Bagian 10

191 15 7
                                    

Aku melirik jam di layar ponsel yang sengaja kunyalakan untuk mengalihkan perhatianku darinya.

Willdan menghembuskan napas panjang, masih memandangiku yang sibuk memainkan makananku. Dia sepertinya tau kalau aku tidak akan memakannya lagi, tapi dia tidak berkomentar. Masih menunggu jawabanku. Akhirnya aku menoleh ke arahnya lalu tersenyum.

"Kenapa senyum? Bukannya jawab." Katanya dengan nada sedikit protes.

Dia memalingkan wajah dariku lalu menyesap minumannya.

"Ga usah aku jawab juga kamu harusnya tau lah." kataku akhirnya.

"Tau apa? Emang aku dukun?"

Aku tertawa mendengarnya. Aku tidak menyangka dia akan menanyakan hal seperti ini. Kukira dia lebih tau bagaimana perasaanku dan bagaimana situasinya.

"Kamu mau aku jawab apa?" kataku bertanya balik.

"Ya kamu mau jawab apa? Udah lah kalau ga mau jawab, ga usah jawab. Ngeselin."

"Ih marah." komentarku sambil menarik jaketnya, bermaksud memintanya menghadap ke arahku.

"Engga." Balasnya singkat.

"Itu marah. Keliatan." Kataku lagi sambil tertawa dan terus menarik-narik lengan jaketnya.

Mendengar tawaku, Willdan ikut tersenyum kemudian tertawa, kalah. Dia akhirnya duduk menghadap ke arahku, menatap langsung kedua mataku sambil masih tersenyum.

Sambil mencubit kedua pipiku, dia kembali berkata "Siapa sih dia? Tega banget bikin kamu nangis? Berani banget bikin kamu sedih? Dia tu siapa..sampe kamu bisa sesuka ini sama dia?"

Aku menyingkirkan tangannya dari pipiku lalu mengusapnya pelan. "Dia..yang pasti bukan kamu."

Willdan kembali berpaling, dia melirik jam tangannya.

Jam 20.15

Dia berdiri dan menarik tanganku. "Ayo pulang. Kamu harus udah sampe kos sebelum jam 9 malem." Katanya tegas.

Aku bertahan di kursiku, mencebikan bibir. "Masih jam 8 Will.."

Willdan hanya menatapku jengkel.

Dia menghembuskan napas berat "Pulang. Kalau ga mau pulang, besok ga usah ketemu."

Mendengar ancamannya yang sepertinya serius, aku langsung berdiri. Dia berpaling dariku, berjalan mendahuluiku. Sekilas aku bisa melihatnya tersenyum.

Aku berjalan cepat mengikuti langkah kakinya yang panjang. Dan tiba-tiba dia berhenti lalu berbalik ke arahku. Dan sambil menatapku dia kembali tersenyum. Ini bukan senyum Willdan yang biasanya. Sepertinya ada makna lain di balik senyumnya itu.

"Kenapa?" tanyaku refleks

Willdan diam saja.

"Ada yang ketinggalan?" tanyaku lagi.

Tapi Willdan masih diam saja. Dia cuma memandangiku. Sampai akhirnya dia menggeleng "Engga."

Aku menatapnya heran. Senyumnya semakin lebar. "Mikir apa kamu?" tanyanya kemudian.

"Mikir apa?" Aku makin bingung mendengar pertanyaannya.

"Ah udah lah, yuk pulang." Katanya lagi sambil menggandeng tanganku.

Aku mengikutinya sambil masih memikirkan sikap Willdan yang aneh. Kami akhirnya sampai di parkiran. Ada sebuah mobil yang sudah dipesan sedang menunggu kami. Willdan membukakan pintu untukku.

"Ke Tamansari ya?" tanya pengemudi mobil setelah Willdan masuk ke mobil.

"Iya." Willdan hanya menjawabnya singkat.

Sepuluh menit berlalu tanpa ada yang bicara sedikitpun. Jalanan macet dan aku hanya menatap keluar jendela, memandangi gedung-gedung dan banyak kendaraan lain yang berdesakan di jalan raya.

"Cha." Tiba-tiba Willdan memanggilku.

"Hm?" Aku menoleh ke arahnya.

Dia diam saja, hanya menatapku.

"Apa sih? Kebiasaan." kataku agak kesal. Aku memalingkan wajah dan kembali memandangi jalan raya.

Willdan menyelipkan rambutku ke telinga dan aku kembali menoleh ke arahnya.

"Kenapa sih kamu?" Aku kembali mempertanyakan keanehannya hari ini yang masih berlanjut.

"Engga."

Hening. Aku kesal kalau dia mulai tidak jelas seperti ini.

"Cha." dia kembali memanggilku.

Aku diam saja, masih menatapnya.

"Kalau aku kenal kamu duluan dan kamu belum sama dia, mungkin ceritanya bakal beda." gumamnya pelan.

Kali ini aku yang mendesah. "Belum tentu. Kamu lagi kenapa sih?"

"Aku cuma lagi mikir.." Willdan berhenti sejenak sebelum kembali melanjutkan, "Mungkin aku bisa lebih bahagiain kamu dari pada dia. Kayak hari ini."

Aku cuma menatapnya. Agak kesal karena kesoktauannya yang mulai berlebihan. Kenapa dia bisa seyakin itu?



(Maaf agak lama update... selamat membaca... Salam Literasi !!! Terima kasih sudah berkunjung.. mohon dukungannya yaaa.. nantikan kelanjutannya...)


[ E N D ] Bandung dan Kenanganku TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang