Bab.17

3.7K 472 14
                                    

TERGODA HANTU GANTENG 17
Oleh : Deary Romeesa

Thalysa Maharani

Aku mengamati Ibu yang memasukkan potongan baju di dalam nakas ke dalam tas, terdapat lingkar mata hitam di wajah ayunya yang selalu mengenakan jilbab, kami akan pulang ke Jakarta. Selama empat hari ini aku dirawat di rumah sakit di Kuningan, Jawa Barat. Bapak melapor ke polisi atas hilangnya aku, mereka melacak sambungan terakhir teleponku yang sempat menelepon Bapak usai Zaer tiada. Sampai mereka berhasil menemukanku di sebuah hutan di Gunung Ceremai, dan dalam kondisi paling memperhatinkan versi Ibu.

Lagi, tidak ada yang bisa kukatakan pada pak polisi yang meminta keterangan. Mereka tidak menangani masalah gaib dan tak ada saksi mati saat aku diculik. Manusia tua itu lolos dari setiap kasus!

Aku marah, aku benci, aku muak! Namun, yang bisa kulakukan sekarang hanya diam di atas ketidak berdayaan yang mengesalkan. Rasanya ubun-ubun mau pecah.

Aku ... hiks.

Kalian tahu? Aku merasa patah hati dua kali dan kini terasa lebih tragis lagi.

***

Dua hari usai dijemput Alexo di Kuningan, aku tetap tidak mau bicara dengannya. Ia anak seorang pembunuh! Ok, bila kalian akan mencelaku dengan berkata aku tidak menerima Alexo apa adanya, aku sungguh tidak peduli!

Aku hanya ingin Zaer hidup lagi, maka aku akan tenang!

Siang ini aku kembali ke rumah sakit tempat Zaer dirawat dulu. Aku sudah berhenti menjadi SPG, tidak tahan dan tak bisa lama-lama berinteraksi dengan banyak orang. Rasa sedih menyelimuti hatiku hingga ke dasar.

"Mbak, pasien yang namanya Zaer--Brian Zaer, masih dirawat di sini?" Aku bertanya ke resepsionist. Berharap dapat tahu apa pun tentang Zaer.

"Oh, Tuan Brian sudah dipindahkan ke Singapur, Dek. Seminggu yang lalu, Tuan Brian mengalami peningkatan pesat sesaat setelah, Adek, jenguk. Tapi keesokkan harinya menurun drastis lagi. Bu Shofia juga menanyakan siapa, Adek ...."

Di mataku, suster itu hanya menggerak-gerakkan bibirnya. Telinga dan rasa enggan mendengar hal buruk. Aku menjauh, melangkah tidak pasti lalu memilih duduk di kursi tanam rumah sakit. Menangis sendirian di sana.

Aku ditinggal mati oleh hantu.
Apa kalian membaca kalimat barusan dengan mengernyitkan dahi, atau mau menamparku? Dan fakta aneh bin konyol lainnya selepas Zaer menghilang adalah, aku jatuh cinta padanya (lagi).

Rasanya aku juga ingin tertawa sampai mengeluarkan air mata lalu menjerit-jerit dan terbahak lagi. Begitu terus, berulang-ulang, sampai gila.

***

"Mbah Jambrong mati terpanggang api di rumahnya?" Aku nyaris berteriak di depan muka Bapak. Kami ada di ruang tamu dan mengobrol-ngobrol lagi setelah sekian lama. Aku sadar begitu egois, ingin semua orang tahu kondisi hati yang sedang galau sampai tidak peduli pada sekitar.

"Iya, Alysa. Tapi gak ada alat elektronik atau kompor gas meledak. Putung rokok juga gak ada di lokasi saat polisi nyelidikin penyebabnya, katanya," terang Bapak yang juga tahu tentang hal itu dari tetangga. Bapak sedang meluncur ke Kuningan saat kejadian nahas itu berlangsung.

Aku jadi berasumsi, apakah itu ulah Banaspati?

"Alysa?"

"Eh, iya?" Aku terlonjak dari duduk.

"Kamu ngelamun terus, gak mau keluar?" kata Bapak. "Atau seenggaknya selesaikan urusanmu dengan Nak Alex." Ia menyesap kopi perlahan sambil memandangku.

Aku menghela napas panjang. Yang kuingat seusainya adalah permintaan Zaer yang menyuruh menjaga tuyul dan hantu gantung. Mungkin itu juga tidak berlaku lagi karena Mbah Jambrong juga sudah mati.

ASMARA DUA DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang