24

17.1K 557 14
                                    

Mau kasih tau aja. Ada 21+ nya

hehehe

.
.
.
"Wah aku di bali!!!!"

"Yuk," ajak Geli menarik lengan istrinya menuju sebuah mobil dengan satu tangan lagi menyeret koper.

"Kita mau kemana?" tanya Mocha setelah berada di dalam mobil.

"Ke hotel dulu, besok baru kita jalan-jalan."

"Kenapa gak sekarang aja?"

"Besok saja, sayang. Aku capek, sekalian kita mulai nyicil."

"Nyicil?"

"Iya, nyicil buat dede."

Mocha terdiam.

"Kenapa? Kamu gak mau kita punya dede dariku?"

"Bukan gitu, Kang. Aku cuman takut aja," ucapnya pelan.

"Takut kenapa?"

"Aku masih sekolah, aku-"

"Soal itu kita bisa bicarain nanti, kamu masih bisa lanjut sekolah, aku janji, ke universitas juga gpp, aku bayarin. Tapi sayang, aku juga mau punya anak darimu," bujuknya.

Mocha menatap Geli yang menatapnya penuh bujukan.

"Okey, tapi janji ya, jalan-jalan besok?"

"Okey, sayang, apa , sih, yang enggak buat kamu," katanya sambil mengecup kening Mocha.

Mocha mendengus, "Dasar Gembel!"

"Gombal, Ocha bukan Gembel!"

"Nah, iya itu."

@@@

"Masuk, Omhhh... ahhhh cepet!"

Bukannya menuruti Geli malah terdiam menghentikan aktivitasnya.

"Kenapahhh, malah diem... lagi, ih!" kata Mocha kesal menepuk-nepuk Bahu Mocha.

"Kamu tadi manggil aku apa Sayang?" tanya Geli sambil meniupi dada Mocha gemas, membuat Mocha semakin mendesah tidak tahan.

"Maafahhh, tassttt... diihhhh, salah ngomongaahhh, Kanghh!" katanya terpekik kaget karena Geli yang memasukan juniornya secara tiba-tiba kepada Mocha.

"Aahhh, lebihaahhh... cepattthhh..."

"Iya, sayanghhh, Aku sebentar lagi keluar!"

"Aaahhhh..."

"Aaaahhhhh ..."

Setelah pelepasan keduanya, hal yang menjadi kebiasaan Geli adalah tidak dulu melepaskan kejantanannya dari lubang vagina milik Mocha. Alasannya saat mocha tanya begini "Biar gampang aja kalau misalnya adik aku bangun lagi, jadi tinggal genjot, toh dikamunya juga enakkan gini" dan skak, Mocha tidak bisa melarang atau mengatakan apapun karena dasarnya itu memang benar.

"I love you," bisik Geli di telinga Mocha.

"I love You om," Ucap Mocha tanpa sadar.

Geli menyeringai.

"Mulai nakal, ya. Dibilang jangan manggil gitu, eh, malah... hmmm."

Mocha yang awalnya mau tidur memejamkan mata tiba-tiba saja menyadari apa yang tadi dikatakannya, belum lagi dia merasa bahwa kejantanan milik suaminya itu kembali bangun, lihat saja sekarang dia merasakan kemaluannya penuh sekali, dan dia kembali terangsang.

"Emm, itu. tadi gak sengaja, maaf," cicitnya pelan.

"Owh gak bisa, harus ada hukumannya," ucap Geli.

"Tapi, Tap—aahhhhh..."

Dan kembali terjadilah kejadian beberapa menit yang lalu.

@@@

Drrtt... drttt... drrttt...

"Kang, ih, bangun!"

"Apa sih, sayang? Kitakan masih liburan, jadi bisa dong, kalau misalnya kita bangun agak siangan. Aku capek banget."

Mocha menghela nafas.

"Iya, aku tau, tapi itu liat dulu hp kamu dari tadi bunyi mulu," kata Mocha.

Geli menutup mukanya dengan bantal, "Ngantuk, yank."

"Angkat dulu, gih! Siapa tau penting, atau—" ucapnya yang mau tidak mau Geli turuti.

"Oke-oke aku angkat."

Tanpa memakai celana boksernya, hanya menggunakan celana dalam. Geli berjalan kearah sofa, tempat hpnya berada, sedangkan Mocha sedang asik memakai pakiannya yang berceceran.

"Sayang!"

"Kenapa, kang?"

"Lebih baik kamu jangan dulu pakek baju, deh," katanya.

"Kenapa?"

"Kamu cantik kalau telanjang apalagi telanjang dibawah aku," ucapnya membuat Mocha melotot kepadanya.

"Dasar Gembel!" teriak Mocha memasuki kamar mandi.

"Gombal, Ocha bukan Gembel!"

"Bodo, kang!"

Geli terkekeh pelan. Lalu segera mengangkat telponnya, nama bunda tertera disana. Mersa heran dengan keadaan tanpa berfikir panjang Geli segera mengangkatnya.

"Assalamualaiku," kata bundanya pelan.

"walaikumsalam, kenapa, bun?" tanyanya.

"..."

Tidak ada jawaban.

"Bunda hei?"

"..."

Hanya isakan terdengar disebrang sana, membuat perasaan Geli semakin tidak menentu.

"Bun, ada apa, bun? Kenapa Bunda menangis?"

"Sini, biar ayah yang bicara sama Geli," kata Rival terdengar disana.

"Assalamualaikum, Geli?"

"Walaikumsalam. Yah, sebenarnya ini ada apa?" tanya Geli to the point.

"Kamu jangan khawatir disana, ayah cuman mau bilang bahwa, Hillal adik kamu ..."

"Hillal kenapa, yah?" tanyanya tidak sabar.

Mocha yang baru keluar dari kamar mandi mengeryitkan dahi heran karena suaminya itu menyebut nama adik pertamanya.

"Kak Hillal kenapa, Kang?" tanya Mocha.

"SSttt..." Geli menyuruh Mocha untuk diam terlebih dahulu, Mocha yang pekak hanya mengangguk mengiyakan.

"...Dia kecelakaan," kata Rival pelan.

"Astagfirullah, Hillal kecelakaan? Terus bagaimana keadaanya?"

Mocha menutup mulutnya berusaha menahan isakan, tentu saja dia menangis, Hillal sudah seperti kakaknya sendiri selain Adimas dan Fary.

"Belum tau, dokter belum keluar sama sekali."

"Ayah tenang yah, aku sama Mocha bakal pulang di penerbangan siang nanti."

"Ya udah, ayah tutup dulu ya. ayah mau ngabarin Fary dulu, dia masih ada disekolahnya."

"Iya, Yah. Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam."

Setelah mendengar jawaban salamnya Geli segera menutup panggilan, dia berjalan mendekati Mocha dan memeluk erat tubuh istrinya yang menangis itu.

"Kita pulang ya, sayang," katany pelan.

Mocha mengangguk menjawab dan merekapun segeramerapikan barang-barang mereka untuk kembali kejakarta dengan pemberakatan hari ini.     

....

Maaf agak lama publis, tapi diusahain sekarang aku bisa sesuai jadwal. Kemarin (minggu) mau up eh kuota( apa kouta ya intinya itu lah) abis hehehe

Oke ketemu nanti lagi, byebye

OM Tetangga !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang