Bab.7

4.2K 430 6
                                    

TERGODA HANTU GANTENG 7
Oleh: Deary Romeesa

Thalysa Maharani

Aku tak henti-hentinya merutuki leher yang malang. Cekikan genderuwo itu meninggalkan bekas merah kehitam-hitaman yang sukar pudar. Sesorean ini pun aku hanya berbaring di tempat tidur, badanku deman. Otak juga terus mengolah kejadian kemarin.

Kemarin malam sepertinya aku pingsan lagi sesaat setelah Zaer menurunkanku di kursi ruang tamu, baru siuman jam dua belas siang hari ini. Kresek belanjaan dan payungku tertinggal di rumah Mbah Jambrong. Sayang sekali, padahal isi kresek itu ada pembalutnya. Omong-omong, Ibu jadi ngambek karena aku ikut campur urusan setan, usai suaraku kembali dan menceritakan secara rinci apa yang terjadi, katanya berbanding terbalik dengan Bapak yang suka menolong manusia dari gangguan makhluk halus.

Aku hanya bingung bagaimana Zaer langsung membawaku ke rumah. Jujur, aku jadi sedikit penasaran padanya. Bukan semacam perasaan tertarik ke lawan jenis! Hanya kadang terlintas dipikiranku, hal apa yang menyebabkan Zaer meninggal? Kenapa ia bisa berbeda? Auranya juga tidak bau busuk seperti setan gentayangan kebanyakan.

Mikir terus perutku jadi lapar.

"Alysa, ngapain kamu?"

Suara Ibu yang masuk ke kamar mengangetkanku saat sedang membuka baju. Alexo mau menjenguk, aku harus wangi, "Mau mandilah, Bu. Masa salto?"

"Tapi, kan, badannya masih panas! Jangan mandi dulu, ih!" omelnya, "Itu Ibu bikinin bubur, sup kulit kambingnya juga udah diangetin." Ibu berkacak pinggang.

Tidak, Ibuku bukan wanita pemarah. Ia pasti masih parno karena melihat kondisiku kemarin lusa. Bapak juga ngamuk anak emasnya terluka. Yeah, mereka memang protektif padaku.

"Pacar aku mau main ke sini, Bu. Inget namanya, kan? Alexo." Aku mengambil handuk yang tersampir di dekat daun jendela, Zaer CS tidak menampakkan diri atau mengganggu seperti biasanya. Kulihat Bapak sedang mengelap motor kesayangannya di halaman.

"Ya. Tapi gak usah mandi jugalah." Ibu mulai lembut. "Cuci muka sama ganti baju aja."

Aku menurut. Usai gosok gigi dari kamar mandi, aku mengenakan baju rajut berkerah tinggi warna pink dan celana jins. Beruntung aku punya satu helai baju seperti ini, bisa kikuk nanti kalau Alexo melihat dan menanyai musabab merah-merah di leher.

Alexo mengirim voice note lewat watsap, katanya ia akan sampai dalam sepuluh menit. Hatiku berdebar-debar dan perut jadi mulas bila ketemuan di rumah seperti ini. Karena langsung merasa pening menatap layar gawai, aku hanya membalas emot cium. Biasanya aku tidak berani menyertakan emot seperti itu, malu. Pun karena hanya baru dua kali berpacaran.

Meski begitu, aku tidak lekas tiduran, kududuk di depan meja rias dan mulai bertempur dengan alat make up. Aku akan memberi tahu kalian suatu hal yang ajaib! Ya, aku akan segera sehat jika berdandan. Walau sekarang hanya menabur bedak, menggambar alis, dan mengoles lip ice. Bila sedang kerja tentu make up full all time.

Aku bisa mengenal Alexo saat ia berjalan melewati konter kosmetik yang aku jaga di Mall Sumarecon. Ia tak sengaja menjatuhkan dompet ketika aku sedang mengaplikasikan lipstik saat kerja shift pagi. Lucu juga dulu aku memanggilnya 'pak'. Aku tidak pernah melupakan kejadian itu.

"Pak, tunggu! Pak! Ini dompetnya jatuh ...!" Aku harus berlari demi bisa menyusul langkah lebar Alexo. Ia baru berhenti saat pengunjung di lantai dua ini menegurnya dan menunjuk ke arahku.

"Oh!" Alexo terkesiap lalu meraba saku celana saat aku mengacungkan dompet kulitnya yang sangat tebal.

Sehabis itu Alexo mau memberiku beberapa lembar uang pecahan seratus ribu. Katanya, isi dompet itu sangat penting dan ia senang masih ada orang baik hati yang mau mengembalikannya. Namun, tentu saja aku menolak dan cepat-cepat kembali jaga di konter. Usai itu ia jadi sering menemuiku. Mama Alexo juga ternyata seorang importir kosmetik brand terkenal dari Paris dan mempunyai toko sendiri. Sedangkan aku jadi SPG kosmetik brand yang dikenal karena kehallalannya.

ASMARA DUA DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang