Bab.9a

4.4K 476 12
                                        

TERGODA HANTU GANTENG 9
Oleh : Deary Romeesa

Thalysa Maharani

Aneh.

Aku berpikir Zaer bukanlah Zaer. Oh, tidak, maksudnya adalah hantu ababil itu lebih menyerupai alien daripada setan. Pernah nonton Drama Korea: My Love From Star?

Zaer juga bisa berteleportasi seperti Do Min Joon dan aku sama sekali tidak buta dengan tak mengatakan bahwa ia lumayan tampan, imut. Tuyul dan gantung tidak memiliki keahlian apa pun, normal. Terus ia masuk kategori hantu jenis apa, dong? Aku mohon jangan menjawab 'ikan muzaer' karena saat aku meledeknya demikian ia langsung menyumpahi aku jadi jomblo (putus dari Alexo lalu pacaran dengannya). Boa edan ah!

Ini mungkin terdengar gila, sekarang pun aku akan berangkat kerja shift pagi bersama Zaer yang mengikuti di sisi. Sejak peristiwa di danau yang indah beberapa hari lalu, kami resmi berteman. Ia orang, eh, hantu yang menyenangkan meski suka bertindak seperti ABG alay kebanyakan. Zaer-si-hantu-lebay.

Si Albert, aku ngakak jika benar tuyul itu hasil import seperti namanya, sekarang selalu melihatku dengan haru. Mungkin karena waktu itu ia merasa diselematkan dari tangan Mbah Jambrong. Hantu gantung juga kini berseri-seri di balik tampangnya yang tak sedap dipandang. Kudengar dari Zaer, karena aku mau berteman dengannya si gantung yang entah bernama Zulkifli atau Steven itu jadi bisa mendekati Nancy tanpa takut tersaingi lagi.

"Jangan naik motor si kecot, Alysa," pinta Zaer.

Kecot? Bang Jeki maksudnya? Hahaha. Kenapa Zaer menyebut begitu? Oh, pasti karena bau keteknya!

Aku kadang kesulitan berkonsentrasi bila di dekat Zaer yang cerewet dan suka ceplas-ceplos. Apa lagi bila sedang mengutarakan isi hati, perutku bisa sampai keram.

Bang Jeki menyapaku, "Mbak manis, denger-denger sakit? Maaf, ya, Abang gak sempet liat. Maren-maren juga Bang Jeki meriang."

Di sebelahku, Zaer pura-pura muntah.

"Iya, Bang. *Teu nanaonan," kataku. Bang Jeki juga sedikit-banyak mengerti Bahasa Sunda. Sedang Zaer kini menggaruk keningnya dengan telunjuk seraya menatapku dengan pandangan bertanya.

"Tapi, Mbak manis, tau hikmahnya nggak di balik rasa sakit yang kita alami?" Bang Jeki memberi helm.

Aku menjawab sambil memakai helm, "Apaan tuh, Bang?"

Bang Jeki senyam-senyum sendiri, sebelah matanya mengerling, "Itu pertanda bahwa kita sebenernya jodoh, Mbak manis. Hehehe."

Dih. Amit-amit, deh!

Zaer langsung melayang menghadapnya, ia menjitak kepala Bang Jeki untuk melampiaskan kejengkelan. Tukang ojek yang biasa mengenakan celana belel dan jaket levis itu langsung celangak-celinguk dengan ekspresi ngeri. Aku berusaha keras agar tidak terbahak-bahak saat ini juga.

"Kenapa, Bang? Lagian aku udah punya pacar ganteng, tajir lagi," ucapku sombong.

Zaer melihatku, "Si kecot ini cuma bullshit, Alysa, kemarin dia berusaha ngegebet janda anak dua yang punya banyak warisan dari almarhum suami ke limanya," ujarnya informatif. Wow!

"Halah, jangan terlalu lugu gitu, Mbak manis! Di mana-mana cowok kaya pacarnya banyak," sahut Bang Jeki membuatku termenung.

Tangan dingin Zaer menyentuh pundakku, ia menyorot dengan pandangan tak terbaca, "Tenang, Alysa. Uang Alexo mungkin bisa mencukupi semua kebutuhanmu, tapi aku janji, kehadiranku akan selalu membahagiakan hatimu."

Kali ini aku melihat Zaer yang menjelma dewasa lagi.

Hati terasa betul-betul riang sekarang, "Terima kasih," ucapku tanpa sadar sambil tersenyum.

ASMARA DUA DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang