Marry Me?

303 18 1
                                    

Nanase menggerakan tubuhnya tak nyaman. Lengannya bergerak tanpa sadar menutupi telinganya. Sementara telinganya berkerut, tanda kalau perempuan itu terusik.

5 menit.

10 menit.

15 menit.

Hah!

Nanase menyerah. Ia memaksakan diri untuk membuka mata, lalu duduk dan menyambar ponselnya yang berbunyi sejak tadi. Matanya menyipit karena cahaya ponsel yang menusuk matanya.

Gerutuan keluar dari mulutnya, saat matanya berhasil beradaptasi dan membaca nama penelfon yang telah mengusiknya.

Dengan kesal, Nanase menekan tombol hijau lalu mengaktifkan loudspeaker.

"NANASEE!!!! KENAPA BARU MENGANGKAT TELFONNYA?!"

"INI MASIH JAM 2 PAGI, SHIRAISHI MAI!" Teriakan kesal Nanase menggelegar di dalam apartment mewahnya. "Cepatlah, aku harus kembali tidur karena jadwalku dimulai pukul 6 pagi."

"Ku tunggu di taman dekat apartmentmu. Sekarang atau kau tidak akan bisa berjalan selama seminggu."

Tut.

Nanase menatap kesal ke arah ponselnya. Lalu dengan cepat ia bangkit dari kasurnya dan menyambar jaketnya asal. Setelah memastikan ponselnya aman dalam saku jaket, Nanase segera pergi menemui Mai dengan terburu-buru.

*

"Ah, akhirnya kau datang hehe."

Nanase mencibir, lalu duduk di samping Mai. Tangannya terjulur, memberikan secangkir kopi yang tadi dibelinya kepada Mai.

"Ada apa?" Tanya Nanase. "Kau belum kembali ke apartment mu?"

"Besok pagi aku harus pergi ke Gunma," Ucap Mai. "Orang tuaku sakit jadi aku harus kesana selama beberapa hari."

"Lalu?"

"Aku tau besok kau memiliki jadwal pagi-pagi sekali. Makanya aku mengajakmu bertemu sekarang, karena aku takut tidak bisa bertemu dengan mu sebelum aku kembali ke Gunma."

Nanase mendengus, "kita masih bisa melakukan video call, Mai."

Mai bergerak gelisah. "Tapi apa yang akan ku bicarakan kali ini, tidak bisa dilakukan melalui video call."

"Hmm?"

Mai menarik nafas dalam, sebelum mulai berbicara.

"Kau tau, kita sudah mengenal selama hampir 8 tahun. Menjadi dekat selama hampir 7 tahun, dan menjadi kekasih selama hampir 5 tahun.

"Karirmu dan karirku sama-sama berada di titik dimana kita bisa menyebut diri kita cukup sukses untuk seusia kita. Kita sama-sama sudah memiliki tabungan yang cukup, bahkan kita sudah membangun rumah yang akan selesai dalam beberapa bulan.

"Hanya saja, setelah semua itu, aku baru sadar satu hal."

Mai menghentikan ucapannya, lalu memutar tubuh. Menghadap Nanase yang hanya bisa terdiam.

Mai merogoh tasnya, lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah dari sana. Dengan perlahan, Mai membuka penutup kotak tersebut.

Menampilkan dua buah cincin polos yang Nanase yakin terbuat dari emas putih asli.

"M-Mai..."

"Setelah semua yang kita lalui, aku baru sadar. Kalau aku, tak pernah memintamu secara langsung.

"Jadi, pagi ini, aku, Shiraishi Mai, bertanya kepada Nishino Nanase.

"Maukah kamu menjadi pendampingku? Menjadi orang yang menyambutku setelah selesai berkegiatan? Menjadi orang yang membangunkanku dikala pagi datang? Menjadi orang yang senantiasa memperhatikanku ditengah jadwal padat?"

Nanase menutup mulutnya, tak menyangka jika hari dimana Mai memintanya untuk selalu bersamanya tiba. Air mata sudah keluar dari kedua matanya.

"M--Mai.." Nanase tercekat. "B-bodoh! Kenapa lama sekali?! Tak taukah jika aku sangat menantikan hal ini!?"

Mai tertawa kikuk, "maaf. Maaf karena membuatmu menunggu begitu lama. Hanya saja, aku benar-benar harus menyiapkan segala sesuatunya untukmu, Nanase.

"Kedua orangtuamu menitipkanmu padaku, untuk selalu berbahagia. Maka dari itu, aku harus memastikan kalau kebahagiaanmu akan terjamin jika bersamaku."

"Bodoh!" Nanase menubruk tubuh Mai, mengeluarkan emosinya di dada Mai. "Bukankah sudah kubilang kalau kita akan mencari kebahagiaan itu bersama-sama? Yang terpenting adalah kau selalu disampingku, Mai."

Mai mengusap puncak kepala Nanase, menenangkan kekasih------ralat, tunangannya itu.

"Iya, maafkan aku, ya? Mulai sekarang, aku akan selalu bersamamu."

Nanase mengangguk, lalu melepaskan pelukannya. Mai segera mengeluarkan tisu dari tasnya, lalu membersihkan wajah Nanase dari air mata.

Mai menutup kotak cincinnya, lalu kembali memasukannya ke dalam tas. Membuat Nanase mengerutkan kening.

"Kenapa disimpan?"

Mai tersenyum, "cincin itu akan menjadi milikmu, setelah aku membawa kedua orang tuaku ke hadapan orang tuamu. Meskipun kau menerimaku, aku tidak akan menganggapmu milikku sebelum kedua orangtuamu menyerahkanmu seutuhnya untukku."

Untuk kesekian kalinya di malam itu, perut Nanase dihinggapi kupu-kupu yang berterbangan. Dadanya bergemuruh, sementara mulutnya terkatup rapat. Menahan agar teriakan bahagia itu tidak keluar.

"Jaa, karena sudah hampir jam 3 pagi, bagaimana kita berjalan-jalan sebentar sebelum kembali? Menikmati sunrise, mungkin?"

"Uhn, ayo!"

Mai meraih tangan Nanase, lalu mengenggamnya lembut. Keduanya pun berjalan-jalan di sekitar taman. Mengitari taman itu berukang kali, hanya untuk mengobrol tak jelas dan menyalurkan perasaan rindu yang selalu hadir diantara keduanya.

Karena jika kita benar-benar mencintai seseorang, kita akan melakukan apapun untuk menjamin kebahagiaan dari orang yang kita cintai. Dan aku berjanji, akan menjamin kebahagiaanmu, Nishino Nanase.

- Shiraishi Mai.

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*




HEHE
Lagi rajin update ya.
Iya, update yang banyak dulu sebelum ngilang lagi he he 🙋

Nogizaka46 - Story CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang