🐥Fase.14🐥

99 5 1
                                    

     Langkah kaki Alana terhenti saat matanya menangkap sepasang manusia yang tengah berdiri berhadapan di bawah hujan. Matanya mulai memanas, bersiap untuk meluncurkan air matanya. Cepat cepat ia berbalik dan meninggalkan sepasang manusia yang tak lain adalah Vano dan Rara.

     Alana segera mengusap air mata yang akan meluncur ke pipinya, "kenapa mereka bikin gue makin benci sama hujan" Ucap Alana dengan suara parau menahan tangis.

     Vano yang melihat kepergian Alana kembali melanjutkan aksinya, ia pikir Alana tidak menangis melainkan Alana tidak ingin mengganggu rencananya.

     Disisi lain Alana tengah berteriak di bawah hujan tepat di depannya terdapat danau buatan yang tengah menerima tetes air hujan.

     Terdengar suara derap langkah kaki yang melesat masuk ke dalam telinga Alana. Spontan Alana menoleh, ternyata suara itu milik sepatu Davy.

     "Jangan lama lama hujan hujanan, gue ngga mau lo sakit" Ucap Davy sambil memegang payung di atasnya.

     Alana mengangguk, tanpa di tawari minum oleh Davy ia sudah mengambilnya dari tangan Davy.

     "Kalo tau mencintainya sesakit ini, gue ngga akan coba mencintainya dengan tulus"

***

     Pagi ini Alana melangkahkan kakinya menuju kelas tempat ia belajar. Ia tidak ingin ketinggalan pelajaran, apalagi sudah dua hari dirinya tidak masuk sekolah.

     Alana menutupi mata sembabnya dengan kaca mata hitam. Mungkin semua orang tidak ada yang tau apa yang terjadi pada Alana. Tapi dengan kacamata yang Alana pakai tentu membuat rasa keingintahuan mereka muncul.

     Natha menyipitkan matanya, "Na, mata lo timbilan? Ya ampun lo habis ngintipin siapa?" Pertanyaan Natha sukses membuat seisi kelas tertawa,

     Alana menarik nafasnya dalam, ia benar benar tidak tau bagaimana kalimat itu keluar dari mulut Natha. Andai saja bisa, mungkin Alana sudah menutup mulut Natha dengan kertas kertas yang ia pegang.

     Brakkk...
     Alana menoleh ketika mendengar tas yang jatuh ke lantai, siapa lagi jika bukan ulah Vano. Entah kenapa tapi Alana merasa Vano sedang tidak baik baik saja.

     Natha menaik turunkan alisnya sebagai kode pada Alana.

     "Ha ... ha...  hatchi ..." suara bersin Alana membuat Vano menatap ke arahnya,

     "Na, lo sakit?" Tanya Vano,

     Alana kembali memasang masker yang sempat terlepas. Sesekali ia membetulkan kaca matanya yang hampir terlepas.

     Vano bangkit, ia merasa ada yang aneh dengan Alana. Langkah Vano terhenti saat melihat Alana akan pergi.

     "Mau kemana sayang?"

     Alana terdiam mematung, kini semua mata tertuju padanya. Tak terkecuali Natha yang tadi sedang bermain Laptop.

     Vano tersenyum mendapati semua orang di kelas terdiam. "Jangan pergi kalo ngga mau di kejar"

     'Please jangan jatuh ke lubang yang sama' ucap Alana dalam hati,

     Alana berbalik badan mencoba untuk tidak terbawa oleh perkataan Vano tadi. Vano melepas masker dan kacamata yang Alana gunakan. Kedua matanya membulat sempurna saat melihat mata Alana yang sembab.

     "Lo habis nangis?"

     "Ngga, kemarin gue berantem sama hujan. Karena mereka bikin gue marah, dan bikin gue makin benci sama mereka" jawab Alana dengan ketus.

     Alana pergi meninggalkan Vano tanpa mengambil masker dan kacamatanya lagi. Baginya ini sudah cukup, kini giliran Alana yang berjuang untuk pergi dari Vano.

     Detik berikutnya Vano duduk di sebelah Natha, tangan kirinya menepuk lengan Natha agar Natha tidak mengabaikannya.

     "Heh"

     Natha menoleh, jika bukan karena Alana menyukai Vano pasti Natha sudah meninggalkan Vano dan memilih untuk sarapan di kantin.

    "ck, paan sih?"tanya Natha dengan ketus

    Vano menatap jangah ke arah Natha, "Alana kenapa?"

     "Mana gue tau, emangnya gue bajunya" ucap Natha dengan nada yang masih ketus,

     "Nih kasih Alana, trus bilang sama dia suruh bales chat gue" Vano memberikan sebuah novel pada Natha agar di berikan pada Alana.

____________________
TBC

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang