[13] Wardhani

1.4K 163 35
                                    

Si wanita berdecak, selanjutnya meminum air mineral atas anjuran dokter yang duduk di hadapannya, sampai habis. Padahal, rasanya perut sudah mulai kembung. Namun, kata pria yang sejak tadi menatapnya penuh selidik itu; meminum air berfungsi untuk membedakan antara kandung kemih dengan cairan amnion atau air ketuban saat dilakukan pemeriksaan kandungan dengan ultrasonography (USG).

"Apa-apaan lo? Dateng-dateng ke sini udah bunting aja."

Kana tersedak. Dengan cekatan, Wardhani mengambil lembaran tisu dan memberikannya pada Kana yang sudah melasernya dengan tatapan sinis. Jujur saja, jika mengetahui bahwa Wardhani yang menjadi dokter pemeriksanya, lebih baik dia pergi ke rumah sakit lain atau sekalian saja pulang dan tidak melakukan pemeriksaan.

Bukan, Wardhani itu bukan mantan pacarnya, tetapi mantan calon kakak iparnya—ngakunya sih dulu begitu. Jadi, pria itu sedikit-banyak mengenal dan mengetahui lika-liku keluarganya, karena dengan Ayara berpacaran cukup lama, mungkin dari Ayara masih pakai seragam putih-abu-abu, dan kayaknya Wardhani waktu itu sudah menjadi mahasiswa.

Maka dari itu, lebih baik diperiksa oleh dokter yang tidak dikenal, kan, daripada datang-datang malah dihujat seperti ini. Wardhani dengan mulut pedasnya itu memang tidak akan pernah sirna oleh waktu, tak akan pernah tobat. Kana saja tidak paham mengapa kakaknya bisa tahan berpacaran dengan pria jelmaan batu itu yang seringkali datang ke rumah hanya untuk menumpang tidur, bukannya mengapel pacarnya sendiri.

"Bercanda, Bocil," pria itu menampakkan senyum lebar yang menampilkan gigi kecil serta gusinya. Terlihat manis, memang, pasti orang-orang akan terkecoh. Tetapi Kana sudah tahu betapa tiada bandingannya senyum gusi itu dengan lontaran kata yang tajam dari si pria. Dirinya saja heran, sesabar apa Wardhani dalam menghadapi pasien kalau pria itu saja dulu suka bersumpah serapah dan melontarkan kalimat binatang tak berdosa bila sedang kesal?

"Kawin sama siapa lo, hah?"

"Lo kalau ngomong kagak pernah bener ya, Bang. Perlu gue beliin saringan, hah?" Kana tak kalah galak. Dulu, dirinya memang seringkali beradu mulut dengan mantan pacar kakaknya ini, terutama saat bermain playstation. Keduanya sama-sama memiliki rasa tak mau mengalah dan dikalahkan.

"Kok nikah nggak bilang-bilang? Eh, kalau lo udah nikah, berarti Ayara juga udah dong?! Ayara udah nikah?!"

Tuh, mantan gamon, gagal move on. Padahal mereka sudah putus cukup lama, dan ini saja baru pertama kali dirinya bertemu dengan Wardhani setelah sekian lama Wardhani dan Ayara berpisah. Pertemuan terakhirnya dengan Wardhani, sepertinya saat euforia kelulusan Wardhani menyelesaikan koas, itu pun hanya mengucapkan selamat saja saat Wardhani diundang makan malam di rumah keluarganya. Selanjutnya mereka malah semakin jarang bertemu, karena Wardhani melanjutkan magister di luar negeri. Setelah itu, tak ada kabar lagi hingga hitungan tahun sampai saat ini, baru berjumpa lagi.

Ternyata, si mantan pacar kakaknya ini sudah jadi dokter beneran. Kana kira, pria itu akan beralih berjualan kasur, seperti motto hidupnya selama ini.

"Tolong, ya, Bapak Dokter. Ini kapan saya bisa diperiksa?"

"Bentar, tunggu airnya turun dulu. Terus, gimana si Ayara sekarang? Belum nikah, kan? Lo ngelangkahin dia, kan?"

"Emangnya lo nggak ada kontak sama Ayara sampai sekarang, Bang?"

Pria itu mendesah, memundurkan tubuhnya untuk menyandarkan punggung pada kursi. "Semua akses kontak gue diblok, media sosialnya juga. Gimana mau saling kontak coba? Walaupun udah jadi mantan, harusnya kan nggak sampai kayak gitu. Iya nggak, sih? Iya."

Kana melipat lengannya di depan perut, tidak peduli dengan kisah picisan si mantan pacar kakaknya itu. Lagipula, itu bukan urusannya.

"Maaf, ya, Pak Dokter, kasian deh looo!" Kana mengucapkannya sembari bernada, lalu diikuti dengan tawanya yang terdengar begitu membahana sebab melihat raut wajah Wardhani yang tertekuk rapat.

Pelakon Antagonis [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang