Eric menuntunku memasuki sebuah bangunan yang—entahlah, terkesan seperti terisolasi. Bahkan perjalanan kesini tadi cukup menyeramkan. Bukan melewati jurang atau tebing yang curam, hanya saja, gelap. Tidak ada penerangan sama sekali, bahkan rumah-rumah yang kami lewati tidak menyalakan lampu atau apapun yang bisa sedikit mengurangi aura seram yang jelas terlihat.
"Welcome," sambut seorang wanita saat membukakan pintu untuk kami. Aku yakin seharusnya ucapan selamat datang seperti itu dilakukan sambil tersenyum. Tapi dia—
"Kalau kalian terlambat lima menit lagi, aku berencana memenggal kepala kalian satu per satu."
—ya, menyeramkan.
"Roa," tegur pria yang ikut menyusul wanita ini. "Hai, Erica," sapanya kemudian.
"Yo, Kak Chris!" Sahut Eric.
Aku hanya tersenyum kaku lalu mengikuti langkah pria yang baru saja menyapaku itu, Chris—diikuti oleh semua orang yag tadi ikut datang bersamaku.
"Haechan gak diajak?" Tanya Roa.
Aku menoleh, dia tahu Haechan?
"Gak usah kaget, aku tau kalo kamu punya adik," sahutnya.
Wow.
Kami memasuki sebuah ruangan. Benar-benar mirip seperti ruang isolasi—hanya ruangan berbentuk persegi dengan satu ranjang dan sofa. Lampu penerangannya pun minim.
"Jadi tadi beneran didatengin sama knight?" Chris membuka obrolan setelah beberapa menit kami semua saling diam.
Aku mengangguk. Sebenarnya, walaupun Eric sudah menjelaskan panjang lebar tentang apa itu Guerriero, tetap saja, aku belum mengerti. Terutama tentang kenapa mereka menemuiku dan memintaku bertemu dengan Queen.
"Kayaknya kita emang harus mindahin kamu dari sini," kata Chris lagi.
"Huh?"
"Ya pindah," tegasnya.
"Tapi—"
"Haechan juga," potongnya. "Besok harus bergerak cepat buat mindahin kalian berdua."
"Sebentar." Aku menginterupsi. "Kenapa aku harus pindah? Berdua aja sama Haechan? Gimana sama Mark?"
"Mark?" Sahut Eric. "Mark yang—"
"Wow, rame banget di sini," kata seseorang yang tiba-tiba muncul di tengah pintu. Aku yakin dia tersenyum, tapi tertutup oleh lebam-lebam di wajahnya.
Orang itu masuk lalu duduk di tepi sofa, sebelahan dengan Ten, "Lama gak ketemu," sapanya lalu meraih tangan Ten dan—yah, tos ala pria.
"Kok jadi jelek gitu kenapa?" Tanya Ten sambil terkekeh.
"Diem, kamu sendiri hampir mati," celetuknya. Sekali lagi Ten tertawa kecil.
"Ya gitu dapetnya kalo gak ati-ati sama rahasia sendiri," sahut Roa.
"Cuma dipukulin, gak sampe mati," kilah orang itu. Hell, dalam keadaan seperti itu pun dia masih sempat bergurau tentang kematian.
Mau mati beneran? Astaga, enggak.
"Kenapa, Er? Pusing? Jantungnya sakit?"
Aku tersenyum kecut pada Ten lalu menggeleng, "Just suddenly thinking of something—yah, gak penting, hehe.."
"Chris," panggil Kevin. "Apa Haechan kita urusin sekarang aja ya? Gara-gara kamu ngomong tadi aku jadi kepikiran," lanjutnya.
"Kepikiran apa?"
"Soalnya Rena itu gila—maksudku, siapa sih bidak yang gak gila?"
"Aku dulu bidak, dan aku gak gila," sahut Eric.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Turtle Neck ; Kim Doyoung ✔
Fanfiction[ bahasa | completed ] "He hides something behind his turtle neck." ©crayonhaechan 2018 was #18 in au 01/29/2019 #9 in suju 01/29/2019 #5 in jeffrey 01/29/2019 #4 in jeffrey 01/30/2019 #5 in henrylau 01/30/2019 #2 in jeffrey 02/16/2019 #1 in henryla...