Ada sakit yang terbiasa.
Karen atau Adel sangat senang karena dipertemukan dengan teman kecilnya. Rasa bahagia yang menyeruak menyebabkan kesakitan ditimpa dengan keras. Rasa sakit yang hilang untuk sementara waktu. Karen tersenyum ikhlas mendengarkan lelucon garing seorang Qilla. Qilla yang tak pernah berubah. Gadis manis dengan gigi gingsul yang selalu diejek 'kelebihan gigi' oleh Igor. Lalu Igor akan mendatanginya dan mengatakan 'gigi bagus seperti milik, Karen'. Sungguh, masa lalu yang indah namun itu semua hanyalah kenangan. Ya, kenangan yang selamanya terbungkus indah dalam ingatan seorang Karen. Adel hanya orang baru yang akan memulai lembaran baru hidupnya tanpa dibayangi kenangan buruk mau pun indah sekalipun.
Qilla berbelok menuju kelas 12 IPS 2. Ia memasukkan sebagian kepalanya ke dalam kelas. Adel yang merasa heran hanya diam melihat tingkah aneh temannya.
"Ada apa sih, La?" tanyanya kemudian.
Qilla menoleh sekilas kepada Adel. Ia masih bungkam. Kepalanya mendekati jendela kelas. Ia celingukan mencari seseorang yang seharusnya menunggunya di depan kelas. Qilla mengerutkan keningnya, bibirnya mengerucut setelah tidak berhasil menemukan orang yang dicari.
"Oh ayolah, La. Lo bilang kita mau ke kantin tapi kok malah ke kelas 12 sih?"
Qilla cemberut. "Iya habis ini ke kantin kok. Aku Cuma lagi nyari orang aja. "
Seorang laki-laki berambut ceplak tiba-tiba menghampiri Adel dan Qilla. Adel memasang sikap waspadanya sedangkan Qilla tersenyum girang. Qilla mencubit pinggang laki-laki yang tersenyum lebar tersebut. Adel yakin jika pipi lelaki itu sebentar lagi akan sakit karena terus tersenyum dengan lebar tanpa berhenti. Fake! Memuakkan!
"Kamu kemana sih. Ngeselin deh."
"Ciye nyariin aku ya."
Qilla tersipu. " Iyalah."
Qilla kemudian mengajak lelaki tersebut ke kantin bersama mereka. Adel berpikir bahwa orang yang saat ini sedang bersama Qilla adalah pacarnya. Keyakinan Adel bertambah ketika kemesraan yang mereka tunjukkan padanya. Qilla mau pun si lelaki terus saja tersenyum sedangkan Adel sudah merasa panas karena harus menjadi obat nyamuk. Adel hanya berharap semoga Qilla terus bahagia bersama lelaki itu. Dan semoga lelaki ini bukan laki-laki brengsek seperti seseorang. Seseorang yang tak ingin ia sebut namanya.
Adel kembali merasakan sakit ketika mengingat orang tersebut. Jantungnya berdetak cepat. Keringat sebesar biji jagung bercucuran di sekitar wajah dan badannya. Ia mulai bermandikan keringat. Perutnya mual, tangannya gemetar.
"La, gu-gue ke Ka-ka...mar mandi du-dulu y-ya."
"Iya. Lo tinggal belok aja ke kanan. Kamar mandi sebelah kanannya kantin kok."
Adel mengangguk. Ia tak sanggup berbicara lagi. Wajahnya sudah sepucat mayat.
"Kamu aku pesenin bakso aja ya."
Adel kembali mengangguk kemudian berlalu. Ia berjalan dengan cepat melalui toilet. Sungguh, langkahnya terasa berat dan sangat lambat. Air mata sudah menetes menghiasi pipi mulusnya. Ia harus melampiaskan rasa sakitnya.
"Kamu ngerasa aneh gak, Yang?" Tanya Kevin.
"Aneh kenapa?"
"Temen kamu aneh."
"Apaan sih yang. Mana ada Karen, eh Adel aneh. Biasa aja kok. Udah deh jangan berpikiran macem-macem sama sahabat aku. Aku gak suka."
Kevin akhirnya memilih untuk bungkam. Pacarnya menyebalkan kalau sedang marah. Ia tidak ingin mengusik waktunya dengan debat kusir tentang orang lain. Apalagi orang lain itu adalah sahabat kecil yang sering diceritakan oleh pacarnya.
***
Adel berjalan tergesa-gesa menuju toilet. Akan tetapi langkah kakinya berhenti tepat di depan pintu toilet. Kakinya sudah bergetar hebat. Ia tak sanggup lagi melangkah. Tangannya mulai mengambil cutter yang berada di saku seragamnya. Biarlah ia melakukannya di sini.
"Kamu kenapa?" tanya seorang laki-laki dan mencoba memapah Adel.
Adel kaget. Ia melepaskan dengan kasar tangan lelaki yang menyentuh tangannya tersebut. Ia tak sudi. Ia menatap garang dengan matanya yang mulai berair.
"JANGAN SENTUH SAYA."
Lelaki itu mengkerut heran. Ia tetap mencoba memapah Adel meskipun selalu ditepis dengan kasar.
"Saya mohon jangan sentuh saya." Cicit Adel yang mulai terduduk di lantai.
"Oke, oke. Sekarang ayo ke UKS aja. Wajah lo pucet banget." Kata lelaki itu khawatir.
Adel tidak menjawab. Ia tetap memasuki toilet dengan tertatih-tatih. Kakinya sudah tak sanggup menopang berat badannya. Tangannya bergetar hebat bahkan kepalanya terasa sangat sakit. Lelaki itu memandang Adel kasihan. 'cewek aneh' batinnya. Ia mengajak ke dua temannya untuk pergi ke kantin. Sesi rokoknya sudah selesai sejak tadi. Hanya saja ia tertarik dengan perempuan yang berlari dengan wajah sangat pucat ke toilet perempuan. Perempuan yang cantik dan terlihat sakit parah.
"Ciye yang habis putus udah nemu cem-ceman nih." Goda Dylan.
"Iya, kayaknya ketos beruntung banget deh. Gue mah apah atuh? Cuma tokoh pelengkap." Ucap Yadi.
Mereka kemudian tertawa. Minus lelaki yang masih memandang pintu toilet cewek dengan iba. Ia merasa ada sesuatu dengan perempuan tadi.
"Woy, jangan Cuma mandeng doang . Gercep, gercep. Pepet teros"
"Apaan sih kalian." Kesalnya.
"Apaan? Ada cewek cakep yang menjadi perhatian si Ketos Abigail mana bisa kita diem? Udah deh lo suka kan sama dia?"
"Mana ada sih? Lo tau kan kalok gue gak pernah suka duluan sama cewek."
"Wey, santai bro. Gimana kalau kita buktiin aja nih. Pesona Ketos ganteng masih berfungsi gak sama cewek cuek yang lo perlakuin spesial tadi." Dylan menaik turunkan alisnya.
"Lo ngeremehin gue." Abigail menampilkan seringaiannya. " Oke gue terima. Kalok gue menang lo harus belanjain kencan gue sama dia selama seminggu. Gimana? Deal?"
Leon yang baru datang menghampiri ketiga temannya hanya bisa memutar bola mata. 'Cewek lagi'.
***
'Persahabatan adalah bagaimana cara menerima dan melengkapi.
Bukan meninggalkan sebab alasan disakiti.'
Aqilla Anastasya
Hello gengs... jumpa lagi dengan penulis amatiran ini. Makasih buat yang udah setia membaca cerita ini... hem, meskipun syedih tidak di Vomment tapi tak apalah...
Ditunggu Vote dan komentarnya dong!
biar tambah semangat dan cepet-cepet updatenya. hehe
Selamat membaca guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karenina
ChickLitPercaya butuh kekuatan ekstra. Kamu tidak akan pernah tau dimana titik kepastian yang fakta atau mungkin kau tak pernah mengerti bahwa yang pasti takkan muncul sama sekali. "JANGAN SENTUH SAYA." Dan bahkan kamu tidak akan pernah membayangkan bagaima...