🐥Fase.23🐥

105 5 0
                                    


     Suasana kelas semakin ricuh, ada yang sedang bercerita, berteriak bahkan ada yang sedang menari. Kecuali Irza dan Vano, mereka berdua tengah tertidur pulas.

     Alana melangkahkan kakinya kedalam kelas, di sampingnya ada Natha yang telinganya sudah tertutup oleh earpohne.

     Baru Natha akan duduk di tempat duduknya, tangannya sudah di tarik oleh Rara.

     "Lo yang bikin gue putuskan?"

     Natha tetap diam, kedua matanya menatap Rara dengan datar. Alana dan Irza yang mendengar itu langsung menatap ke arah Rara. Sementara Vano masih tertidur pulas.

     Seluruh kelas mendadak diam, menurut mereka ini pertama kalinya seorang Rara memarahi orang lain. Merasa tidak penting, Natha kembali duduk.

     "Heh, lo punya telinga? Lo ngga tulikan?!" Perkataan Rara berhasil membuat Natha berdiri. Gadis itu melepas earphone yang menutup kedua telinganya.

     "Lo ngomong apa sih Ra?" Tanya Natha,

     Plaakkk ...
     Rara menampar Natha begitu saja, hal itu membuat Irza mendekat ke arah Natha.

     "Rara!" Triak Vano,

      Rara menatap ke arah tangannya, kini ia sudah menampar seseorang. Tangan yang biasanya ia gunakan untuk menulis rangkuman pelajaran, kini ia gunakan untuk menampar temannya sendiri.

     Vano berjalan mendekati Rara, "Kenapa? Kenapa nampar orang tanpa sebab? Kenapa?" Tanya Vano,

     Kedua bola mata Natha berkaca kaca, air mata yang sedari tadi di bendungnya kini mulai luruh. Ia sudah tidak bisa hanya berdiam menerima tamparan Rara.

     "Gue salah apa? Apa pernah gue ngerebut Reza dari lo? Apa pernah gue ngerebut Vano dari lo? Mau lo apa Ra? Gue udah coba sabar selama ini, lo tau kenapa? ... " Jeda Natha

     "Karna gue ngga suka lo cuma mainin perasaan orang orang yang gue sayang" sambungnya,

      Natha pergi begitu saja, air matanya masih mengalir. Irza tidak diam begitu saja, ia mencoba mencegah Natha untuk pergi.

     "Lo suka sama Vano?" Tanya Rara,

     Natha menghentikan langkahnya, matanya menatap tajam Rara. Ia benci Rara bahkan sangat benci.

     "Ngga" Jawab Natha, kedua matanya kini menatap Alana yang tengah berdiri sambil meremas kertas yang semula adalah lampiran untuk surat yang ia buat.

     "Lo perempuan macem apa?"

     "Lo liat sendiri"

     "Lo ngga usah deket deket dia lagi"

     "Jangan pernah mengatur orang lain, seolah bumi cuma mengitari lo" Ucap Natha sambil mengambil tasnya lalu ia pergi begitu saja.

     Alana terduduk di tempat duduknya, ia bahkan tidak tau apa yang sedang terjadi. Beberapa kali ia mencoba mengingat ngingat apa yang sebelumnya Natha ceritakan padanya. Siapa tau ia bisa tau apa yang sebenarnya terjadi antara Natha dan Rara.

***

     Natha duduk di sebuah Cafe, di hadapannya sudah ada Irza yang tengah menatap ke arah Natha. Entahlah, Irza sendiri tidak tau apa yang mendorongnya hingga mau menatap perempuan yang selama ini tidak ia pedulikan.

     "Lo punya masalah?" Tanya Irza,

     "Bisa ngga usah natap gue kaya gitu? Gue ngga suka" Jawab Natha,

     Irza mengangguk, sorot matanya langsung ia turunkan ke arah segelas jus di hadapannya. Hari ini Natha terlihat lebih menyeramkan dari biasanya. Terlebih tatapan mata Natha.

     Natha mengeluarkan kertas dan pensil yang ia bawa, tangannya mulai bergerak. Menuliskan segala sesuatu yang ada di pikirannya.

Tak terkira waktu telah berlalu
Jembatan itu sudah runtuh dengan sendirinya
Garis penghubung telah pudar
Menyisakan sebuah teka teki yang menduga
Sayatan kian nyata,
Membekas dalam sejuta lara
Memberi inti pada sebuah realita

     Natha memberikan kertas yang sudah ia tulis pada Irza, Natha berharap Irza bisa menjawab teka teki itu saat Natha menyuruhnya.

     "simpen, buka kalo aku minta" ucap Natha,

     Irza menatap Natha dengan dahi berkerut, "o..oke"

     Natha menelungkupkan wajahnya di antara kedua lipatan tangannya, sementara Irza hanya bisa diam. Mengamati Natha yang telah membenamkan wajahnya.

     "Irza!"

     Irza menghela nafasnya saat mendengar suara seseorang yang memanggilnya. Terlalu menyebalkan jika Reza datang saat ini.

     Natha mendongakan kepalanya, kedua maniknya menatap lurus Irza. Jika Vano dan Alana melihat Reza datang ke sini, maka masalah akan menjadi semakin rumit.

     "Hallo, gue Reza. Temen Irza waktu smp"

     "Ya gue tau" Balas Natha,

     Irza meneguk jus yang ada di hadapannya dengan susah payah. Sebelumnya ia di beri tau oleh Vano jika Reza akan datang terlebih dahulu, itu untuk mencari tau apakah ada sesuatu di antara Reza dan Natha.

     "Za, kenalin dong ke gue siapa dia"

     Natha tersenyum sinis, ia memilih menutup telinganya menggunakan earphone dari pada suruh melayani Reza yang notabene mantanya Rara.

     "Oh, dia Natha. Temen sekelas gue"Ucap Irza, saat ini Irza bisa merasakan kecanggungan yang terjadi di dalam cafe. Walaupun ada banyak pengunjung lainnya.

     Irza menoleh, tatapannya bertemu dengan Vano yang sedang berjalan ke arahnya bersama dengan Alana. Mereka langsung duduk di tempat yang sudah di sediakan.

     Vano menatap Irza, laki laki itu hanya mengendikan bahu untuk membalas tatapan Vano. Alana yang menyadarinya langsung menepuk bahu Natha.

     "Lo kalo ada sesuatu cerita. Siapa tau gue bisa bantu" ucapnya,

     "Ngga Na, gue ngga punya masalah. Tapi gue ngga tau apa yang bikin Rara semarah itu sama gue"

     Vano menatap Natha dan Reza secara bergantian. Ia tidak mengerti dengan semua hal yang terjadi beberapa waktu lalu.

     "Reza, lo ada hubungan apa sama Natha?" Tanya Vano, Natha yang mendengarnya hanya tersenyum sinis.

     Reza menaikan satu alisnya, "lo aneh, gue aja baru kenal. Masa ia gue punya hubungan sama dia" Jawab Reza,

     Jika bukan karena ada Alana pasti saat ini Vano sudah menghabisi Reza. Kehidupan Vano kini hanya tentang Alana dan Rara. Dua perempuan itu selalu ada dalam pikirannya

____________________
To be continued

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang