Chandra

2.9K 134 7
                                    

Murni duduk ke kursi besi di depan meja administrasi, ia merasa nafasnya mulai berat, pikirannya kalap, bagaimana ia bisa mendapatkan uang dalam waktu yang sangat singkat, walaupun ATM berjejer di ruangan samping meja administrasi dan juga ia memiliki kartu ATM di dompetnya. Tetapi untuk menggunakannya ia tidak mampu, ia ingin mencoba seperti yang sudah Elis ajarkan seperti biasa, namun ia merasa otaknya sudah terlalu lapuk untuk mengingat kembali dan memahami cara menggunakan mesin uang itu.

Lalu terbesit kepikiran untuk menelpon Elis, anak satu-satunya, sekaligus andalannya, dilihatnya layar handphonenya. Kemudian ia terpikir hal yang lain seperti ada yang ia harus telepon saat itu, seperti ada hutang yang perlu ia lakukan dengan handphonenya.

Murni mencoba mengingat hutangnya itu, setelah beberapa saat akhirnya ia menyerah dikarenakan waktu yang singkat ini dan mencoba menelpon Elis.
Setelah menunggu beberapa lama.

Murni : "Halo, Ndo kesini ya, rumah sakit permata, ibu enggak bawa uang ndo buat bayaran."

Elis : "Bukanya di sana banyak ATM bu ?"

Murni : "Ibu enggak tau cara pakainya ndo, takut nanti kenapa-kenapa."

Elis : "Ih, Ibukan udah sering Elis kasih tau, iya udah nanti Elis ke sana."

Murni : "Makasih ya ndo."

Murni lalu menutup teleponnya, kini dirinya lega, batu besar yang menimpa dadanya sehingga membuat ia sudah bernapas, kini sedikit terangkat. Tugas dia sebagai manusia hampir selesai katanya, Ratna pindah tanggung jawabnya ke rumah sakit, untuk administrasi nanti akan ada Elis kesini.

Dengan percaya diri Murni menuju ke meja administrasi, dan memberanikan diri untuk bertanya,
"Neng, untuk uangnya nanti anak ibu yang akan urus, itu bagaimana ya neng ?"

"Oh yasudah tidak apa-apa Bu, Ibu tanda tangan aja dulu untuk persetujuan..." sembari pegawai administrasi menyerang dokumen-dokumen untuk Murni tanda tangan, "tanda tangan disini ya Bu, dan juga tolong siapkan KTP nya Bu."

Murni memberikan KTP-nya lalu menanda tangani dokumen yang sudah diperintahkan dengan perlahan, Murni berharap tanda tangannya tidak salah. Walau begitu tetap saja tanda tangannya selalu berbeda di setiap dokumen.

Pegawai itu masih sibuk dengan komputernya, Murni hanya diam mematung sambil melihat yang pegawai itu lakukan, walaupun ia tidak memiliki sedikit pun gambaran tentang apa yang pegawai itu kerjakan.

Dirasa sudah beberapa menit pegawai itu mengambil KTP dan berkas yang sudah di bumbui tanda tangan itu.

"Yasudah ibu silahkan ke ruang bersalin, Ibu Ratna sudah selesai proses melahirkannya," pegawai itu berkata dengan senyum entah karena apa.

Murni merasa senang namun juga sedikit cemas, bahagia bahwa perjuang Ratna hamil dan melahirkan akhirnya terbayar tuntas, dimana perjuangan itu merupakan perjuangan Murni juga sebagai pengganti Ibu baginya, ia cemas bahwa ia akan melihat cucunya yang pertamakali, apa yang harus ia lakukan nanti, lalu Murni pun berjalan dengan membawa perasaan itu bersamanya.

Di dalam ruang bersalin ia melihat Ratna yang sedang istirahat, lalu dilihatnya inkubator seorang bayi jantan lucu nan mungil, gatel Murni ingin mengendongnya, ia ingat betul bagaimana rasanya melahirkan. Rasa sakit yang sungguh seperti nyawa dan tubuhnya di tarik paksa, keadaan saat itu membuat ia ingin mati saja dari pada berada dalam keadaaan yang begitu sakit ini.

Dilihat di inkubator itu sebuah papan kecil, tidak bernama, hanya terlihat berat di bayi itu berjumlah 1.7 KG, Murni kaget sungguh ringan berat bayi tak bernama itu.

Dilihatnya ke Ratna yang tertidur pulas dengan wajah yang lepas seperti sehabis memenangkan peperangan, masih ada sedikit keringat di lehernya.

Tak lama Murni memandangi Ratna, seorang suster muncul lalu bertanya.

"Ibu, ibunya dari Bu Ratna ya ?"
"Saya tetangganya sus, Ibu tapi bukan Ibu kandung."
"Saya ingin bertanya nama dari anak ini, kali aja pernah ngobrol atau bertanya kepada Bu Ratna."
"Wah belum pernah bu, kesini saja dadakan, Alhamdulillah Ibu dan anak masih bisa selamat."
"Jika begitu, nama yang pas deh sekiranya menurut Ibu, untuk sementara."

Di tanya seperti itu Murni merasa senang, sudah lama ia menginginkan anak laki-laki, untuk adiknya Elis, sudah banyak upaya ia lakukan dengan suami, namun nasib berkata lain, dulu ia pernah sekali berkhayal jika memiliki anak laki-laki maka akan ia berikan nama Chandra.

"Chandra sus, Chandra saja, C-H-A-N-D-R-A."
"Baiklah kalau begitu."

Lalu suster itu menuliskan Chandra pada papan nama bayi mungil itu.

"Yasudah Bu saya keluar dulu, nanti kalau Bu Ratna bangun, tolong Ibu bantu ya, kasian sepertinya capek dan lelah sekali."

"Iya sus."

Suster itu pergi keluar ruangan.

Lalu Murni duduk di samping Ratna yang sedang tertidur, namun dengan keadaan sepi Murni pun mengantuk, dan tak kuat sehingga menempelkan kepalanya di atas kasur.

Hampir ia memasuki alam mimpi, suara pintu terbuka terdengar. Dilihat Elis memasuki ruangan sambil melihat-lihat, ia sedikit canggung memasuki Ruangan bersalin.

Elis menyerahkan KTP murni sambil berbisik.
"Ini Bu, sudah bayar lunas."

Murni kaget, lalu membalas bisikan itu.
"Kenapa enggak bilang Ibu dulu ?"
"Enggak apa-apa Bu, kasian ibu capek."

Tak lama Ratna membuka matanya, seketika Elis berdiri tegak, dan berdua menghentikan kegiatan bisik berbisik itu.

Murni memegang tangan Ratna sambil berkata pelan, "Nak Ibu disini."

Sambil menengok ke arah Murni, Ratna berkata dengan suaranya yang begitu lemah, "Makasih Bu, udah bantu Ratna, Makasih banyak Ibu."

"Tidak perlu terimakasih nak, ini kewajiban sebagai seorang Ibu."

Dengan lambat Ratna mengarahkan kepalanya untuk melihat ke arah Elis dan berkata dengan suara yang sama pelannya, "Terimakasih Elis."

Ratna sangat berterima kasih pada keluarga Murni, untuk pertama kali ia merasa begitu di rawat sebagai seorang anak, sebagai seorang manusia, ia berbahagia.

Tak ada kesusahan ketika itu, mungkin kesusahan itupun sudah pergi setelah Chandra lahir, bahkan tak ada yang mengingat lagi nama Joni, seakan ia telah raib ditelan bumi.

******************************
Maaf ya, sodara/kawan yang sudah lama menunggu, baru bisa melanjutkannya sekarang.

Wewe Gombel [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang