» 24

4.3K 961 241
                                    

cek part atas kalo belum baca because ini dobel up.
part ini agak panjang. hehe
enjoy ♡
__________

Setelah berdebat cukup sengit dengan Roa, akhirnya aku dan Joshua diizinkan untuk masuk ke dalam ruangan yang sebelumnya dikunci rapat—bahkan menggunakan gembok dan rantai. And also thanks to Chris, kalau tidak ada dia, mungkin Roa sudah menambah luka lebam di wajah Joshua.

Aku heran, dia itu wanita tapi menyeramkan sekali. Bahkan aku kalah seram. But wait, aku gak nyeremin.

"Lima menit," kata Roa.

"Roa, udah." Chris menarik tangan Roa pergi. "Jangan galak-galak, lagian itu cuma Erica, bukan orang lain."

Aku masih bisa mendengar, dan entah kenapa aku merasa remeh. Tapi ya sudahlah. Ini hanya aku, bukan orang lain.

"Sorry, Roa emang agak kasar." Joshua tersenyum kecut lalu lekas membuka 'rangkaian' kunci di pintu itu.

Aku hanya melihat, tapi entah kenapa merasa jengkel. Kurang kerjaan banget, emang isinya apa sih?

Dan akhirnya pintu terbuka. Joshua mengajakku masuk, lalu kembali menutup pintu.

Mataku langsung tertuju pada seseorang yang terbaring di atas ranjang. Dia diam, sepertinya tidur. Tapi kenapa tidak terbangun saat ada orang lain yang masuk ke sini. Btw, suara Joshua membuka kunci tadi cukup berisik.

Dan lagi, kenapa orang yang dalam kondisi tidak sadar seperti itu harus dikurung seperti ini?

Joshua menarik dua kursi ke dekat ranjang dimana orang itu terbaring lalu menduduki salah satunya.

"Sini." Joshua sedikit menggeser kursi yang kosong, dan aku menurut. Aku pergi duduk di sana—dengan mata yang masih lekat tertuju pada orang yang tertidur pulas di depanku ini.

"Damai banget ya?" Tanya Joshua. Dan entah kenapa aku tersenyum setelah mendengarnya.

Tapi, to be honest, orang ini terlihat begitu damai.

"Udah dua kali aku bawa dia kabur. Nyusahin banget," kata Joshua sambil merapikan selimut orang ini.

"Huh?"

"Dia Doyoung. Tapi percuma kamu gak inget," kata Joshua lagi sambil tersenyum miring.

Ini hanya perasaanku saja atau bagaimana, tapi entah kenapa dari tadi aku merasa diremehkan.

"Eh, ini—" aku menunjuk benda mirip jahitan di leher pria bernama Doyoung itu lalu menatap Joshua.

"Iya itu jahitan," terang Joshua.

Aku kembali mengamati jahitan di leher Doyoung. Sangat tidak rapi, apalagi bekas sayatannya masih sangat jelas terlihat. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa sakitnya.

"Aku kasihan sama Doyoung," kata Joshua lagi.

Aku menoleh Joshua, "Kenapa? Dia korban penjualan manusia? Atau dia slave?"

Joshua tertawa renyah, "Bukaann.."

"Terus?"

"Dia dipersiapkan buat jadi Raja. Tapi sayang caranya salah."

Aku mengernyit lalu kembali menatap Doyoung. Dia calon raja? Raja apa?

"Menurutmu, bisa gak manusia hidup normal dengan beberapa organnya yang dituker sama milik orang mati?"

"Hah?"

"Oke, kita mulai dari awal, dari Vatikan." Joshua membenarkan letak duduknya. "Vatikan dikenal sebagai tempat suci, tempat beribadah. Dan dulu, mereka punya Raja, orang yang membawa Vatikan ke golden ages versi mereka—yah, karena agama dan politik berdampingan dengan baik. But to be honest, sebenernya agama yang mendasari politik mereka sampai akhirnya jadi negara yang makmur dengan warga yang taat. Such an ideal country." Joshua tersenyum di akhir kalimatnya.

[1] Turtle Neck ; Kim Doyoung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang