🐥Fase.29🐥

116 2 0
                                    


     Sore ini Alana duduk di pinggir pantai, menikmati senja yang kian memudar. Hembusan angin laut membelai rambutnya. Gadis itu tidak merasa dingin.

     Setelah bertemu dengan Natha dan Irza ia merasa masalahnya dengan Vano belumlah selesai. Mengingat nama Renata terus terngiang di telinganya.

     "Hai ..."

     Alana menoleh, Vano sudah duduk di sampingnya. Laki laki melepas jaket yang di pakainya untuk menutupi paha Alana.

     "Ngga baik di umbar" ucap Vano,

     Alana mengangguk, ia seperti menemukan sisi baru seorang Devano Nicholas.

     Vano menggenggam tangan Alana, seketika membuat Alana terdiam. Rasa yang dulu belum berubah. Ia masih merasakan sengatan aneh saat bersentuhan dengan Vano.

     "Will you be mine?"

     Alana langsung menoleh ke arah Vano karna terkejut dengan pertanyaan Vano. Jantungnya berdetak dengan cepat, seketika ia merasakan sedang terbang.

     "Gue ngga seromantis yang lo kira. Gue tau gue salah karna dah mempermainkan perasaan lo. Tapi gue sadar, gue butuh lo dan gue juga sadar kalo perasaan gue ini ngga main main"

     Alana tersenyum samar, lantas melepas pegangan tangan Vano. "gimana perasaan Renata nanti Van? Gimana?" Tanya Alana,

     "Sekarang Renata udah tenang di sana, dia meninggal beberapa minggu setelah Azka meninggal"

     Alana terdiam, ia tidak menyangka apa yang terjadi pada Renata. "Jadi kemarin lo ke pemakaman karna mau ..."

     "Iya, jadi apa jawaban lo?" Tanya Vano,

     Alana menghela nafasnya perlahan, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Tapi ia bingung bagaimana cara ia memberi tahunya pada Vano.

***

     "Vano nembak lo?!" Triak Natha,

     Alana segera mendorong tubuh Natha karna terlalu dekat dengannya. Ia merasa risih melihat Natha kumat menjadi lebay seperti itu.

     "Tha, biasa aja" ucap Irza,

     "Gue masih ragu, banyak pertanyaan dalam benak gue yang perlu gue tanya sama dia"

     Irza dan Natha saling melemparkan tatapan, seperti saling melempar kode 'apa yang dia ragukan'

     "Jangan bilang soal Renata" ujar Natha,

     Gadis itu menepuk dahinya saat melihat Alana menganggukan kepalanya. Irza yang ada di sebelah Natha hanya bisa menggelengkan kepalanya.

     "Za, ceritain" perintah Natha,

     "Renata itu di diagnosis menderita kanker stadium akhir, dia ngga bisa hidup lama lagi. Jadi keluarga Renata memohon sama Vano biar dia iyain apapun permintaan Renata. Termasuk jadi pacar Renata. Vano itu udah nganggep Renata adiknya sendiri jadi Vano ngga bisa menolak. Makanya Vano jadiin foto Renata sebagai wallpaper di hpnya, itu sebagai bukti kalo dia bener bener peduli sama Renata. Tapi seminggu setelah Azka meninggal Renata menghembuskan nafas terakhirnya. Gue sempet jadi saksi pernyataan Renata ke Vano. Dia bilang kalo dia mau Vano jalani hidupnya sesuai kemauannya. Dia juga bilang kalo Alana adalah salah satu orang yang harus Vano jaga. Renata percaya sama lo Na"

     Alana spontan menelungkupkan wajahnya di antara kedua tangannya. Ia tidak percaya, orang yang selama ini ia benci ternyata mempercayai dirinya.

     "Ya udah, gue pamit. Lagunya dah jadi, Oh ya. Natha, nanti jam tujuh temuin gue di pantai" pinta Irza,

     Natha mengangguk mengiyakan permintaan Irza. Sudah lama juga ia tidak pergi ke pantai.

***

     Natha terdiam duduk di pinggir pantai, semilir angin malam membuatnya meringkuk kedinginan. Natha menoleh saat melihat Irza yang datang sambil membawa gitarnya. Penampilan Irza membuat jantung Natha hampir merosot ke jantung.

     "Nunggu lama ya?" Tanya Irza,

     Irza tersenyum samar saat menyadari Natha yang terus menatap ke arahnya. Sudah ia duga reaksi Natha akan seperti itu saat ia datang berpenampilan rapi.

      "Sheila Nathania Ayana Will you be mine?"

     "Hah?"

     Natha merasa aneh, ia merasa ini sedang bermimpi. Bagimana tidak, seorang Irza mendadak menyatakan cintanya di hadapannya.

     "Natha ... will you be mine?" Ulang Irza, kini dengan menyodorkan bunga pada Natha,

     "Hahaha ... bercanda mulu lo ... garing tau ngga"

     Irza menghela nafas berat, lantas memeluk Natha dengan erat. "Apa segitu jauhnya gue sama lo?"

     Natha menitikan air matanya, pertanyaan Irza tadi langsung menancap di hatinya. Tapi yang Irza katakan memang benar. Irza memang jauh dengan Natha. Laki laki itu dekat ketika ia membutuhkan Natha. Selebihnya Natha seperti permen karet, yang di buang setelah tak berasa manis.

     "Maaf, gue tau gue salah. Gue udah nyakitin perasaan lo. Maaf ..."

     Natha tersenyum, ia mengangguk. Lantas menerima bunga yang sedari tadi di pegang oleh Irza.

     "Jadi lo mau nerima gue?" Tanya Irza

     "Apa lo masih butuh jawaban itu?"

     Irza tersenyum, lantas memainkan gitarnya. sementara Irza bernyanyi, laki laki itu menyuruh Natha untuk bersandar di bahunya. Inilah akhir bahagia dari kisa Natha dan Irza tapi bukan untuk Alana dan Vano.

_____________________
to be continued

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang