🐥Fase.17🐥

104 5 2
                                    


     Alana duduk dengan santai, menatap kosong ke jalan yang dilewatinya. Selama di perjalanan tidak ada yang berani memulai pembicaraan. Terlebih Vano, ia terlalu gengsi untuk membuka pembicaraan.

     Vano menghentikan mobilnya tepat di depan rumahnya, Alana langsung membuka pintu mobil dan berdiam diri menunggu Vano keluar dari mobilnya.

     Vano meraih tangan Alana untuk mengajaknya masuk ke dalam, baru beberapa langkah dari pintu Alana langsung di suguhkan pemandangan keluarga bahagia.

     "Heyyy ... jadi ini Alana, sini duduk di deket tante" Alana menoleh ke arah sumber suara, ternyata itu adalah Anita, ibunda Vano. Alana mengangguk, ia berjalan ke arah Anita yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

     Vano menatap ke seluruh penjuru ruangan, tapi ia tidak menemukan tanda tanda keberadaan Tion,Ayahnya.

     "Bun, Ayah mana?" Tanya Vano,

     "Ayah, baru aja pergi. Katanya kalian suruh nunggu sampe ayah pulang"

     Alana masih terdiam, walau dalam dirinya ada perasaan yang mulai berkecamuk menjadi satu. Alana menoleh ketika ada anak kecil yang menarik lengannya.

     "Laka, mau main sama kaka"

     Vano menatap ke arah Raka yang kini sudah menarik lengan Alana. Ia tersenyum ketika melihat Alana menggendong Raka.

     "Bunda, Laka suka sama Kaka" Ucap Raka sambil memeluk Alana, ucapannya membuat Anita dan Alana tersenyum. Tapi tidak dengan Vano, Vano malah menurunkan Raka dari pangkuan Alana

     "Enak aja suka sama Alana, gue ngga ijinin. Sono mandi, bau kecut" perintah Vano pada Raka,

     "Ihh.. kaka cembulu ya?"

     Kedua bola mata Vano membulat, ia segera mengejar Raka yang sudah berlari menjauhinya, sementara Alana semakin kacau. Ia sudah bertekat untuk menjauhi Vano tapi Vano malah mendekatinya.

     Anita yang merasa Alana canggung langsung memegang tangan Alana. "Alana mau bantu tante masak?" Tanyanya

     "Eh? Iya tante" Alana mengangguk. Mereka akhirnya pergi ke dapur sesuai permintaan Anita tadi. Disisi lain Vano sedang menelfon ayahnya yang tak kunjung datang.

     "Ck, yah. Kalo ayah ngga pulang nanti Alana pulang duluan. Lagian Ayahnya Alana nyeremin"

     Terdengar helaan panjang dari sebrang sana, "kamu sama Ayahnya takut? Gimana kalo nanti bangun hubungan?"

     "Maksud Ayah?"

     "Udah, ayah mau kerja. Sana temenin Alana sebelum ibumu bikin dia tau aib kamu kalo tidur"

     Vano menepuk dahinya sendiri, ia segera berlari ke tempat dimana ia meninggalkan ibunya dan Alana.

     Vano mengerutkan dahinya saat melihat Alana sedang memegang pisau di dapur. Perlahan ia melangkahkan kakinya mendekati Alana.

     "Gue boleh tanya?" Ucap Vano saat duduk di sebelah Alana yang sedang memotong wortel.

     Alana mengangguk mengiyakan perkataan Vano, jujur ia sangat suka dimana posisinya saat ini. Tapi di sisi lain ia juga benci karena ia tidak bisa melupakan Vano.

     "Kenapa lo masih belum bales chat dari gue?"

     "Kenapa bahas itu lagi sih?"

     "Karna gue masih belum tau jawabnnya"

     "Gue pikir semua yang gue bilang kemarin udah jelas"

     "Jelas dari mananya coba?LO PIKIR KEMARIN ITU JELAS!" Vano menaikan oktav suaranya,

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang