Hello Gengs. Sorry kemaren ke publish padahal gak niat banget. Jangan baper ya... hahahaha.
***
Bagiku dia adalah luka.
sebuah pion yang sudah rapuh.
Jadi, kumohon menjauh.
***
Gadis itu menikmati keheningan bersama tumpukan buku-buku perpustakaan. Tangannya bergerak cantik memainkan gadget yang didapatkan dari orang tuanya. Sunggingan senyum selalu menyertai setiap balasan pesan dari orang spesial yang berhasil menduduki hatinya. Bernapas bahagia sebagai ungkapan kesenangan yang memenuhi perasaanya.
Cahaya mentari menerobos dari celah-celah jendela. Sinarnya menyentuh pipi mulus gadis kasmaran itu. Ia sama sekali tidak terganggu. Matanya menyipit, suaranya cekikikan. Geli. Ia membalas lagi pesan dari orang tersebut.
"Kenapa kamu gak pernah bales pesanku?"
Gadis itu menoleh. Ia mengamati pria yang berdiri di depan mejanya. Sebuah buku komik bertengger diantara lengan dan badannya. Ia mengapit buku itu di ketiaknya.
"Dion." Gadis itu menghela napas. Berat. Teman sekelasnya ini sudah berminggu-minggu mengganggunya. Lelaki lain akan segera menyerah ketika sadar perassaannya tak akan dibalas oleh Karen. Tetapi Dion berbeda. Ia semakin gencar mengganggu Karen.
"Kamu gak mungkin sibuk teruskan? Pasti ada waktu senggangkan?"
"Di, ayolah. Gue kan udah pernah bilang ke lo. Gue gak bisa terima lo. Gue udah punya cowok."
"Trus salah kalok kamu balas pesanku."
"Bukan gitu, Di. Andai lo hanya mau dengan status pertemanan aja. Gue akan dengan senang hati ngerespon lo. Tapi jika lo pengen lebih. Maaf, Di. Jangan salahin gue jika terus cuekin lo."
"Gue suka sama lo dari SMP, Ren."
"Di, gue udah punya cowok."
Dion menggemeretakkan giginya. Ia muak. Penolakan ini sudah ia alami selama berminggu-minggu. Ia kesal. Keberanian yang dicoba diterapkan sama sekali tidak berbuah manis. Perasaan Dion hanya angin lalu bagi Karen. Tak dianggap-tak pernah dianggap. Dion memukul meja di depannya. membuangnya hingga terbanting ke samping. Ia merengsek ke depan Karen. Menatap Karen dengan penuh permusuhan. Komik yang berada di ketiaknya sudah jatuh bersamaan dengan bisingnya meja menghantam lantai.
Karen berderap mundur. Ia takut. Dion seakan ingin memangsanya.
"Gue gak butuh penolakan dari lo. Kalo lo nolak gue. Seharusnya lo gak boleh nerima siapapun lagi."
Setan. Dion seperti iblis yang dipenuhi kilatan dendam. Tangan kanannya mencengkram leher Karen. Karen sesak napas. Ia memukul-mukul tangan Dion serta berusaha menendangnya. Ia hilang arah. Harapan satu-satunya adalah teman-teman sekolahnya datang membantu atau penjaga perpus yang bahkan tak tau kemana perginya. Karen menyesal duduk di bangku pojokan. Ia berjanji tidak akan pernah duduk dibangku pojok lagi.
"Le-lepas."Karen semakin takut. Ia merasakan tubuhnya terangkat.
Beberapa saat kemudian, Dion seolah disadarkan. Karen bahkan sudah pasrah untuk mati. Ia sudah merapalkan do'a pengampunan dosa. Dion melepaskan Karen hingga terjatuh ke lantai. Ia menatap Karen penuh sesal. Matanya berair. Ia benar-benar menyesal.
"Ka-Karen m-ma-maafkan a-ak-aku." Ia menyentuh lembut pundak Karen. Tangan sebelahnya mengelus puncak kepala Karen penuh sayang.
***
Suasana dalam kelas masih ramai seperti biasa. Guru yang sedang rapat membuat anak-anak sekolahan itu merasa bebas. Mereka bercanda tawa di dalam kelas. Memberikan efek kegaduhan yang maksimal. Semuanya tampak bersuka cita kecuali perempuan dengan pensil yang digenggam di tangan kirinya. Ia tampak menerawang jauh.
"Del, lo kok gak bales pesan gue sih."
Karen kaget. Ia menolehkan kepalnya takut-takut. Ia menatap orang itu. Seringainya seolah ingin menguliti Karen hidup-hidup. Ia lupa cara bernapas. Ritme jantungnya berdetak tak wajar. Matanya mengembun. Ia takut benar-benar takut.
"Di, gue mohon jangan sakiti gue." Karen bergumam pedih.
Lelaki itu tersentak. Ia cukup kaget menerima reaksi Adel yang baginya sudah dibatas kewajaran. Ia hanya menanyakan alasan Adel tidak pernah membalas pesannya namun yang didapat adalah reaksi berlebihan.
Lelaki itu mencoba mendekati Adel. Namun Adel menjauh hingga tersungkur. "Di, gue salah ya gak pernah balas pesan lo. Gue minta maaf." Adel memohon ampun sambil bersimpuh. Tangannya terlipat di depan dada seperti menyembah. 'Ia takut'. Ia harus mendapatkan maaf dari orang itu.
Kelas seketika hening. Semua mata menatap Adel aneh. Abigail yang merasa risih dengan pandangan teman sekelas Adel berinisiatif untuk mengajak Adel pergi. Ia ingin mengorol di tempat aman tanpa gangguan sekitar. Abigail mendekati Adel namun Adel bergerak menjauh. Abigail mencoba mendekati Adel lagi namun Adel kembali bergerak menjauh. Abigail mencoba mendekati Adel sekali lagi namun Adel berbalik sehingga kepalnya menghantam bangku disebelahnya. Ia jatuh tersungkur dengan luka yang cukup serius. Matanya terpejam perlahan-lahan.
"Kak Farhan." Gumam Karen pedih.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan Vote dan komennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karenina
ChickLitPercaya butuh kekuatan ekstra. Kamu tidak akan pernah tau dimana titik kepastian yang fakta atau mungkin kau tak pernah mengerti bahwa yang pasti takkan muncul sama sekali. "JANGAN SENTUH SAYA." Dan bahkan kamu tidak akan pernah membayangkan bagaima...