Bab.2

7.4K 640 25
                                    

#KolabDearyNevNov

Aku, Zaer si hantu ganteng!

Ada yang menarik minat dan pikiranku selama dua bulan ini. Jika biasanya hari-hari membosankan kuhabiskan dengan petantang-petenteng buat cari makluk jelek yang bikin manusia celaka tapi akhir-akhir ini ada sesuatu yang lain membuatku tertarik.

Aku memandang rumah bercat ungu di depanku. OMG! Baru kali ini kudapati rumah manusia bercat ungu. Pingin keketuk pintunya dan bilang sama penghuninya , nggak sekalian ditambah warna pink dan biru? Biar jadi kayak pelangi?
Bagaimanapun keadaannya dan nggak peduli apa yang mereka lakukan, cewek itu akan selalu menggemaskan seperti biasanya. Love is blind, kata orang.

Kali ini aku lihat si tuyul mengerjai lagi tuh cewek. Minggu ini celana dalam, minggu lalu bra. Entah ulah apa lagi yang akan dilakukan si tuyul jelek itu untuk mengganggunya. Itu makluk, kalau datang pasti kuhajar. Tiap kali kutanya alasannya kenapa selalu membuat susah, dia menjawab karena pingin kenal. Aneh sungguh.

"Eh, Mbak. Ngejemurnya ektrim banget di atas pohon?" Suara seorang bapak yang lewat menegurnya saat dia hendak mengambil celana dalam yang disampirkan tuyul di dahan pohon mangga. Teguran itu membuat wajahnya merona.
Duuh, Tuhan! Cewek itu cantik sekali. Memang terlalu kurus badannya tapi tetap saja dia imut dan manis. Jantungku berdetak tak karuan melihat senyumnya.

"Emang lo punya jantung? Sorry, ye. Jantung lo dah berhenti berdetak kapan tahun," teguran nggak sopan aku dengar dari makluk jelek dengan wajah hitam, rambut gimbal dan tali yang menggantung di lehernya.

"Berisik, lo! Nguping aja kalau ada orang ngomong!"
"Siapa yang nguping? Lo aja aneh, ngomong ndiri nggak jelas," gerutunya masam.
"Turun lo, jangan di sini. Badan lo bau!" sentakku padanya.
Meski menggerutu, si setan gantung turun dari dahan tempatku mengintip. Cewek kesayanganku namanya Thalysa Maharani, nama yang cantik sesuai orangnya. Kalau pohon yang ditanam di depan rumah Thalysa itu mangga, pohon tempatku bergantung sekarang adalah beringin yang tumbuh tepat di seberang rumahnya.

Sebenarnya aku tahu dia bisa melihat kami tapi sepertinya dia sengaja menyembunyikan kemampuannya. Seandainya saja dia mau terbuka tentu akan mudah bagiku untuk mendekatinya dan mengajak bicara layaknya teman.

"Kalau cinta, samperin. Jangan cuma ngintip."
Aku menunduk heran ke arah setan gantung yang sekarang duduk satu dahan di bawahku.
"Masih berisik aja, lo. Mau gue matiin?" ancamku untuk membungkamnya.
Jujur dari hati paling dalam, aku mau saja sih ke rumahnya. Menegur lalu bicara dengannya, sok-sok akrab gitu tapi aku yakin saat itu juga bapaknya akan muncul dengan membaca banyak surat-surat Al Quran untuk mengusirku. Aku kan belum mau mati konyol.
Eh, aku lupa kalau sudah mati.

Dari tempatku duduk, kulihat cewek kesayanganku berjalan keluar gang. Berseragam dan terlihat segar, habis mandi kayaknya. Pasti dia naik ojek, jangan sampai dia naik motornya si Jeki. Entah kenapa aku nggak suka dia, orangnya genit dan suka godain cewek-cewek di kampung.
Suara 'pop' pelan diikuti dahan yang bergoyang menandai kemunculan tuyul di sampingku. Kebetulan, baru saja aku ingin mencarinya untuk memberi pelajaran karena selalu menganggu Thalysa.

"Bang, buruan Bang! Ikutin dia," ucapnya panik menunjuk ujung gang.
"Dia siapa?" tanyaku heran.
"Cewek Abanglah, ada setan budeg yang sangat kuat menggangunya," teriaknya kalut.

Tanpa menunggu lama, aku bergerak cepat mengikuti angin menuju arah Thalysa pergi. Aku melayang di udara mencari-cari di antara sekian banyak kendaraan dan manusia yang bergerak di bawahku, mencari keberadaannya. Aku harus menemukannya cepat sebelum setan budeg mencelakannya.
Entah bagaimana aku merasakan ketakutan Thalysa menembus hatiku. Mengikuti insting dari rasa takut yang seakan menjalari tubuhku sendiri, aku bergerak cepat. Lalu aku melihatnya, tepat di depan penyebrangan, seakan tidak memedulikan laju kendaraan Thalysa melangkah mau menyebrang. Dengan setan budeg merangkul pundaknya.

"Kyaaaaaa!"
"Sial!"
Teriakan Thalysa membuatku bergerak cepat menyambar tubuh si setan budeg dan menghantamkannya ke tanah.
"UDAH GUE BILANG JANGAN SENTUH DIAAA!"

Tanpa ampun aku menyambar tubuh setan yang tergolek dan melemparkannya hingga membentur pohon besar di pinggir jalan. Besarnya kekuatan lemparanku membuat tubuhnya nyaris terbelah.

Setelahnya cepat-cepat aku menggandeng tangan Thalysa yang gemetaran dan membantunya menyeberang. Kuhentikan secara paksa mobil-mobil yang hendak lewat. Untunglah tidak terjadi kecelakaan.

Setelah memastikan Thalysa selamat, aku bergerak cepat menghampiri setan budeg tepat saat tubuhnya yang terbelah kembali menyatu.

"Sekarang, urusan gue sama lo," ancamku sambil menghampirinya yang merangkak.
"Ampuun, Zaer," rintihnya.

Tidak ada ampun buat setan yang hendak mencelakakan kekasihku. Meludah ke tanah, kucekik lehernya dan kuhempaskan dia. Dengan gugup dia bangkit dari tanah dan mencoba menghilang namun naas aku lebih cepat. Mengeluarkan seluruh tenaga, aku menghantam tubuhnya dengan pukulanku. Hangus, lenyap, tubuhnya mengilang bersamaan dengan teriakan nyaring dari mulutnya.

( Nev Nov )

ASMARA DUA DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang