makan. Tak hanya Alana, Natha dan Irzapun ikut terkejut.

     "Dia? Maksud lo Rara?"

      Kini Alana hancur, tapi apa dayanya. Dia hanyalah perempuan biasa, ia bukan Rara yang selalu bisa menjawab pertanyaan guru guru di sekolah, ia juga bukan Rara yang selalu bersikap manis pada laki laki.

     Jika bisa saat ini Alana sudah berteriak pada Vano, tapi siapa dia melarang Vano mencintai Rara.

***

     Setelah Vano dan Irza pulang, Natha langsung melompat ke tempat tidur Alana. Banyak pertanyaan dalam benaknya yang harus ia tanyakan pada Alana.

      "Na, lo sehatkan Na?" Tanya Natha,

     Alana menunjukan wajah datarnya "Gue lagi sakit Tha, gimana sih lo" jawab Alana dengan santai, walau ia tau apa yang Natha maksudkan.

     "Maksud gue, aissshhh... susah banget sih ngomong sama lo"

     "Apaan sih, ga jelas. Minggir gue mau mandi" Alana pergi begitu saja tanpa mempedulikan perkataan Natha.

     kedua alis Natha bertautan,"Mau kemana"

     "Mau nganter lo pulang" triak Alana dari dalam kamar mandi. Natha yang mendengarnya sontak mengerucutkan bibirnya. Secara tidak langsung Alana sudah mengusirnya

     "Jahat" gumamnya, sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar Alana.

     Sementara Alana menangis di dalam kamar mandi, ia benar benar  hancur sekarang.

     "Alana ... lo itu siapa? Lo itu cuma temen, kenapa sih lo itu bego banget jadi orang. Kenapa lo mau aja jadi temen curhatnya dia? Kenapa lo mau cuma jadi persinggahannya Vano. Kenapa ... gue cape nyimpen rasa ke lo Vano gue cape" tangis Alana pecah seketika, ia tidak tau lagi bagaimana jadinya jika ia terus bertahan di samping Vano.

     Tok ... tok ... tok ...
     "Na, lo ngga papa kan? Na? Lo denger gue kan? Lo ngga papa kan?" Terdengar suara Natha sedang berteriak dari luar kamar mandi.

     Brakkk ...
     Alana membuka pintu kamar mandi dengan keras, kedua mata Natha membulat sempurna ketika melihat mata Alana merah dan berkaca kaca.

     "Gue tau lo cape Na, makanya gue bilang stop korbanin perasaan lo. Lo itu manusia Na, manusia ... coba lo lupain dia dan lo harus buat warna lagi" ucap Natha,

     "Lo pikir gampang? Coba lo sendiri gimana sama Irza, apa lo ga pernah nangis karena Rara terus deketin Irza? Apa lo udah coba lupain Irza? Belumkan? Kadang orang yang nasehatin orang lainpun ngga bisa menasehati diri sendiri"

     Natha terdiam ia tidak tau harus berkata apa. Semua yang Alana bicarakan benar adanya.

      Alana kembali masuk ke kamar mandi, ia juga tak lupa untuk menutup pintunya dengan suara keras. Natha yang melihat itu hanya bisa terdiam dan pasrah.

***

       Sore ini Alana mengendarai mobilnya pada kecepatan medium, ia harus segera ke taman untuk menemui Vano. Entahlah, menurut Alana ini ide yang bagus.

       Tak membutuhkan waktu lama Alana sudah sampai di taman. Kedua bola mata Alana berusaha menyisir taman tapi ia tidak melihat ada Vano di sana.

     Tok ... tok ... tok ...
     Alana menoleh ketika suara ketukan jendela melesat masuk ke telinganya. Yap, siapa lagi jika bukan Vano.

     "Turun" perintah Vano, dengan cepat Alana menuruti perintah Vano.

     Alana masih diam sementara Vano menuntun Alana untuk duduk di kursi penumpang. Aneh saja bagi Vano melihat Alana diam. Kemudian ide aneh terbesit di benaknya.

     Sambil memasang seat bletnyanya Vano mulai menjalankan ide anehnya.

     "Mau liat senja?" Tanya Vano

     "Ngga"

     "Mau makan?"

     "Ngga"

     "Mau liat aku nembak Rara?"

     "Ngga"

     Alana langsung menutup mulutnya, Ia benar benar tidak menyadari pertanyaan Vano tadi.

     Vano terkekeh pelan saat melihat perubahan ekspresi Alana, "Beli bunga dulu?"

     "Iya iya"

__________________
TBC

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang