» 14

5.2K 1K 166
                                    

Aku masih berada di kafe Lisa sampai jam 7 malam. Padahal Lisa dan Ten pergi lagi mengurusi hilangnya Joshua. Seharusnya aku pulang, tapi aku bertahan di sini tanpa alasan apapun.

Ah, sebenarnya ada alasan. Hujan. Tapi itu sudah berlalu satu jam yang lalu.

Aku menangkupkan wajahku di atas meja. Merutuki kakiku yang tidak mau memenuhi permintaan otakku.

"Ayo pulaaaanggg.." rengekku pada diriku sendiri.

"Kak." Haechan mengetuk-ngetuk puncak kepalaku dengan jarinya, dan aku mendongak.

"Bang Doy," katanya lagi sambil menunjuk Doyoung yang sekarang sedang duduk di kursi samping jendela besar dan melihat keluar.

"Biarin," kataku lalu kembali menangkupkan kepala di atas meja.

"Lihat dulu, ish." Haechan mengangkat wajahku lalu menghadapkannya ke Doyoung.

"Udah setengah jam dia kayak gitu gak gerak-gerak, aku takut dia kesurupan," tambah Haechan.

"Kok kamu biarin aja sih?"

"Aku takut," kata Haechan.

Aku mendecih lalu menghampiri Doyoung.

"Doyoung?" Panggilku. Dia tidak menoleh, menunjukkan pergarakan pun tidak.

Aku duduk di depannya, memandangnya lamat. Wajahnya hanya terlihat dari samping, tapi sangat jelas kalau tatapan matanya kosong.

"Mikirin apa?" Aku menyentuh tangannya yang bertautan di atas meja. Tapi dia tidak merespon.

Aku mengeratkan genggaman tanganku padanya, mencoba membangunkannya kalau memang dia sedang melamun sekarang. Tapi dia tetap diam, tidak merespon sampai aku lelah menunggu. Bahkan kalau dilihat, aku yakin sekarang kami seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar—Doyoung yang marah dan aku yang merengek minta maaf.

5 menit, 10 menit, dia masih belum menjawab, akhirnya aku melepaskan tangannya. Akan tetapi belum sempat terlepas, genggaman tangan kami tertaha. Dan detik itu juga aku melihatnya menangis.

"Kamu kenapa?" Aku menarik dagunya menghadapku.

"Sorry.." katanya.

Aku mengernyit, "Buat apa?"

Doyoung menggeleng lalu menghapus airmatanya dengan punggung tangan.

"Joshua?" Tanyaku, memastikan apa yang membuatnya tiba-tiba melamun lalu menangis.

Sekali lagi dia menggeleng.

"Terus apa?"

Doyoung diam beberapa saat, lalu memandangku, "Kalo misal kamu dikasih kesempatan buat reinkarnasi, kamu pengen jadi apa?"

Aku berdecak lalu melepaskan genggaman tangannya. Mulai ngelantur lagi ngomongnya.
-____-

"Hhmmmmmmm????" Tuntutnya sambil menyangga kepalanya dengan kedua telapak tangannya di atas meja.

Sudah kubilang, kan? Manusia satu ini sangat random. Baru aja ngelamun, nangis, terus tiba-tiba berubah lagi ngeselin.

Aku mendengus dan melipat kedua lenganku di depan dada, "Gak jadi apa-apa. Kalo mati ya mati aja, udah end. Kasih kesempatan yang lain buat hidup," ketusku.

"Yang lain sih udah ada jatah sendiri, gak usah khawatir," sahutnya. "Jadi kamu pengen jadi apa? Kura-kura?"

"Sembarangan!"

Dia terkekeh pelan lalu menoleh Haechan yang duduk di kursi ku tadi sambil membaca-baca daftar menu di atas meja.

"Haechan nanti juga bakal dapet kesempatan reinkarnasi loh, kamu gak pengen?"

[1] Turtle Neck ; Kim Doyoung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang