Bab.5

5.4K 472 12
                                    

TERGODA HANTU GANTENG 5
Oleh : Deary Romeesa

Thalysa Maharani

Seusai Maghrib Jakarta di malam kamis turun gerimis. Aku memakai payung plastik dari rumah, Ibu menyuruh beli obat nyamuk ke warung Mpok Ati. Jaraknya lima belas meter dari rumah, lebih masuk ke gang yang lebih gelap. Pohon beringin di seberang bergoyang mengikuti arah angin, tiba-tiba Zaer melayang dan berdiri tepat di depanku.

"Eh, Neng Lisa, mau ke mana nih? Abang temenin, ya!"

Masa bodolah. Aku tidak mau berurusan dengan hantu tengil ini. Ia berjalan mundur menghadapku, terlihat berpikir, mimikku cuek bebek.

"Ok, ok. Gimana kalo aku nawarin sesuatu yang akan bikin, Neng Lisa, suka? Tapi syaratnya kamu harus ngizinin aku berada di sekitarmu." Zaer tersenyum lebar, seolah isi kepalanya sangat brilian namun aku tetap tak menghiraukan.

Ia berkata demikian pasti karena Bapak sudah memindahkan enam pot mawar merah ke sekeliling kamarku, terutama di depan kaca jendela. Bapak percaya mawar merah bisa menangkal sihir-sihir dari orang yang mau menjahatiku. Di belakang rumah juga tumbuh bambu kuning, tanaman yang ditakuti makhluk halus.

Zaer bicara lagi dengan tidak sabaran, "Aku bakal kasih peringatan ke si tuyul buat jangan gangguin kamu lagi. Dia pasti nurut. Kamu liat sendiri, kan, buktinya? Aku punya kekuatan untuk melenyapkan hantu jelek mana pun yang mengganggu kekasihku."

Sekarang aku baru terusik, mataku menyipit sinis, "Siapa yang kamu maksud kekasih itu, wahai hantu ababil?" desisku, tidak takut ada tetangga lihat dan mengira aku gila karena wajahku terhalang payung.

"Ya, kamulah, Neng Lisa. Masa Sodako? Kan, dia kejauhan adanya di Jepang."

Aku menatap Zaer jijik.

"Heh, emangnya kamu siapa?" Aku pura-pura lupa namanya, ingatanku sangat tajam, "aku bahkan udah lupa namamu siapa!"

"Gilaaa ... Neng Lisa sadis amat, ya?" gumamnya menghadap kiri.

"Aku Zaer, hantu paling ganteng sekomplek." Zaer mengulurkan tangan untuk bersalaman, bersikap so cool. Heleh, nggak banget!

Bila dilihat secara fisik, Zaer juga seperti remaja 17 tahun dan asal kalian tahu saja, saat pertama kali mendengar namanya aku berpikir ia adalah jin yang menyerupai ikan Mujair. Tetapi, Bapak menyangkalnya dan memberitahu bahwa Zaer adalah hantu gentayangan. Bapak juga indigo, ada jin muslim yang sangat gagah perkasa dengan ukuran raksasa menjadi temannya. Bila jin itu berjaga di luar rumah, aku kadang mengintip keluar hanya bisa melihat betisnya yang mungkin tiga kali lebih besar dari kaki gajah. Pokoknya sangat besar. Namun, jika Bapak menyuruh jin tersebut untuk menjagaku ia selalu tidak mau dan kembali ke Bapak.

Aku menyambut uluran tangan Zaer, otak cerdikku berpikir licik, "Bener ya? Termasuk jangan ganggu pacarku lagi! Sekalian sama hantu gantung juga suruh jangan nampakkin dirinya lagi sama aku. Suruh ngaca aja!" cerocosku terlalu bersemangat. Kalau kesepakatannya gini kan nanti Alexo aman kalau main ke rumah. Namun, aku takkan mau menjadi temannya. Sudah kubilang kan? Aku ingin hidup normal.

Zaer menunduk menatap jabatan tangan kami, aku melepasnya segera dan memasang tampang datar. Ia berkedip-kedip kemudian tersenyum ceria dan terbang ke sana kemari dengan perasaan bahagia, bila dilihat dari raut mukanya.

"Yuhuui. Akhirnya jadian ama Neng Lisa!!!" teriaknya lantang.

Aku mencebikkan bibir. Jadi, tadi itu Zaer cuma modus? Hhh ... tak lagi-lagi aku akan kena jebakan batman dari hantu. Ah, dasar blekok samedin!

Aku pun meneruskan langkah dengan perasaan kesal. Aku betul-betul tidak berminat nengok ke belakang saat terdengar suara wanita yang memuja-muji Zaer dengan agresif, sampai hantu ABG itu menjerit ketakutan. Sehabis itu di sekitarku langsung senyap.

ASMARA DUA DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang