Bab.1

5.6K 405 15
                                    

TERPIKAT HANTU CANTIK

PART 1 by NevNov

Rafael, si barista

"Kakak, bisa buatin aku capucino panas?" Seorang gadis masuk menerobos pintu dengan rambut dan baju sedikit basah. Menenteng tas besar yang berisi laptop. Bola matanya menatapku bersemangat.

"Baik, ada yang lain?"

Dia melihat-lihat etalase kaca di samping konter pembuat kopi. Mengangkat kepala sambil tersenyum. "Kue strawberry satu."

Gadis dengan rambut sebahu berjalan tegap menuju meja nomor lima belas. Musik mengalun pelan dari stereo kedai. Memperdengarkan lagu-lagu lawas tahun 80-an. Di luar hujan turun sangat deras dan membuat malam terasa menggigil. Apalagi di dalam kedai yang memang berpendingin ruangan. Belum lagi pukul sepuluh malam tapi jalanan sudah terlihat lengang.

Bisa kucium wangi aroma kopi bercampur dengan wangi cinamon. Denting peralatan minum terdengar bersamaan dengan obrolan dari beberapa meja. Memang tidak banyak pengunjung malam ini, mungkin sekitar sepuluhan orang. Malam yang dingin membuat orang enggan bergerak.

Seorang pelanggan, wanita berumur pertengahan dua puluhan yang datang ke kedai kurang lebih seminggu tiga kali meminta sambil tersenyum agar kopi latte panasnya dilukis bunga mawar. Dengan senang hati kuturuti keinginannya. Dia tidak peduli meski hujan mengguyur, setia datang demi secangkir kopi.

"Keren banget, Bos. Gue jadi pingin sekolah barista," decak Fajar dengan pandangan kagum ke arah lukisanku di atas kopi.

"Makanya kerja yang rajin sambil belajar. Lama-lama lo juga akan bisa," jawabku tanpa mengalihkan mata dari pekerjaanku.

"Iya deh, emang gue kurang rajin apa?" gerutuan Fajar seperti lagu lama kaset kusut di telingaku. Enek juga lama-lama dengarnya.

Aku meneruskan pekerjaan melukis, tinggal sentuhan akhir di bagian kelopak.

"Bos, pantesan aja banyak pelanggan cewek yang naksir lo. Keren sih, rambut panjang dikuncir, kacamata, wajah kokoh, alis lebat---."

"Wei, jangan bilang lo naksir gue ya?" tukasku keras. Aneh ini bocah pakai acara muji-muji orang.

"Yee, gue masih normal kali."

"Late untuk meja nomor sembilan dan capucino anterin ke meja nomor lima belas. Jangan lupa cake strawberi," perintahku sambil menyorongkan dua cangkir kopi panas.

Aku menunjuk dengan dagu ke arah cewek yang sedang asyik dengan laptopnya. Meja nomor lima belas terhitung meja paling nyaman, dengan sofa bulat merah dan berada persis di sebelah jendela. Dari tempat duduknya, cewek itu bisa leluasa memandang jalanan. Jika dia tidak terlalu asyik dengan laptopnya.

"Wow, pelanggan yang cantik." Dengan wajah berseri Fajar mengambil nampan. Meletakkan kopi dan mengambil cake strawberi dari dalam etalase kaca. Bisa kulihat senyum terkembang di mulutnya saat dia berjalan dengan nampan di tangan menghampiri meja nomor lima belas.

Pintu berdentang terbuka. Kuhentikan kegiatanku yang sedang mencuci sendok saat kulihat Bili datang dengan kaos dan rambut yang sedikit basah. Dia mengampiriku dan duduk di depan konter kedai.

"Bro, harus malam ini," ucapnya pelan sambil merogoh sesuatu dari dalam tasnya dan membentangkannya di hadapanku. Foto sebuah gedung tua, gelap dan tak berpenghuni.

Aku mengambil foto dan mengamati. Menghitung dengan cepat apa yang terlihat oleh mata. Ehm ....

"Wah, lumayan banyak juga," gumamku.

"Itu dia, makanya uangnya besar," jawab Bili seakan dia tahu apa yang aku lihat.

Aku mengangguk, "Gue ke atas dulu. Kita ketemu di belakang."

ASMARA DUA DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang