#10 - Tidak punya hati

62K 2.6K 36
                                    

"Bahkan seseorang yang terlihat keras seperti Zero pun, ternyata lemah ketika berhadapan dengan cinta."
-Laluna Laviora.

***

Luna tidak pernah tahu kalau ternyata Zero juga bisa terluka karena cinta. Buktinya, sudah satu minggu sejak lelaki itu bertemu dengan kekasih lamanya, Joanna, dan selama itu pula Luna tidak melihat batang hidungnya di rumah ini.

Selama sang Iblis pergi, Luna menghabiskan waktunya dengan berpikir tentang bagaimana ia bisa pergi dari rumah ini. Dia termenung di dalam kamar sambil menatap ke langit malam dengan pandangan kosong. Rasanya, tidak peduli seberapa kerasnya pun Luna berpikir ... ia tidak bisa menemukan jalan keluar.

Rumah Zero terlalu besar, segala tempat dijaga dengan manusia dan CCTV yang siap menangkapnya kapan saja ia berusaha untuk kabur.

Bunuh diri? Dia tidak ingin melakukannya lagi. Rasanya nyali Luna benar-benar menciut saat membayangkan hal yang nyaris ia lakukan itu. Tidak ada jalan keluar lain yang dapat Luna temukan, selain membuat Zero sendirilah yang melepaskannya.

Wanita itu merasa bosan kala tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan kecuali makan, tidur, dan melamun. Karena itu, Luna begitu senang saat hujan turun kemarin. Dia sempat berlarian di lapangan, dan merasakan sensasi bahagia kebebasan meski hanya sesaat.

Para pelayan dan penjaga sudah menahannya agar tidak melakukan sesuatu yang bisa membuatnya sakit. Akan tetapi, Luna mengancam dengan embel-embel memecat, dan mereka langsung terdiam. Tidak seperti Jeremy yang tidak ambil pusing atas ucapan Luna.

Ah, Jeremy. Sudah lama sejak Luna tidak melihatnya. Dia pasti selalu bersama dengan Zero, bak upil dan hidung. Seorang pekerja yang sangat setia, bahkan pada manusia jahat seperti Zero.

Luna berdiri dari kursi dan berjalan ke arah ranjang. Ia membaringkan diri kala kepalanya tiba-tiba terasa pening. Ia memegang dahinya dan terkejut kala menyadari suhu tubuhnya menghangat.

Sial, pasti gara-gara main hujan kemarin, batin Luna.

Ia memejamkan matanya dengan pandangan yang mulai berkunang-kunang. Sejak dulu, Luna memang tidak pernah diperbolehkan oleh Bu Fahmi untuk bermain hujan karena ia cenderung mudah jatuh sakit, jadi Luna sangat jarang bisa bermain hujan. Padahal dia sangat menyukai bulir bening itu.

Ah, Ibu Fahmi, apa kabarnya?

Sudah satu minggu sejak dia menjual Luna pada Zero. Meski pada awalnya Luna tidak bisa percaya. Akan tetapi, entah kenapa sekarang ia mengerti. Ibu Fahmi juga berada di dalam kondisi sulit karena anaknya yang sakit parah, dan saat manusia sedang susah, di situlah iblis datang, bukan?

Zero, dia iblis yang bisa mengubah segala keadaan sesuai dengan kemauannya. Termasuk, membeli Luna dan menjadikan gadis itu sebagai mainannya.

***

Kelopak mata itu perlahan bergerak kala bunyi bising mulai menelisik ke indra pendengaran wanita yang baru saja terlelap itu. Luna, ia membuka netranya kala tidur singkatnya terganggu.

Saat pertama kali membuka mata, kepalanya terasa pening luar biasa. Ia menyentuh kulitnya, dan merasakan sensasi terbakar. Panas sekali, Luna bahkan yakin ia bisa memasak telur di atas dahinya.

Perhatian gadis itu teralih saat ia mendengar suara knop pintu yang terbuka. Zero tidak mengizinkan Luna mengunci kamarnya ketika ia sendirian, karena itu siapa saja bisa masuk dengan mudah.

Tentunya, tidak ada orang lain yang berani masuk kemari tanpa izin kecuali satu manusia yang memegang kuasa atas segalanya ... Zero.

"La ... luna." Zero berdiri di sana, meski pandangannya kabur, Luna bisa mengenali lelaki itu. Dia tampak berantakan dengan kemeja yang kotor, sepertinya tertumpah cairan yang berwarna merah. Matanya tertutup setengah, dan dari cara berdirinya yang aneh, Luna bisa menyimpulkan kalau dia mabuk berat.

Luna beringsut mundur, merasa ngeri dengan situasi yang ada. Dia sempat melirik ke arah pintu, mencari Jeremy yang siapa tahu bisa membantunya, tetapi tidak ada siapa-siapa di sana.

Bukannya tanpa alasan, tetapi saat Zero dalam keadaan sadar saja dia sering melakukan hal gila yang membuat Luna ngeri, dan saat ini ... lelaki itu menghampirinya? Dengan kondisi mabuk berat?

Oh sial.

"Z-zero? Kau mabuk?" tanya Luna dengan suara yang serak khas bangun tidur. Gadis itu menarik selimut putihnya hingga ke dada. Detak jantungnya tak karuan, karena ngeri. Sedangkan keringatnya memang terus bercucuran sejak tadi, meski udara terasa dingin.

Luna sedang sakit, dia demam karena kebodohannya sendiri. Gadis itu berpikir segalanya akan baik-baik saja karena Zero tidak ada di sini untuk sementara waktu. Akan tetapi, kenapa dia harus datang sekarang? Sungguh waktu yang tidak tepat.

"Aku ... menginginkanmu." Zero menutup pintu dengan keras, menimbulkan bunyi bising yang membuat Luna tersentak. Lalu, ia berjalan dengan sempoyongan sambil melepas kancing bajunya satu per satu. Dari jauh saja, Luna bisa mencium bau alkohol yang sangat menyengat.

Luna mencengkram sprei ranjangnya kuat-kuat kala menyadari Zero semakin dekat dengannya. Kondisinya saat ini tidak dalam keadaan yang fit, dan Zero ... menginginkannya?

"Aku-" Luna baru saja hendak menjelaskan situasi tidak memungkinnya saat lelaki itu tiba-tiba saja melompat ke atas kasur dan mencium bibirnya secara paksa. Kedua tangan kekar itu memenjarakan tubuh Luna hingga ia tidak bisa bergerak dengan bebas, sedangkan Zero bermain dengan sangat kasar untuk mendapatkan akses ke dalam mulut Luna.

Luna memberontak sekuat tenaga. Mereka baru melakukannya satu kali, itu pun dalam keadaan Luna tak sadar. Bagaimana bisa ia melakukannya di saat kondisinya tidk memungkinkan seperti ini?

"Terima aku, Laluna." Zero sempat berkata di sela-sela ciumannya, Luna bisa mendengarnya dengan baik meski kata-kata yang lelaki itu ucapkan tidak jelas.

Tangan Zero dengan lihai membuka satu per satu piama Luna. Ia sempat menyadari kalau suhu Luna jauh lebih panas daripada normalnya, tetapi dibanding memedulikan hal itu, Zero justru mengabaikannya.

Ia mengigit bibir Luna secara keras kala gadis itu terus melakukan serangan untuk menolak sentuhannya. Sensasi asin terasa di dalam ciuman mereka, membuat Luna tak kuasa menahan tangis.

Kepalanya terasa pening, ia bahkan tidak bisa bernapas dengan baik, dan sekarang, Zero mau merebut semua oksigen yang ada di tubuh Luna dengan menciuminya tanpa ampun?

Kecupan Zero yang mulai beralih ke tempat lain membuat Luna akhirnya bisa bernapas. Dia sedaritadi ingin menjelaskan situasinya, dan berharap Zero akan mengerti, tetapi lelaki itu tak memberikannya kesempatan untuk berbicara.

"Zero ... aku ... sakit ...." Luna berkata dengan terengah-engah. Matanya menatap Zero dengan pandangan memohon, berharap kalau lelaki itu mau mengerti kondisinya sekali saja.

Zero menghentikan aksinya kala mendengar perkataan Luna. Dia menatap netra milik wanita itu lama, sebelum kemudian ia mendekati telinga Luna dan berbisik lirih.

"Mau sakit ataupun tidak, kau tetap pelacurku."

***

Maaf lama ga apdet :(
Semoga suka. Jejak kalian akan mempengaruhi semangatku!

MY ARROGANT MAN (OPEN PO!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang