Kemukus (Part 3)

131 10 3
                                    


Sejak awal, kamu laksana kemukus yang membelenggu fajar.

Tak ada malam.

Hanya kicauan tanpa kepastian.


Adel menunggu kakaknya di depan gerbang sekolah. Ia nampak asyik dengan gadget-nya sedangkan temannya sudah pulang terlebih dahulu. Ia sama sekali tidak terganggu dengan hiruk-pikuk siswa-siswi yang bersesakan di jalan. Mereka berwajah lelah dengan keringat, rambut lepek, dan kerudung yang sudah tak beraturan bentuknya. Adel memperhatikan sekitar dengan sendu. Ia rindu sahabat-sahabatnya. Akan tetapi Adel juga sangat bersyukur. Ia bertemu dengan Qilla lagi setelah hampir 6 tahun berpisah.

"Hai." Sapa seorang lelaki dengan senyum di sampingnya.

Adel melihat sekilas kemudian konsentrasinya kembali kepada gadget-nya.

"Ehm."

Adel masih tidak bergeming.

Abigail mencoba mendekati Adel. Ia duduk di samping Adel. Namun, Adel mengambil jarak sejauh mungkin. Lagi-lagi Abigail dibuat terperangah. Di saat semua cewek di sekolah mendekatinya bahkan tergila-gila hanya karena gombalan recehnya. Cewek yang satu ini malah menjauh seakan-akan ia kuman yang patut di musnahkan. Ok fix. Menarik.

"Namaku Abigail."

Adel menatap uluran tangan Abigail tanpa minat. Ia menghela napas memandang sekeliling lalu bersandar pada pohon yang berada di belakangnya. Pandangan Adel terhenti pada satu titik. Seorang lelaki dengan senyum memikat sedang melambai padanya. Adel menatap Abigail sekali lagi. Ia menimang-nimang haruskah berbasa-basi berkenalan dengan sosok itu. Ia kemudian menatap tiga orang lelaki lagi dibelakang Abigail. Tidak terlalu jauh dan mereka sedang memperhatikannya. Oke. Ia akan menerima perkenalan ini. Dengan ogah-ogahan ia menerima uluran tangan Abigail. Saat itu juga Abigail memamerkan gigi putihnya.

"Adel."

Singkat. Adel tak berminat berinteraksi lebih jauh dengan orang itu. Ia melepaskan tangan Abigail lalu bergegas pergi untuk menghampiri kakaknya. Namun pergelangan tangannya dicekal oleh Abigail.

"Aduh."

Abigail kelimpungan. Ia bingung dengan kerutan kesakitan di dahi Adel. Abigail hanya menyentuh tangannya tidak erat bahkan sangat lembut. Ia segera melepas pegangan tangannya dari Adel. Adel menatapnya sinis sambil mengelus pergelangan tangannya. Abigail yang masih bingung menampakkan wajah menyesal. Ia tidak bermaksud menyakiti Adel.

"Laki-laki dimana aja sama. Sama-sama FAKE."

Setelah melampiaskan kekesalannya. Adel menghampiri kakaknya dengan senyum ceria miliknya. Tak lupa, ia kembali melihat Abigail yang saat ini berada di belakangnya dengan sinis. Kemudian, kembali melihat ke depan dan menghampiri kakaknya dengan anggun.

"Wohh. Barusan ada yang kena umpatan bidadari nih." Ejek Dylan sambil bertepuk tangan.

"Gila."

Yadi masih tidak lepas dari keterpukauannya sedangkan Dylan senyum-senyum sendiri merasa akan menang dari Abigail. Abigail menatap memohon kepada Leon. Leon mengernyitkan dahinya. Ia tidak mengerti sama sekali.

"Dasar Leon muka tembok, triplek. Ahh." Gerutu Abigail sambil melangkahkan kakinya ke parkiran. Leon hanya mengedikkan bahunya tidak peduli. 'Nanti juga baik sendiri.' batinnya.

***

"Siapa tadi, Ren?"

"Bukan siapa-siapa kak."

Angga melihat Adel dari kaca spionnya. Ia menghembuskan napas lelah. Adel sudah tidak terbuka seperti dulu padanya. Adel memang masih ceria tapi ia tau. Adel selalu bersikap waspada kepada semua orang yang ingin mendekatinya.

"Setiap orang itu beda, Ren. Jangan disamain sama satu orang."

Adel tidak menggubrisnya. Ia mengeratkan pelukannya pada Angga. Adel hanya ingin tenang itu saja. Ia ingin cepat sampai di rumah lalu mengobati lukanya. Luka fisik akibat dari luka hatinya. 'Tapi setiap orang tampak jahat di mata Karen kak. Semenjak kejadian itu.' Setelah itu kebisuan menguasai mereka sampai ke rumahnya.

Adel menuruni motor ninja milik kakaknya dengan tergesa-gesa. Ia tidak mengucapkan salam kepada pembantunya. Ia langsung masuk ke dalam kamar lalu mengunci. Angga sangat paham, adiknya sedang tidak ingin diganggu. Itu juga akibat kelalaiannya. Penyebab semua ini adalah ketidak pantasannya menjadi kakak seorang Karen. Karen yang sejak saat itu menjadi sosok Adelle dengan harapan mendapat bintang jatuh atau kehidupan yang baru. Karen yang tak pernah ingin disebut dengan nama masa kecilnya karena sebuah alasan. Alasan yang berhasil menampar ego sang kakak.

"Mau bagaimana pun Karen sekarang, Kakak tetep sayang Karen." Kata Angga sedikit keras di depan kamar Karen.

Karen mendengarnya. Sangat. Ia hanya butuh waktu sendiri untuk menenangkan fisik dan batinnya. Ia lelah mendapat kasih sayang tulus dari kakak-kakak dan orang tuanya. Ia ingin sendiri lalu bush mengakhiri hidupnya akan lebih mudah. Sekali lagi, luka dengan darah segar berhasil menghiasi pergelangan tangan Karen. Kepastian cinta dari orang terdekatnya bahkan mengalahkan ego Karen. Karen terlalu sakit dan merasa sendirian meski ia tahu. Ia tak pernah sendiri.

***

'Ketakutan membawamu kepada ketidak berdayaan dan tak tersentuh.' 

sudahkah kalian bernostalgia dengan rasa takut? ketakutan mencekik bahkan untuk orang-orang yang mampu sekali pun. ketakutan yang mengusik dan menampar ego. hati batu bahkan mengkerut karena ragu untuk memastikan. Adakah berani masih menyelimuti rasa takut?

Terimakasih untuk para readers...

Makasih udah baca sampai part ini.
Salam hangat.

Jangan lupain Vote dan komennya ya.

KareninaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang