Bagian 7

8.7K 1.2K 66
                                    

"Kumohon, jika aku kehilangan kamu biarkan aku memiliki anak ini sebagai penggantinya." Kata Zee dengan air mata yang tergenang di pelupuk. Zein terdiam sambil menunduk ia berfikir bagaimana cara menjelaskannya.

"Kamu gak kehilangan aku, Zaeline. Dengarkan penjelasanku dulu." Kata Zein melunak. Zee menggeleng sambil memeluk Hiqab yang ingin menangis karena melihat pertengkaran orang tuanya.

"Aku mau pulang, capek.'' Zee melangkah keluar dari restoran dan pergi.

Zein lagi- lagi mengalah ia membiarkan Zaeline pergi bersama anaknya.

**

Zee menurunkan anaknya saat sampai di apartemen, Hiqab langsung berlari kesana kemari dan tertawa tapi langkahnya terhenti dan tawanya memudar.

"Where is papah?." Tanya Hiqab.

"Papah lagi ada urusan nanti kesini." Jawab Zaeline.

"Mamah, I miss you so much." Hiqab memeluk Zaeline begitupun sebaliknya.

"Pulang sama mamah ya ke Indonesia, sekolah disana nanti mamah urusin babang Hiqab." Kata Zaeline. Hiqab mengangguk saja di bahu sang mamah.

Ting

Ting

Ting

Zee berdiri lalu membuka pintu rupanya Zein datang sambil membawa tas milik Hiqab, tanpa bersalah ia masuk ke dalam dan duduk di samping anaknnya. Mata tajam itu berbinar ketika mengangkat Hiqab lalu memangkunya dan bercanda ria dengan sang anak.

''Tidak mengucapkan salam atau izin untuk masuk gitu?'' tanya Zee sambil melipat kedua tangannya.

''Aku pulang.'' Jawab Zein.

''Telat.''

''Terus? Aku mesti balik lagi ke depan pintu?'' Zein melihat Zaeline setelah itu ke Hiqab.

''Harusnya kamu bisa beri salam jika kerumah orang.''

''Ini bukan rumah orang tapi rumahmu. Rumahmu ya rumahku juga.''

''Bisa gak sih gak usah jawab, cukup bilang iya, maaf.'' Zee melengos pergi sebaiknya ia mandi untuk mendinginkan tubuhnya.

**

Zein melihat langkah Zee hingga waita itu masuk ke dalam kamarnya. Zein menaikan alisnya dan menghadap seperti semula ia kemudian melihat Hiqab yang diam tanpa sepatah katapun.

''Hiqab mau mandi.'' Hiqab mengangkat kedua tangannya namun Zein menggeleng dan mencium anaknya brutal.

''Papah ahhh.'' Marah Hiqab sambil melerai wajah Zein.

''Tunggu Mamah, kamar mandinya lagi dipake.''

''Kan mamah di kamar bukan luar.''

''Tunggu sini.'' Zein menurunkana anaknya dan berdiri ia kemudian mendekati pintu kamar Zaeline.

Zein mendekati pintu kamar Zaeline lalu menekan handlenya tapi terkunci, lelaki itu segera kembali duduk dan berfikir ngapain dia di dalam sana. Setelah 10 menit dia keluar dan Zee pikir Zein pergi membawa Hiqab.

"Kapan kamu pulang?" Tanya Zaeline. Zein berdiri di belakang Zaeline, aroma shampoo menyeruak di hidungnya hingga timbul rasa keinginan untuk menciumnya.

"Kau tau, satu gedung ini milikku bahkan sendal dan handuk di kepalamu itu milikku jadi buat apa aku pergi." Zein menyilangkan tangannya sambil melihat Zee berbalik dan melotot.

"Nih ambil." Kata Zee sambil melepas sendal dan handuk di kepala.

"Baju handuk yang kamu pakai juga punyaku." Kata Zein sambil menunjuk. Zee membuang pandangannya dan membuka tapi dirinya langsung sadar dan menutupnya kembali.

"Zein." Pekik Zee lalu Zein melangkah jauh dan tertawa.

"Apa? Aku cuma bilang itu milikku bukan melepasnya." Kata Zein benar. Zee kembali masuk ke kamar lalu memakai baju.

"Zee bentuk dadamu sempurna, aku suka." Kata Zein sambil tersenyum.

Di dalam kamar Zee mengganti bajunya dengan kesal ia akan membalas keisengan Zein entah gimana caranya.

"Nanti Zein, tunggu balasanku. Zee meringis ketika tangannya terasa perih.

**

"Zee aku pulang dulu, Hiqab tidur si sofa." Kata Zein tak lama Zee membuka pintu kamar.

"Pulanglah." Kata Zee sambil menghampiri anaknya. "Tapi bisa bawakan dia ke kamar dulu?" Kata Zee ke Zein, Zein menghampiri Hiqab dan menggendongnya setelah itu di bawa ke kamar dan diletakan di kasur.

"Terima kasih sudah mengembalikan dia." Kata Zee.

"Pikirkan tawaranku baik- baik. Kembalilah denganku dan anakmu kembali.''kata Zein sambil menatap Zee mengusap rambut Hiqab

"Kembali denganmu berarti kembali dengan luka dan rasa sakit." Jawab Zee. Zein menutup matanya dan menelan slavina.

"Zee tidak ada luka dan kesakitan lagi," kata Zein meyakinkan.

"Sekarang kita balikan buat apa? Semua sudah hancur Zein, kamu sudah menikah dengan Rahma dan bahagia. Jangan merasa bersalah karena sudah membuangku ini sudah takdir. Aku ikhlas kok." Kata Zee dengan lapang dada.

"Aku terlambat mencintaimu Zee jadi aku pantas dapatkan ini tapi takdir. Takdir aku yang menentukan! Dan takdirku akan bersamamu." Kata Zein.

Zee terdiam ia tidak memiliki kata- kata lagi karena pernyataan Zein membuat dirinya terkunci. Zein mencium kening anaknya tak sengaja Zee mencium aroma khas Zein yang dulu ia suka ciumi.

"Pergilah, aku ingin istirahat." Kata Zee sambil mendorong Zein. Zein tidak marah melainkan tertawa pelan dan mencium kening Zaeline juga.

"Baiklah, aku pulang dulu." Zein berbalik kemudian pergi.

Mantan suamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang