Chapter 4 Bulan

13 2 0
                                    

~Astaghfirullah... Ini Kiara Zahra kan? Murid Saya?" kata Kevin terkejut dengan suara pelan~

********

Ibu Ara gelisah menunggu anak sulungnya itu belum sampai juga di rumah, melihat malam yang semakin larut ia mundar-mandir depan pintu rumah. Sesekali ia melirik ke arah Reva yang sudah tertidur pulas di ruang tengah, mungkin sebari memastikan tidak ada nyamuk yang hinggap di tubuh anaknya itu.
Ia sudah berusaha menelpon Salsa dengan ponsel jadulnya itu, tetapi nihil Salsa mengatakan bahwa ia tidak melihat Ara sepulang sekolah tadi. Bahkan Salsa mengaku bahwa ia mengajak Ara untuk pulang bersamanya, tetapi Ara menolak. Ibu Ara pun kelimpangan dibuatnya, ia bingung mengapa anaknya tidak memberitahukan ia terlebih dahulu akan pergi kemana, Ara tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ibu Ara bingung ingin bertanya ke siapa lagi, yang ia tau Ara hanya mempunyai sahabat terdekatnya yaitu Salsa. Ibu Ara bahkan sudah menanyakan ke Pak Iyus mungkin saja pemilik konter itu melihat Ara, tapi sama saja ia tidak mendapatkan kabar baik. Pak Iyus bilang terakhir ia melihat Ara kemarin selepas Ara memberikan kunci toko konternya, dan Ara meminta izin untuk tidak masuk kerja besok karena ada urusan. *Urusan apa?* ibu Ara pun bertanya sendiri dalam hatinya.

-

Ara membuka matanya dengan perlahan, terasa berat sekali tetapi ia berusaha memaksakan. Kepalanya masih sedikit pusing dan tubuhnya masih terasa sedikit lemas. Ia memicikkan matanya setelah berhasil terbuka *Dimana nih?* , ia kemudian meletakan telapak tangannya persis di atas matanya agar cahaya lampu yang silau itu tidak terlalu membuat mata Ara sakit. Ara bangun dan mengubah posisi tidurnya menjadi posisi duduk dengan perlahan, tidak lama kemudian ia melihat sekelilingnya *Kamar siapa ini? Luas banget* . Ara kemudian bangun dari kasur yang sangat empuk dan besar itu, kasur itu mungkin bisa menampung Ia sekeluarga pikir Ara dan ia tersenyum kecil. Ia berkeliling kamar yang bernuansa minimalis itu, luasnya mungkin bisa dua kali lipat dari rumah Ara, kamar itu memiliki balkon yang dibatasi oleh pintu kaca besar yang bisa didorong tepat berada di samping tempat tidur dan mengarah langsung kesebuah taman, memiliki kamar mandi di dalamnya, lemari yang sangat besar. Kamar itu juga memiliki pendingin ruangan dan juga TV yang menempel didinding tepat didepan tempat tidurnya, di bawah TV itu terdapat lemari yang memuat kulkas kecil di dalamnya.

Ara mendorong pintu kaca besar itu, bisikan angin langsung menyambut kedatangannya. Ia bersender pada pagar besi balkon tersebut, menikmati hembusan angin dan indahnya bulan dilangit.

"Indah sekali bulan nya... Tapi tak seindah kejadian hari ini" kata Ara dalam hati

Raut wajah Ara berubah seketika ketika mengingat kejadian yang menimpanya tadi, senyuman yang bertengker diwajahnya kini tidak menampakkan garis lengkungnya. Ia menghela nafas dan menunduk mengacuhkan bulan indah itu,
*Pak kevin... Dia..??* , *Jadi ini rumah Pak kevin??*. Ara baru tersadar, Pak Kevin yang telah menolongnya dari kejadian buruk tadi. Ia segera membalikkan tubuhnya dan berniat untuk mencari Pak Kevin. Baru saja ia menoleh kebelakang, "Bulannya indah yaa?" Seorang Pria berdiri menyender pada pintu kaca yang terbuka. Tampan sekali. Mengenakan kemeja kerjanya yang bagian lengannya dilipat sampai sikut, hal itu membuat rambut-rambut lengan Kevin terlihat semakin jantan. Kemeja itu bahkan terlihat masih ada sedikit tetesan darah dari sang supir taksi bajingan tadi. Memakai kacamata berframe hitam yang bertengger dihidung mancungnya, kulitnya yang putih, rambut hitam dan matanya yang indah. "Pak Kevin?!" Ara terkejut dan ia langsung berlari kecil menuju ke arahnya. Ia reflex memeluk tubuh Kevin yang kekar itu, menyenderkan kepalanya tepat berada didada bidang Kevin. Tak terasa Ara menitikan airmatanya dan membasahi sedikit kemeja Kevin. Kevin membalas dengan memberikan pelukannya, mengelus rambut Kiara dengan penuh kasih sayang. "Kamu sudah baikan?", Tanya Kevin itu menyadarkan Ara bahwa yang ia peluk dengan lancang tanpa ada rasa bersalah itu adalah seorang guru, guru baru nya. Lantas saja Ara langsung melepaskan pelukannga dan menjauhkan tubuhnya, "Iya pak... Terima kasih banyak bapak sudah menolong Ara tadi" jawab Ara.

Memeluk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang