🐥Fase.6🐥

140 7 0
                                    


     "Demi apa lo taruhan sama Vano?" Tanya Natha tanpa mempedulikan pak Kunto yang dari tadi masih ada di dalam kelas.

     Alana masih dengan ekspresi yang sama berusaha menjawab pertanyaan Natha, "Denger ya, gue ini tadi hilaf. Namanya manusia ya kan? Lagian ini bukan taruhan kaya judi judi di tv kok, jadi santai aja"

     Natha hanya bisa menggelengkan kepalanya menanggapi sikap Alana yang membuat otaknya terkadang jungkir balik sendiri.

     "Tapi tetep aja Na, yang namanya taruhan ya dosa"

     "Tau apa lo soal dosa? Lo juga masih banyak dosanya kali"

     Natha menggeleng tak percaya apa yang barusan Alana katakan, rasanya Natha ingin memasukan kaos kaki milik Andrea ke mulut Alana.

***

     Bel istirahat berbunyi, seluruh siswa SMA Belia mulai berhamburan keluar kelas, kecuali beberapa anak yang malas ke luar kelas, termasuk Alana yang masih duduk dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya.

     Vano menyeringai mendapati Alana yang sedang duduk santai bersama Natha, cengirannya melebar ketika mengingat perjanjiannya dengan Alana saat pelajaran tadi.

     "Tha, gue pinjem Alana sebentar"

     "Bawa aja sana, kalo perlu gadaiin. Gue dah cape urusin mulutnya yang pedes" Jawab Natha dengan santai,

     Vano mengangguk, dengan mudahnya ia menarik Alana lengkap dengan earphone yang masih menempel di telinganya. Alana hanya bisa pasrah menerima perlakuan Vano, sesekali ia mengingat ngingat berapa uang sakunya pagi ini.

     Vano dan Alana duduk di sudut kantin, tempat yang menjadi singgahsana Vano, Dalvin dan teman temannya.

     "Mba, bakso dua" Ucap Vano,

     "Gue ngga laper"

     Vano tersenyum sinting, "emang gue pesenin buat lo? Orang itu buat gue"

    "Oh"

     Vano masih terus tersenyum, setidaknya ia bisa melihat raut wajah Alana yang kesal. Menurutnya Alana terlihat lucu saat sedang marah, berbeda saat sedang tertawa.

     Mba nining menaruh dua mangkuk bakso pesanan Vano, lengkap dengan dua gelas es teh manis.

     "Makasih mba"

     Vano menggeser satu mangkuk bakso dan satu gelas es teh ke arah Alana, "nih makan, tadi gue cuma becanda, jangan dimasukkin dalam hati" Ucap Vano sebelum akhirnya mengacak acak rambut Alana dengan gemas.

     "Ngga gue ngga laper"

     Vano menghela nafas, "mmm... kalo gitu lo milih makan sekarang apa gue suapin?"

     Perkataan Vano berhasil membuat Alana diam mematung, entah kenapa setiap Vano memperlakukannya dengan baik ia merasa senang. Seperti yang Vano lakukan saat ini. Vano berhasil membuat pipi Alana merah merona.

     "Lo ngga baper kan? Soalnya kalo lo baper gue ngga bisa tanggung jawab"

     Alana menatap kesal ke arah Vano, "ngga, gue ngga baper. Cowo kaya lo ngga akan bikin gue baper"

     'Tapi kayanya' ucap Alana dalam hati,

     Setelah bernegosiasi dengan dirinya Alana mulai menyentuh sendok di atas mangkuk yang berisi bakso itu. Alana bukanlah perempuan bodoh yang menyia nyiakan makanan di depan mata. Lagi pula masih banyak orang di sana yang tidak bisa makan seperti Alana.

     "Tadi bilang ngga laper?"

     "Mau lo apa sih? Gue makan salah, gue ngga makan salah"

     "Iya udah makan gih, nanti habis pulang sekolah temenin gue futsal"

     Alana menghentikan gerakan tangannya yang akan memasukkan sendok ke dalam mulutnya, beberapa hari lalu Vano berkata hal yang sama, tapi ia malah membawa Alana ke mall dan kali ini apa Vano juga akan membawa Alana ke mall.

     Vano tersenyum samar, "kali ini gue serius, temenin gue futsal ya. Please, kan tadi gue dah bantuin lo"

     "Iya iya untung sa-"

     "Sa? Sa apa?"

     "Untung sa ... untung sabar maksudnya" ucap Alana dengan terbata. aneh, hampir saja ia bilang sayang di depan Vano. Beruntungnya Alana bisa mengerem mulutnya yang kadang kelepasan.

     Jika saja tadi Alana mengucapkan kata kata itu, bisa di pastikan akan ada keributan hebat antara dirinya dan Daniel.

     Sudut mata Alana berhasil menangkap Natha yang sedang berjalan bersama Dalvin.

     "Mereka jadian?" Tanya Alana, hingga membuat Vano menatap ke arahnya,

     "Siapa?"

     "Tuh" Alana menunjuk Natha dan Dalvin yang mulai berjalan menjauh,

     Vano tersenyum, "masa lo ngga tau, Natha itu di suruh bu Tari buat ngajarin kimia ke Dalvin" jelas Vano dengan nada suara yang datar.

     Alana teridiam sesaat sebelum akhirnya kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terhambat.

__________________________
To be continued

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang