"Ta,"
"Dam,"
Panggil mereka bersamaan.
"Lu duluan," ucap Damar.
Dita menarik nafasnya dalam dalam. Keningnya berkerut, suaranya pelan, "Gue bingung Dam, gue takut," ucap Dita lirih.
Damar menatap Dita dengan tangannya yang berada di atas meja. Sudah jam 21.45 namun mereka masih berada di dalam cafe yang mulai sepi pengunjung semenjak mereka pulang dari apartemen Rena.
"Apa?"
"Gue bingung harus apa, Rena meninggal gara gara gue Dam," ucap Dita sambil memegangi tangannya cemas.
"Jangan salahin diri lo sendiri Ta," balas Damar.
"Terus gue harus gimana? gue yang udah buat Lucas berubah, gue yang udah buat Lucas perlakuin Rena seenaknya, gue juga yang udah bikin Rena sengsara Dam," Raut wajah Dita berubah begitu merah. Wajah manisnya berubah menjadi mengkhawatirkan. Hatinya terasa sakit lagi dan lagi.
Damar hanya menatap Dita kasihan tanpa bertindak untuk menenangkannya. Hati kecil Damar tidak bisa berbohong, ia kecewa dengan sikap Dita di masa lalu, yang membuat perpisahan terjadi begitu menyakitkan.
Namun apa yang bisa ia katakan sekarang. posisinya Rena sudah tidak ada, mereka dengan Lucas bahkan sudah jarang berhubungan. lalu apa? apa yang mesti Damar lakukan ketika keadaan sudah netral. menguak lagi kebenaran yang sudah begitu basi untuk dibahas? tidak, Damar terlalu bodoh melakukan itu.
"Gue tahu lu marah sama gue Dam. Gue tahu lu kecewa saat itu sama gue, karena lu gak rela ngeliat orang yang lu cintai diperlakukan seenaknya sama Lucas karena gue,"
Damar tersenyum kecut. sifatnya yang dulu kembali tanpa ia sadari.
"Gue marah sama lo. bahkan gue nganggep ini semua karena keegoisan lo," potong Damar.
"Gue juga benci sama lo. gara gara lo kita jadi sahabat, dan gara garalo juga, kita jadi musuh," ucap Damar begitu ketus.
Dita kembali terisak melihat pertama kali Damar mengungkapkan kekecewaannya setelah apa yang terjadi. Dita sungguh menyesal telah menyakiti perasaan semua orang.
"Gue ikhlas, mungkin Rena udah maafin lo juga," Damar menenggak minumannya dengan kasar.
"Maaf," tangis Dita.
"Gak ada yang mesti dimaafin Ta. Semuanya udah selesai," laki laki di depan Dita tampak berbeda dari beberapa jam yang lalu. sisi tempramen seorang Damar kembali tanpa dirinya sadari.
"Maafin gue. Gue juga marah, gue juga benci sama diri gue. Gue bodoh ngelakuin hal bego kayak dulu, gue minta maaf."
Tanpa menjawab apapun, Damar menenggak minuman ya habis
"Udah malem, ayo pulang," ajak laki laki di depan Dita yang masih tampak kesal namun ia tutupi.
tanpa aba aba apapun Damar berdiri dari kursinya, dan berjalan meninggalkan Dita yang masih terduduk dengan raut wajah penuh penyesalan.
<>
Setelah mengantar Dita pulang, Damar hampir tidak bisa mengontrol emosinya. Damar tidak bisa terlelap barang sedetik.
Kini sosok laki laki bertubuh tinggi itu tengah menatap kerlipan lampu kota dari balkonnnya. sudah 2 jam, namun ia masih tetap tidak merasakan lelah.
Damar mendengar suara angin yang berhembus, entah ini kali pertama ia merasakan kegelisan seperti ini. ia sungguh tidak percaya bahwa dirinya akan kehilangan sosok Rena, cinta pertamanya. Damar masih tidak habis pikir dengan semua ini, mengapa Rigel, harus melakukan hal yang sama seperti di masa lalu.
"Harusnya gue yang ngelindungin lo," suara Damar bercampur dengan suara udara yang begitu kencang.
"Harusnya gue yang jadi pacar lo bukan Lucas."
"Harusnya gue bisa bahagiain lo Ren, dan harusnya lo gak perlu ngerasain sakit sampai lu mutusin untuk pergi."
Damar mengacak acakan rambutnya frustasi, ia ingin teriakan semua amarahnya, namun mulut dan lidah terlalu lemas. Damar bingung. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
DIsisi lain, sosok Rigel yang terlihat murung tengah menikmati alunan musik dari lantai 25 gedung pemotretannya. sudah sangat larut, ia harus tetap bekerja. jika ia tidak sekolah, mungkin ia akan balik pagi hari ini.
Rigel bukan hanya seorang model, ia juga pebisnis yang namanya disamarkan, seorang bintang iklan luar negeri yang namanya selalu diganti, dirinya cukup terkenal, namun tidak semua orang dapat mengenalinya denga jelas.
"Rigel, kita udah selesai. kamu boleh pulang, hati-hati di jalan ya," ucap Ririn sambil menepuk bahu gadis pirang di depannya.
"Aku pulang dulu ya Tan, semuanya duluan," sapa Rigel.
Tidak lama, jam tangannya berbunyi menunjukan tengah malam, dan Rigel baru saja sampai di depan rumah.
Si Gadis pirang terduduk di atas sofa sambil memegangi kakinya yang terasa pegal. Tapi tak lama Anita muncul dari kamarnya.
"Anita?"
"Gue mau ngomong," pinta Anita dan ia langsung terduduk di sofa dan mengarahkan Rigel mengikutinya.
"Jaga rumah, minggu ini sampai minggu depan. Gue balik ke US," ucap Anita to the point.
"Balik?" Balas Rigel.
"Bisakan? Atau sementara waktu di apartemen dulu, nanti kalau udah pulang gue kabarin," Anita berdiri dan mengambil sesuatu di atas meja berupa surat.
"Nih," sebuah surat putih yang masih tersegel diterima Rigel. Anita tanpa peduli masuk kembali ke kamarnya.
Rigel membuka perlahan dan membaca satu persatu surat tersebut.
Kening Rigel mengkerut. Ia tidak mengerti maksud pesan ditangannya. Tanpa pikir panjang ia berjalan santai ke kamar dan meninggalkan surat tersebut di atas meja.
...
..
I'm ready, how about you?
~~~~Hai guys! Gimana kabarnya hari ini?
Aku udah Update Rigel nih. Kira kira Dita kenapa ya? Hm.. kalo mau tahu, Votmen dan juga tolong kasih kritik juga saran kalian ya!!
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGEL
Teen Fiction[Sinopsis Baru] Gadis blasteran yang sangat Moody, kini tumbuh menjadi remaja yang sangat dicintai dikalangan Fashion wanita. Rigel bukan gadis yang kalian pikirkan, bukan gadis yang selalu memuja muja idolanya. Ia cukup mandiri untuk usianya yang...