Tapi sesaat kemudian, aku mendengar suaranya memanggil namaku.
Dari stage. Tempat di mana live band biasa bernyanyi.
"Clarissa." namaku bergema dari pengeras suara.
Aku menoleh padanya yang sedang berdiri tegap sambil tersenyum dan memandang ke arahku. Aku diam. Terpaku menatapnya.
"Kamu lagi apa?" gumamku tanpa suara ke arahnya. Dan dia hanya tersenyum semakin lebar.
"Cha, Makasi udah mau bersedia kenal sama aku dan dengerin semua cerita aku. Makasi udah bersedia aku ganggu malem-malem, bahkan sampe pagi ladenin telpon aku. Makasi selama ini kamu udah bantu aku, hibur aku, dan bersedia jadi pelampiasan marah aku. Makasi selama ini kamu ga pernah jauhin aku. Padahal aku sering bikin kamu kesel, ngatain kamu manja, jailin kamu."
Willdan tertawa pelan. Begitupun audiens yang turut mendengarkan. Aku baru sadar kalau beberapa pengunjung yang juga sedang menanti pesanan datang, ikut memperhatikan adegan aneh ini. Aku tersenyum. Tersipu malu.
"Maaf kalau aku sering bikin kamu nangis. Maaf kalau aku kadang marah sama kamu. Maaf kalau aku ga bisa kasi saran yang baik buat kamu.." Nadanya lebih serius. Dia menghela napas panjang.
"Maaf aku ga bisa selalu ada buat kamu. Maaf kalau kamu harus kenal sama orang kayak aku. Maaf buat semua air mata yang pernah keluar karena aku.."' Dia kembali berhenti.
Sorak sorai pengunjung mendadak bergema.
"Lamaran ya?" Sekilas aku mendengar seseorang yang duduk tak jauh dariku bertanya pada temannya. Dan kulihat temannya hanya mengangkat bahu.
Entah mengapa aku merasa tersentuh. Dia terdengar tulus. Dan menyedihkan. Kalau saja mereka tau, ini bukan lamaran. Ini adalah salam perpisahan. Apa mereka tidak bisa membedakan nada suaranya?
"Lagu ini buat kamu. Kamu harus jadi perempuan yang kuat dan mandiri. Berharap itu sama Tuhan, jangan sama manusia. Nanti kamu kecewa.. Sekali lagi, aku mau minta maaf sama kamu. Maafin aku."
Dan sebuah musik mengalun dari live band di belakang Willdan.
Suara Willdan yang merdu mulai terdengar.
Tak mungkin menyalahkan waktu
Tak mungkin menyalahkan keadaan
Kau hadir di saat aku membutuhkanmu
Dari masalah hidupku bersamanya
Semakin kumenyayangimu
Semakin kuharus melepasmu dari hidupku
Tak ingin lukai hatimu lebih dari ini
Kita tak mungkin t'rus bersama..
Aku.. tidak pernah menangis di depan umum sebelumnya. Tapi kali ini, aku tidak peduli. Aku tidak bisa menahannya. Aku tersenyum. Tapi air mataku mengalir. Setiap aku berkedip, alirannya semakin deras.
Suara Willdan agak bergetar di akhir lagu.
Dia hanya membungkuk sopan saat akan turun panggung dan tidak berkata apa-apa lagi. Tepuk tangan ramai terdengar dari berbagai penjuru ruangan.
Dia menghampiriku. Memelukku sekilas sambil mengusap rambutku. Lalu tertawa.
"Lah, nangis." Gumamnya pelan sambil menyeka air mata di pipiku dengan tangannya. "Udah ih malu, diliatin orang."
Aku berdehem. Mencoba mengentikan air mataku yang entah kenapa terus keluar. Aku menutupi wajahku dengan kedua tangan dan kembali tersedu. Kenapa rasanya sedih sekali. Seolah kami tidak akan bertemu lagi.
"Hei, udah.. diliatin orang tuh. Itu kan cuma lagu. Kamu menghayati banget sih." Kata Willdan lagi masih dengan nadanya yang kalem dan sedikit tawa terselip diantara bicaranya.
Dia kembali mengusap kepalaku. "Udah cantik, udah ya nangisnya."
Aku akhirnya berdiri dan pergi ke toilet. Aku malu, tapi aku tidak peduli.
Sesampainya di toilet, aku hanya berdiri di depan westafel, menatap cermin. Sepi. Tidak ada orang di sini. Aku memperhatikan mataku yang merah. Untung tidak sampai bengkak. Aku.. bisa-bisanya menangis di sini, karena Willdan.
Tapi..sungguh.. seolah lagu itu benar-benar sampai kepadaku.. maksudku.. dia bernyanyi dengan sangat..menghayati.. Entahlah.
Aku membasuh wajahku, lalu mengeringkannya dengan tissu. Setelah kering, aku sedikit memperbaiki make upku (yang sebenarnya tidak terlalu terlihat bedanya karena aku tidak suka memakai make up tebal, bahkan aku sebenarnya tidak bisa bermake up, hanya memakai sedikit bedak dan pelembab bibir).
Aku merapihkan rambutku dan kembali menatap wajahku di cermin lekat-lekat.
Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan-lahan.
Dan entah bagaimana mendadak pikiranku mengarah kepada Aiden.
Teruntuk Aidenku.
Sayang, kalau temanku saja menganggapku penting, apa kau tidak menganggapku begitu? Kalau temanku saja bersedia menyempatkan waktu untuk datang berkunjung, apa kau tidak bisa meluangkan sedikit waktumu untuk menanyakan kabarku?
Jujur saja, aku merasa kau abaikan. Tidak bisakah kau sedikit membuatku tenang?
Bukan ingin membandingkan, tapi..dengan semua sikapmu, aku jadi bertanya.. apa artinya aku untukmu? apa aku cukup penting untukmu? apa aku ini termasuk prioritasmu? apa kau peduli padaku? apa kau peduli perasaanku?
Kau bilang aku egois. Apa kau tidak?
Seperti nelayan, apa kau hanya akan menjerat hatiku dan membiarkanku mati begitu saja?
Takukah kau bahwa dulu, sebenarnya aku bisa saja membebaskan diri. Menghindar dan pergi berlari. Tapi aku sengaja memberi diri agar aku kau tangkap, karena aku yakin kau bisa merawatku dengan baik.
Tapi.. Sayang, kalau kau membiarkanku begitu saja setelahnya, jerat ini lama kelamaan melukaiku. Lalu bagaimana kalau kau mendengar aku mengatakan ini? Kau akan melepaskanku? Melepaskan jerat itu dariku dan melepaskanku? Dalam keadaan terluka dan hampir mati?
Padahal aku berharap kau akan merawatku, menyembuhkan lukaku, dan membiarkan aku hidup bersamamu selamanya. Bersama-sama membangun kehidupan.
Apa itu hanya inginku?
Aku minta maaf kalau begitu.
(Belum rela mengakhiri cerita ini namun ini sudah mendekati part akhir........ Terima kasih buat semua orang yang udah jadi sumber Inspirasi dan sumber galau Author. Semoga para tokoh yang terlibat (selain teman-teman kos Author) tidak membaca kisah ini hahaha.. Ini hanya..hiburan Author semata wkwkwk Pelampiasan saat malam tiba.... Terima kasih sudah mampir... Terima kasih buat yang sudah setia mengikuti cerita Author yang tidak begitu jelas ini sampai part akhir. Terima kasih buat yang mau baca ucapan terima kasih ini.. (Apa sih) Salam dari Author amatir yang bercita-cita bisa menerbitkan buku sendiri dan mimpi jadi seperti Stephenie Meyer hahaha) Tunggu kelanjutan partnya... Salam Literasi..)
KAMU SEDANG MEMBACA
[ E N D ] Bandung dan Kenanganku Tentangmu
RomancePertama dan terakhir kali. Waktu tidak bisa berdetak mundur. Hari itu memang tidak akan pernah terulang. Tidak akan. Tapi kenangan hari itu tidak akan pernah hilang. . Jam 20.15 Dia berdiri dan menarik tanganku. "Ayo pulang. Kamu harus udah sampe ko...