Biasanya toko ritel seperti ini takkan tutup, siap menyapa pembeli dua puluh empat jam. Tapi kali ini PSBB membuat para personil harus pulang cepat. Jam delapan malam sudah harus meninggalkan toko.
Yang biasa area penjualan terang benderang setiap saat, kali ini momen lain di kegelapan. Gudang di lantai dua redup, sebagian lampu padam, pun area toko. Lorong, lorong sepi, hening.
Hari ini ada lima personil yang jaga shift siang, sudah mau pulang. Semua berkemas, rapikan display, matikan cooler, AC, bersih-bersih.
"May, mau kemana?" tanya Roy, kepala toko di sini.
"Ke toilet sebentar pak," jawabnya.
"Jangan lama-lama ya," sambung Lisa.
Selagi tutup harian, Roy tampak sibuk membuat laporan ini itu, cek, hitung sales, post grup area.
"Pak, kardusnya masukkan ke dalam sekalian gak?" tanya Jack, seorang pramuniaga.
"Masukin dong, ntar dibawa orang lah."
"Hehe, oke oke."
Tutup harian selesai, laporan selesai, display rapi, toko bersih. Semua berkemas, satu-satu lampu dimatikan, hanya disisakan satu dua, sekedarnya. May juga sudah kembali.
Suasana yang biasanya terang benderang kini menjadi remang-remang. Sesekali seolah terdengar tapak kaki samar-samar. Suara tertawa anak kecil, padahal kosong. Tidak ada anak kecil di sana, bahkan tetangga. Dan semua personil sudah lama menemui banyak kejanggalan seperti itu.
"Ayo cepetan! Jack, kerangkeng galon udah dikunci?" tanya May.
"Udah dong," jawab Jack yakin. Maklum harus ketat, sudah beberapa kali ada kasus pencurian saat toko tutup.
Ada banyak rantai, kemudian dililitkan pada gagang roling door, tambah gembok, kunci ganda. Beberapa pintu sudah tertutup, mereka berbondong keluar dari pintu utama.
"Lis, vidioin, yah! Buat laporan," pinta Roy.
"Iya pak," jawab Lisa.
Roy menutup pintu utama, Lisa ambil vidio. Sisanya siap-siap, pakai helm pakai jaket, cek apa ada yang tertinggal, oke beres.
"Besok jangan telat, ya!" ucap Roy pada para personil sembari menaiki motornya.
"Ok pak."
"Siaaap."
"Aye aye captain."
Semua di atas kuda besi masing-masing, kemudian berpacu. Beberapa melambai tangan tanda pisah. Besok pagi-pagi sudah harus berangkat. Rumah mereka tak ada yang dekat toko, jadi peringatan seperti itu selalu terlontar dari mulut Roy, kadang pun masih ada yang telat.
Jack, lisa, sudah pulang. Roy juga, May pun begitu. Semua pulang tanpa menyadari ada satu personil lagi di dalam toko. Ya, personil kelima, Lia.
Anehnya tak ada satupun dari mereka yang menyadari hal itu. Seperti dihipnotis, seolah-olah mereka cuma berempat. Bahkan sampai rumah, tidak ada yang sadar dengan Lia. Dia terkurung di dalam toko.
Gadis itu bingung dengan toko yang sudah temaram. Lorong-lorong tampak menyeramkan. Sesekali tubuhnya merinding.
Ia bergegas menuju pintu, bawa tas cepat.
"Loh, kok udah dikunci? Mereka pada kemana?"
Jantung Lia meledak-ledak, ketakutan, darahnya mengalir cepat membuat sekujur tubuhnya terasa hangat. Tangannya mengotak-atik gagang pintu, percuma. Takkan terbuka.
"Duh, gimana nih. Kok aku ditinggalin sih," wajah Lia pucat. Terisak, hampir air matanya jatuh.
Coba cek di laci, barangkali ada kunci cadangan. Tangannya lincah mengobrak abrik, tapi sia-sia. Tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Payung Hujan
Short StorySaatnya hujan. Siapkan kopimu, coklat panas barangkali. Sedikit kue saja pelengkapnya, ah mungkin mi rebus juga. Selamat membaca ...