Ibuku Ajaib

27 4 0
                                    

"Bu, ibu dimana?"

Tak ada jawaban.

"Bu," lanjutnya. Telpon di angkat tapi tak ada yang bicara. Malah kemudian telpon berakhir.

Kemana perginya wanita tua itu, gumam Senja. Baru saja tadi pagi ia membentaknya agar sigap jika menerima telpon untuk menjemput gadis cantik itu di kampusnya. Tapi tak ada.

Terpaksa naik angkot. Sampai ke rumah, sepi. Hening bagai tanpa penghuni.

"Bu! Buka bu," teriak Senja sambil menggedor pintu.

Masih tak ada yang jawab, hening.

Ceklek! Ternyata pintu tak dikunci. Senja masuk lekas dengan sumpah serapah memecah dari mulutnya, menuju kamar dimana biasanya wanita tua itu memanjatkan doa di tengah malam sampai menjelang subuh.

Masuk kamar.

"Bu ...?" Terhenti, matanya membulat dan dadanya bergetar hebat.

Di dinding, empat tahun yang lalu ayah Senja yang sudah lama wafat membeli dan memajang sebuah lukisan kakbah di sana.

Ada seorang berwajah sangat cantik dengan pakaian hijab serba putih berdiri dalam kamar persis di samping lukisan tapi bukan ibunya. Memegang handphone, sepertinya tadi dia yang mengangkat.

"Lihatlah, ibumu sedang berhaji," katanya sambil menunjuk lukisan di dinding.

Ibunya memang sudah di dalam lukisan kakbah.

Payung HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang