» 12

5.3K 1.1K 152
                                    

Aku membuka pintu ruang rawat Doyoung. Masih sama, dia masih berbaring disana. Tidak ada pergerakan apapun, hanya EKG yang masih sibuk memonitor detak jantung pria yang kukenal masih dalam hitungan hari itu.

Aku menarik kursi mendekat ke ranjangnya lalu duduk, memperhatikan raut wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tatapan matanya kosong.

"Apa cuma aku yang ngelihat kamu jadi kurus banget padahal baru kemarin kamu dianter kesini?" Tanyaku.

Jujur saja, melihatnya seperti ini membuat dadaku sakit.

"Hei." Aku menusuk pipinya dengan jariku pelan. Dingin, kulitnya terasa begitu tipis.

"Kamu gak pengen sadar apa?" Lanjutku. "Itu matanya gak pegel melek terus gak kedip-kedip?"

Tidak ada sahutan.

"Cepet sembuh, aku mau tanya banyak hal ke kamu," kataku lagi. Entah mendapat bisikan dari mana, jariku bergerak menyingkirkan sehelai dua helai rambut di dahinya.

Pandanganku beralih pada jahitan di leher Doyoung. Aku sudah beberapa kali melihatnya, tapi tetap saja merinding. Bahkan bekas luka sayatannya pun masih jelas terlihat.

Aku penasaran, apa yang sudah dia alami? Siapa yang melakukan hal mengerikan seperti ini padanya? Apakah mungkin ini berhubungan dengan ketakutannya selama ini? Apa dia saat ini sedang dikejar seseorang? Siapa? Dan untuk apa?

Lebih jauh lagi, kenapa harus Doyoung? Siapa dia sebenarnya?

"Doyoung." Sekali lagi aku menusuk pipinya pelan. "Kamu ini—"

Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, aku melihat kelopak matanya melebar dan sedetik kemudian dia mengerjap pelan.

"Doyoung?" Panggilku, memastikan apakah dia benar-benar sadar atau ini hanya imajinasiku saja.

Dan kini matanya melirik ke arahku.

Aku langsung menekan tombol merah di dinding. Senang, jangan ditanya. Aku mengibaskan tanganku di depan wajahnya, dan sekali lagi dia mengerjap.

"Kamu ingat siapa aku?" Tanyaku.

Dia belum menjawab selama beberapa detik, tapi kemudian bibirnya bergerak, "Miss Turtle.."

"Hah?" Aku mendekatkan wajahku padanya, memasang telinga dan memintanya berbicara sekali lagi. Aku tidak mendengar dia bilang apa, suaranya terlalu lirih.

Tapi bukannya menjawab, dia malah menyentuh pipiku lalu mengusapnya pelan. Sedetik kemudian dia tersenyum lalu menurunkan tangannya.

"Mataku pedes.." katanya sambil menutup matanya dengan salah satu telapak tangannya.

Aku terkekeh, "Salah sendiri tidur gak merem," celetukku.

Aku menoleh ke pintu, tapi belum juga ada perawat atau dokter yang datang.

"Tunggu sebentar ya, aku panggil dokter dulu," kataku lalu segera berlari ke luar ruangan.

Belum terlalu jauh aku meninggalkan ruangan, aku bertemu dengan Om Henry.

"Om!" Teriakku, dan yang ku panggil menoleh lalu melambaikan tangan dan tersenyum padaku.

"Jangan lari-lari," katanya saat aku sudah sampai di depannya.

"Doyoung." Aku menunjuk ke arah ruangan Doyoung. "Dia udah siuman."

◎◎◎
turtle neck
◎◎◎

"Lah, dia mana?"

Aku segera menerobos masuk, melewati Om Henry yang berdiri mematung di depan pintu.

[1] Turtle Neck ; Kim Doyoung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang