Penulis Gaib: Anak Nakal

25 7 1
                                    

Duduk santai dekat dinding kaca kafe bernuansa modern-klasik sembari menikmati secangkir cappuccino serta pemandangan daun kering yang berjatuhan di luar sana adalah aku.

Datang bersama Joe, sahabat lama. Seorang pria tampan yang sama jomblonya.

"Sejak kapan jadi detektif?" Tanyaku.

"Ssst ... " telunjuknya menempel di bibir.

"Jangan tanya soal itu di sini," lanjutnya berbisik.

Kubalas anggukan dengan wajah dungu.

Klenting!

Lonceng di atas pintu cafe berdenting, seorang gadis kecil masuk. Rambutnya panjang lurus dengan poni, kulitnya putih bersih dengan pipi berisi. Ia terlihat cantik dan menggemaskan.

Hampir setiap mata tertuju padanya.

"Gadis itu menarik ... " Aku terpana.

"Apa karena kau jomblo, pedopil?"

Mataku menyala, hampir menyalak.

"Maksudku denim overal dress dengan lapisan panjang dan balterina shoes itu sangat cocok untuknya," lanjutku.

"Jangan tertipu."

"Hah?"

"Aku curiga. Anak itu kutaksir masih kelas 5 SD, tapi mampir di kafe yang penuh dengan remaja sedang pacaran. Dia satu-satunya anak kecil di sini."

Gadis itu duduk tak jauh dari kami dalam meja yang berbeda.

"Mata-mata?" Tanyaku bingung.

"Bukan."

"Terus?"

"Alien!"

Pipiku mengembang, tertawa geli sambil menggeleng menatap wajah sahabatku. Joe ikut tertawa.

Klenting!

Lonceng kembali berbunyi, lagi seorang anak lelaki yang juga berkulit putih dengan rambut cepak masuk dengan gagahnya.

Joe kembali menyipitkan mata, dahinya mengkerut seolah menaruh kecurigaan yang sangat besar pada anak itu.

"Less is more!"

"Hah?"

"Itu ungkapan untuk busana gaya basic cenderung polos tapi tetap modern. Maksudku ... Dandanannya," jelasnya.

Aku melirik Joe, jemarinya mengetuk-ngetuk meja, pelan. Lalu kutengok anak itu, ia mengenakan baju hitam kolaborasi cardigan dengan celana jeans slim fit serta snakers berwarna netral. Sangat cocok untuknya.

Joe terus memandangi bocah itu tanpa henti. Ia ternyata duduk di meja yang sama dengan si gadis kecil.

"Ah, tepat sekali dugaanku," Joe berbisik.

"Tepat? Apanya?"

"Era sudah berubah!"

Entah kenapa kali ini aku benar-benar bingung.

Pelayan segera mengantarkan minuman dan cemilan pembuka pada mereka, nampaknya meja itu sengaja dipesan.

Tangan bocah lelaki jail menarik tangan si gadis sambil mengelusnya. Mereka tersenyum manis saling tatap.

"Kampret, Joe!" Tanganku gemas mencakar meja. Gemas dengan adegan itu.

"Sabar mblo ... " Wajah Joe mengerucut masam.

Kami saling tatap dengan raut luntur mengenaskan. Layaknya seorang jones yang sedang tertusuk hatinya.

"Sayang, aku janji bakal setia seumur hidup sama kamu," Ucap bocah lelaki.

Payung HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang